Pontianak (Antara Kalbar) - Ratusan guru PNS yang diterima melalui jalur Akta di Provinsi Kalimantan Barat gagal mengikuti proses sertifikasi seiring terbitnya Buku 1 Pedoman Tentang Penetapan Peserta Sertifikasi tahun 2015.
"Guru-guru ini berasal dari kualifikasi pendidikan S-1 non kependidikan seperti Teknik Sipil, Elektro, dan lainnya," kata Chandra, Guru Fisika di SMAN 1 Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Rabu.
Berdasarkan peraturan tersebut, mereka tidak dapat mengikuti sertifikasi karena ijazah yang digunakan tidak linier atau tidak kompeten untuk mengajar mata pelajaran fisika, matematika dan IPA.
"Padahal kami sudah diangkat oleh pemerintah melalui SK kepala daerah dengan surat dan bidang tugas mengajar mata pelajaran tersebut. Dan kami sudah mengajar hampir 10 tahun," kata Chandra alumni Teknik Sipil tahun angkatan 1997 itu. Di Kabupaten Mempawah, ada 31 guru yang akhirnya dinyatakan gagal untuk ikut seleksi selanjutnya."Kalau di Kalbar, infonya secara keseluruhan ada 600-an guru," kata Chandra.
Ia menambahkan, yang lebih membingungkan, pada tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, guru satu angkatan yang memiliki kualifikasi tidak linier pun dapat ditetapkan sebagai peserta sertifikasi. "Bahkan telah mendapatkan tunjangan profesi," katanya menegaskan.
Buku pedoman tersebut menyebutkan bahwa misalnya bagi lulusan teknik sipil seharusnya menjadi atau mengajar mata pelajaran teknik bangunan di SMK. Kemudian, bagi yang lulusan elektro mengajar mata pelajaran teknik pembangkit listrik dan jaringan listrik. "Tapi masalahnya tidak ada satu pun SMK yang ada di Kalbar atau di kabupaten yang membuka jurusan tersebut," ujarnya.
Ia menilai buku pedoman yang diterbitkan itu tidak sesuai dengan peraturan lainnya seperti UU No. 14 tahun 2005, PP No. 74 tahun 2008 serta Permendiknas Nomor 9 tahun 2010.
Berdasarkan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat (1), Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional, dan pada ayat (2) pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional pada ayat (1) tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang didapat melalui sertifikasi/pendidikan profesi.
Sebagai turunan dari UU No. 14 tahun 2005, Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, dimana pada PP tersebut disebutkan bahwa pada pasal 4 bahwa Program Sertifikasi Guru hanya diikuti oleh peserta didik yang memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV.
Di pasal 5 disebutkan pula kualifikasi akademik yang dimaksud pada pasal 4 ditunjukan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampu sesuai dengan standar nasional pendidikan. "Hal ini dapat ditafsirkan bahwa seorang guru wajib memiliki kualifikasi S-1/D-IV yang sesuai agar dapat memiliki kompetensi profesional untuk melaksanakan tugas mengajar pada mata pelajaran yang diampu," ujar Chandra yang diangkat sebagai guru pada tahun 2008.
Ia mengambil contoh untuk bidang fisika. Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Tahun 2015, disebutkan bahwa S-1/D-IV yang linier dengan bidang studi sertifikasi guru fisika adalah hanya S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika. "Padahal jika kritis melihat pada tabel bidang sertifikasi tersebut banyak juga diantaranya antara kualifikasi akademik yang tidak match bidang sertifikasinya," ungkap dia.
Akibat penetapan peserta sertifikasi sebagaimana yang dimaksud dalam buku 1 tersebut, guru yang tidak memiliki kualifikasi akademik yang sesuai dengan bidang sertifikasinya tidak dapat diikutkan dalam pendidikan profesi guru dalam jabatan tahun 2015. Sehingga berdasarkan pedoman buku 1 tersebut, akibatnya guru dalam jabatan yang tidak sesuai ijazah S-1-nya dengan bidang sertifikasinya tidak memiliki hak dan pengakuan berprofesi yang profesional sebagaimana yang dimaksud pada UU No. 14 tahun 2005 serta tidak dapat memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan profesi.
