Pontianak ( Antara Kalbar) - Badan Pangan PBB (FAO) mengundang Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Kalimantan Barat, Glorio Sanen untuk mewakili Indonesia pada Pertemuan "Regional Multi-stakeholder Consultation on Livelihood and Food Security of Indigenous Peoples in Asia".
"Suatu kebanggaan bisa mewakili Indonesia untuk membahas Isu Mata Pencarian dan Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat di tingkat Asia," kata Florio Sanen saat dihubungi di Pontianak, Selasa.
Pertemuan itu diselenggarakan oleh Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) dan Food and Agriculture Organization of the United Natios Regional Office for Asia and Pacific (FAO-RAP) pada 28-30 Agustus 2014 di Chiang Mai, Thailand.
Ada perwakilan dari tujuh negara yaitu Kamboja, Laos, Nepal, Thailand, India, Bangladesh dan Indonesia. Pertemuan yang akan dihadiri oleh multi pihak ini diantaranya perwakilan pemerintah di masing- masing negara, Lembaga Riset, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Organisasi Masyarakat Sipil.
Ia melanjutkan, menjadi bagian dalam pertemuan internasional tentunya cukup menantang karena harus memahami isu secara global.
Ia melanjutkan, saat ini dunia sedang mengalami krisis global di tiga sektor yaitu keuangan, energi dan pangan.
Ia menambahkan, Indonesia tentunya terkena dampak terhadap krisis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Hal ini merupakan tanggung jawab multi pihak untuk menyelesaikan krisis ini," kata Glorio Sanen, yang pernah menjadi Ketua Forum Mahasiswa Kabupaten Landak.
Bagi Indonesi, isu pangan menarik karena pernah menjadi negara yang swasembada pangan namun ironisnya masih harus mengimpor pangan.
Menurut dia, krisis pangan yang terjadi Indonesia setidaknya dipengaruhi oleh faktor alam dan kebijakan pemerintah.
"Saat ini kita ketahui telah terjadi perubahan iklim dan faktor tata kelola yang mana jika kita melihat kebijakan pemerintah dan pola masyarakat dalam mengelola pangan belum sinergis," kata Glorio Sanen, yang juga aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalbar.
Sementara arah pembangunan Indonesia dalam beberapa dekade pemerintahan berbasiskan pada ekploitasi Sumber Daya Alam (SDA) merupakan salah satu faktor yang sangat dominan menyebabkan krisis pangan di Indonesia.
"Hal ini bisa kita lihat semakin minimnya areal pertanian masyarakat karena telah dikonversi menjadi perkebunan homogen skala luas dan menjadi areal pertambangan," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Suatu kebanggaan bisa mewakili Indonesia untuk membahas Isu Mata Pencarian dan Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat di tingkat Asia," kata Florio Sanen saat dihubungi di Pontianak, Selasa.
Pertemuan itu diselenggarakan oleh Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) dan Food and Agriculture Organization of the United Natios Regional Office for Asia and Pacific (FAO-RAP) pada 28-30 Agustus 2014 di Chiang Mai, Thailand.
Ada perwakilan dari tujuh negara yaitu Kamboja, Laos, Nepal, Thailand, India, Bangladesh dan Indonesia. Pertemuan yang akan dihadiri oleh multi pihak ini diantaranya perwakilan pemerintah di masing- masing negara, Lembaga Riset, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Organisasi Masyarakat Sipil.
Ia melanjutkan, menjadi bagian dalam pertemuan internasional tentunya cukup menantang karena harus memahami isu secara global.
Ia melanjutkan, saat ini dunia sedang mengalami krisis global di tiga sektor yaitu keuangan, energi dan pangan.
Ia menambahkan, Indonesia tentunya terkena dampak terhadap krisis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Hal ini merupakan tanggung jawab multi pihak untuk menyelesaikan krisis ini," kata Glorio Sanen, yang pernah menjadi Ketua Forum Mahasiswa Kabupaten Landak.
Bagi Indonesi, isu pangan menarik karena pernah menjadi negara yang swasembada pangan namun ironisnya masih harus mengimpor pangan.
Menurut dia, krisis pangan yang terjadi Indonesia setidaknya dipengaruhi oleh faktor alam dan kebijakan pemerintah.
"Saat ini kita ketahui telah terjadi perubahan iklim dan faktor tata kelola yang mana jika kita melihat kebijakan pemerintah dan pola masyarakat dalam mengelola pangan belum sinergis," kata Glorio Sanen, yang juga aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalbar.
Sementara arah pembangunan Indonesia dalam beberapa dekade pemerintahan berbasiskan pada ekploitasi Sumber Daya Alam (SDA) merupakan salah satu faktor yang sangat dominan menyebabkan krisis pangan di Indonesia.
"Hal ini bisa kita lihat semakin minimnya areal pertanian masyarakat karena telah dikonversi menjadi perkebunan homogen skala luas dan menjadi areal pertambangan," ujar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014