Jakarta (Antara Kalbar) - Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan bersama Badan Pengelola REDD+ koordinasi dengan tujuh kepala kepolisian daerah yang di wilayah hukumnya terjadi kebakaran hutan dan lahan.    
   
 "Kenapa tujuh Kapolda yang diundang? Karena di wilayah mereka sekarang terdapat titik api, yang jika koordinasi cepat dilakukan masalah lebih besar bisa ditanggulangi," kata Deputi VI Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) bidang Penegakan Hukum Mas Achmad Santosa kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/9).

Tujuh kepala kepolisian daerah itu adalah Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Pol Arief Sulistyanto, Kapolda Riau Brigjen Pol Dolly B Hermawan, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Saud Usman Nasution, Kapolda Kalimantan Selatan Brigjen Pol Machfud Arifin,  Kapolda Kalimantan Timur Brigjen Pol Andayono, Kapolda Kalimantan Tengah Brigjen Pol Bambang Hermanu, dan Kapolda Jambi Brigjen Pol Bambang Sudarisman.

Pada kesempatan itu, hadir pula mantan Kapolda Riau Brigjen Pol Condro Kirono, Kabareskrim Polri Komjen Pol Suhardi Alius, Direktur Tanaman Tahunan Ditjen Bun Kementerian Pertanian Herdrajat Natawidjaja, Asisten Deputi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Muhammad Yunus, perwakilan Kementerian Kehutanan, dan pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menurut Mas Achmad Santosa yang akrab disapa Ota, terdapat perbedaan basis data terkait kebakaran hutan dan lahan di lapangan, karena itu dalam koordinasi kali ini disepakati penggunaan data dari Karhutla Monitoring System (KMS) BP REDD+ yang akan diberikan secara reguler ke tujuh polda tersebut. Karhutla adalah kebakaran hutan dan lahan.

"Kapolda akan menunjuk siapa stafnya yang bertanggung jawab menggunakan data tersebut," ujar Ota.

Peran seorang pimpinan daerah sangat penting untuk mencegah, mengatasi, menyelesaikan masalah karhutla. Namun berdasarkan laporan para Kapolda, peran aktif pimpinan daerah dalam mengatasi karhutla sangat minim.

"Karena itu disepakati pula agar para Kapolda itu mendorong pimpinan daerah lebih responsif atasi karhutla. Tapi tidak hanya Polri, UKP4, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan KLH (Kementerian Lingkungan Hidup-red) juga diminta mendorong pimpinan daerah proaktif," katanya.

Selain itu, Ota mengatakan dengan ditemukannya titik api di lahan pemilik konsesi maka akan dilakukan patroli rutin untuk kawasan-kawasan yang rawan terjadi karhutla. Selain itu, Pemerintah Daerah harus lebih aktif mensosialisasikan kepada masyarakat untuk melakukan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB).

"Nah ini (sosialisasi PLTB) yang belum mereka (pemda) lakukan," ujar dia.

Peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sangat diperlukan untuk mengatasi karhutla, karenanya pemda diminta segera memberikan dukungan sarana dan prasarana. Ia juga mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)  harus sudah memberikan alur kerja mengatasi karhutla ke BPBD.

Pendekatan lewat berbagai jalan hukum atau multi-door, tidak hanya untuk pertangungjawaban perorangan tetapi juga korposasi tetap dilakukan terkait kasus hukum karhutla. Ia mengatakan sinergitas Kehakiman dan Kejaksaan dalam kasus karhutla menjadi hal yang perlu digaris bawahi.

Kesimpulan dari koordinasi, ia mengatakan juga mengharuskan Kementerian Kehutanan memberikan peta rawan kebakaran hutan dan lahan kepada kepolisian daerah, karena peran polda cukup instrumental di dalam penegakan hukum maupun hal lain terkait karhutla.

"BP REDD+ dan Polri akan lakukan pelatihan untuk atasi atau mengenali kejahatan hutan nanti, termasuk juga 'mutli-door' kejahatan korporasi," ujar dia.

Terakhir, Ota mengatakan koordinasi juga menyepakati agar Manggala Agni yang bekerja di bawah Kementerian Kehutanan tidak terbatas memadamkan api di kawasan hutan tetapi juga di luar kawasan mereka. Ada 1.716 anggota pasukan Manggala Agni yang siap menanggulangi karhutla di berbagai daerah.

Pewarta: Virna P Setyorini

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014