Jakarta (Antara Kalbar) - Badan Pengawasan Obat dan Makanan siap mengeluarkan peraturan untuk mengawasi peredaran rokok elektronik yang mulai marak beberapa waktu terakhir.
"Dalam waktu dekat kami akan keluarkan regulasi. Tapi kami menunggu keputusan dari Kementerian Kesehatan dahulu, kami dapat amanah apa dari sana karena peraturannya muncul dari sana, kami operasional," kata Kepala BPOM Roy Sparringa di Jakarta, Kamis.
Kementerian Kesehatan kata Roy sedang menyiapkan peraturan menteri (permen) mengenai rokok elektronik yang diharapkan dapat secepatnya keluar sehingga dapat segera dilakukan pengawasan.
Peraturan itu, menurut dia, penting untuk segera dikeluarkan karena peredaran rokok elektronik semakin marak dan dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif.
"(Peraturan) Ini penting sekali karena bagaimanapun semakin marak peredarannya dan banyak persepsi yang salah, dibilang lebih aman dari rokok," ujar Roy.
Beberapa iklan juga menyebutkan bahwa rokok elektronik dapat digunakan sebagai alat untuk berhenti merokok namun dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa rokok elektronik itu juga menimbulkan dampak berbahaya dari bahan-bahan yang digunakan.
Selain nikotin, rokok elektronik juga mengandung bahan perasa yang jika diisap dapat berbahaya bagi kesehatan, meski aman jika dimakan.
Data Global Adult Tobacco Survey oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) pada 2011 menemukan bahwa 11 persen penduduk Indonesia tahu tentang rokok elektronik dan 0,3 persen adalah penggunanya.
Data pengguna pada remaja di Amerika Serikat tahun 2012 adalah 1,78 juta orang, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya 2011.
Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama juga menegaskan bahwa rokok elektronik tidak dapat digunakan sebagai alat untuk berhenti merokok karena kandungannya yang juga berbahaya.
"Saya tidak mengatakan bahwa rokok elektronik lebih buruk, sama buruk atau lebih baik dari rokok biasa tapi penelitian membuktikan bahwa rokok elektronik bukan produk yang aman bagi kesehatan," ujar Tjandra sebelumnya.
Produsen rokok elektronik itu kata Tjandra juga memperkenalkan rokok elektronik non-nikotin, hanya menggunakan perasa saja untuk pemula namun kemudian dimasukkan nikotin dan lama-lama kadar nikotinnya dinaikkan."Jadi seperti sengaja 'dilatih' jadi perokok," kata Tjandra.
Pada perokok yang mencoba rokok elektronik, biasanya mereka menghisap lebih dalam dan lebih cepat, untuk mendapat efek adiksi nikotin yang mereka biasa dapatkan.
Saat ini baru lima negara yang memiliki aturan ketat mengenai rokok elektronik sedangkan sisanya masih melakukan kajian dan menyiapkan peraturan termasuk Indonesia.
(A043/N. Yuliastuti)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Dalam waktu dekat kami akan keluarkan regulasi. Tapi kami menunggu keputusan dari Kementerian Kesehatan dahulu, kami dapat amanah apa dari sana karena peraturannya muncul dari sana, kami operasional," kata Kepala BPOM Roy Sparringa di Jakarta, Kamis.
Kementerian Kesehatan kata Roy sedang menyiapkan peraturan menteri (permen) mengenai rokok elektronik yang diharapkan dapat secepatnya keluar sehingga dapat segera dilakukan pengawasan.
Peraturan itu, menurut dia, penting untuk segera dikeluarkan karena peredaran rokok elektronik semakin marak dan dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif.
"(Peraturan) Ini penting sekali karena bagaimanapun semakin marak peredarannya dan banyak persepsi yang salah, dibilang lebih aman dari rokok," ujar Roy.
Beberapa iklan juga menyebutkan bahwa rokok elektronik dapat digunakan sebagai alat untuk berhenti merokok namun dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa rokok elektronik itu juga menimbulkan dampak berbahaya dari bahan-bahan yang digunakan.
Selain nikotin, rokok elektronik juga mengandung bahan perasa yang jika diisap dapat berbahaya bagi kesehatan, meski aman jika dimakan.
Data Global Adult Tobacco Survey oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) pada 2011 menemukan bahwa 11 persen penduduk Indonesia tahu tentang rokok elektronik dan 0,3 persen adalah penggunanya.
Data pengguna pada remaja di Amerika Serikat tahun 2012 adalah 1,78 juta orang, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya 2011.
Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama juga menegaskan bahwa rokok elektronik tidak dapat digunakan sebagai alat untuk berhenti merokok karena kandungannya yang juga berbahaya.
"Saya tidak mengatakan bahwa rokok elektronik lebih buruk, sama buruk atau lebih baik dari rokok biasa tapi penelitian membuktikan bahwa rokok elektronik bukan produk yang aman bagi kesehatan," ujar Tjandra sebelumnya.
Produsen rokok elektronik itu kata Tjandra juga memperkenalkan rokok elektronik non-nikotin, hanya menggunakan perasa saja untuk pemula namun kemudian dimasukkan nikotin dan lama-lama kadar nikotinnya dinaikkan."Jadi seperti sengaja 'dilatih' jadi perokok," kata Tjandra.
Pada perokok yang mencoba rokok elektronik, biasanya mereka menghisap lebih dalam dan lebih cepat, untuk mendapat efek adiksi nikotin yang mereka biasa dapatkan.
Saat ini baru lima negara yang memiliki aturan ketat mengenai rokok elektronik sedangkan sisanya masih melakukan kajian dan menyiapkan peraturan termasuk Indonesia.
(A043/N. Yuliastuti)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014