Pontianak (Antara Kalbar) - Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengkritik pengusaha perkebunan kelapa sawit yang dianggap kurang memperhatikan masyarakat sekitar dalam mengelola lahan.

"Di Kalbar, tidak ada yang menghambat. Kami hanya mengeluarkan peraturan daerah agar perusahaan konsisten terhadap petani plasma," kata Cornelis saat seminar sehari tentang "Kepastian dan Perlindungan Hukum Dalam Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Kalbar", di Pontianak, Rabu.

Ia melanjutkan, dalam beberapa kasus, ada perusahaan yang tidak membina petani plasma dengan baik. Kondisi itu membuat daerah perkebunan kerap menjadi kantong kemiskinan dan berpotensi menimbulkan konflik.

Selain itu, dalam pengelolaan lahan untuk perkebunan, pengusaha lebih banyak melihat dari dua aspek saja. Padahal, kata Cornelis, ada lima aspek yang harus diperhatikan.

"Pengusaha lebih banyak melihat dari aspek ekonomi dan hukum. Sementara ada aspek lain yakni sosial, adat dan politik," kata dia menegaskan.

Aparat, lanjut dia, juga jangan menjadi perpanjangan tangan dari perusahaan dalam meredam konflik. Ia mencontohkan di masa lalu, aparat digunakan untuk melaksanakan kebijakan perusahaan. "Investasi di sektor ini 90 tahun, jadi sepatutnya melibatkan masyarakat. Caranya, dengan berkomunikasi yang baik, semua masalah dapat diselesaikan," kata Cornelis.

Ketidakpatuhan terhadap peraturan daerah yang mengatur tentang plasma membuat masyarakat merasa diabaikan yang ujungnya dapat menimbulkan konflik. Mengenai perusahaan yang menggunakan cara membakar untuk membersihkan lahan, Cornelis tidak memungkiri itu. "Diam-diam perusahaan menyuruh rakyat untuk bakar lahan, ada yang seperti ini," katanya.

Perusahaan pun diharapkan tidak menggunakan jalan negara dalam mengangkut hasil kebun karena dapat merusaknya. "Satu biji sawit yang jatuh di jalan, dan dilindas kendaraan lain, dapat merusak jalan," kata dia. Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dapat menjadi wadah ketika anggotanya menghadapi masalah sehingga tidak menyelesaikan secara sendiri-sendiri.

Sementara Ketua Umum Gapki Joefly J Bachroeny mengatakan, meski sektor industri sawit menjadi motor perekonomian Indonesia, namun belum mendapat perhatian lebih pemerintah.

"Justru kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang memicu biaya tinggi," kata Joefly.

Ia meminta pemerintah lebih memperhatikan industri sawit agar tumbuh dan berkembang serta tidak mengeluarkan peraturan daerah yang merugikan.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014