Aturan lain di pedoman penetapan sertifikasi yang juga bertentangan dengan PP No. 74 tahun 2008 Pasal 65 adalah disebutkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh tahun) sejak berlakunya UU No. 14 tahun 2005, Guru dalam jabatan yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV yang tidak sesuai dengan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau satuan pendidikan yang diampunya, keikutsertaannya dalam pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang diikutinya dilakukan berdasarkan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, dan/atau satuan pendidikan yang diampunya.
Solusinya, guru-guru yang gagal seleksi harus mengikuti pendidikan S-1 Kependidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diampu, atau berdasarkan PP 74 tahun 2008 pasal 5, guru mengikuti pendidikan dan uji kesetaraan dengan dibiayai oleh Pemerintah Daerah.
"Atau, mengajukan mutasi ke instansi teknis sebagai pegawai struktural lainnya sesuai dengan kualifikasi akademiknya," kata dia. Namun dampaknya, akan mengganggu kegiatan belajar mengajar karena guru akhirnya mengajukan mutasi ke satuan pendidikan yang sesuai atau instansi teknis lainnya. "Bukan tidak mungkin, melakukan gugatan secara hukum di pengadilan tata usaha negara," kata Chandra menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Guru-guru ini berasal dari kualifikasi pendidikan S-1 non kependidikan seperti Teknik Sipil, Elektro, dan lainnya," kata Chandra, Guru Fisika di SMAN 1 Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Rabu.
Berdasarkan peraturan tersebut, mereka tidak dapat mengikuti sertifikasi karena ijazah yang digunakan tidak linier atau tidak kompeten untuk mengajar mata pelajaran fisika, matematika dan IPA.
"Padahal kami sudah diangkat oleh pemerintah melalui SK kepala daerah dengan surat dan bidang tugas mengajar mata pelajaran tersebut. Dan kami sudah mengajar hampir 10 tahun," kata Chandra alumni Teknik Sipil tahun angkatan 1997 itu. Di Kabupaten Mempawah, ada 31 guru yang akhirnya dinyatakan gagal untuk ikut seleksi selanjutnya."Kalau di Kalbar, infonya secara keseluruhan ada 600-an guru," kata Chandra.
Ia menambahkan, yang lebih membingungkan, pada tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, guru satu angkatan yang memiliki kualifikasi tidak linier pun dapat ditetapkan sebagai peserta sertifikasi. "Bahkan telah mendapatkan tunjangan profesi," katanya menegaskan.
Buku pedoman tersebut menyebutkan bahwa misalnya bagi lulusan teknik sipil seharusnya menjadi atau mengajar mata pelajaran teknik bangunan di SMK. Kemudian, bagi yang lulusan elektro mengajar mata pelajaran teknik pembangkit listrik dan jaringan listrik. "Tapi masalahnya tidak ada satu pun SMK yang ada di Kalbar atau di kabupaten yang membuka jurusan tersebut," ujarnya.
Ia menilai buku pedoman yang diterbitkan itu tidak sesuai dengan peraturan lainnya seperti UU No. 14 tahun 2005, PP No. 74 tahun 2008 serta Permendiknas Nomor 9 tahun 2010.
Berdasarkan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat (1), Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional, dan pada ayat (2) pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional pada ayat (1) tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang didapat melalui sertifikasi/pendidikan profesi.
Sebagai turunan dari UU No. 14 tahun 2005, Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, dimana pada PP tersebut disebutkan bahwa pada pasal 4 bahwa Program Sertifikasi Guru hanya diikuti oleh peserta didik yang memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV.
Di pasal 5 disebutkan pula kualifikasi akademik yang dimaksud pada pasal 4 ditunjukan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampu sesuai dengan standar nasional pendidikan. "Hal ini dapat ditafsirkan bahwa seorang guru wajib memiliki kualifikasi S-1/D-IV yang sesuai agar dapat memiliki kompetensi profesional untuk melaksanakan tugas mengajar pada mata pelajaran yang diampu," ujar Chandra yang diangkat sebagai guru pada tahun 2008.
Ia mengambil contoh untuk bidang fisika. Buku 1 Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Tahun 2015, disebutkan bahwa S-1/D-IV yang linier dengan bidang studi sertifikasi guru fisika adalah hanya S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika. "Padahal jika kritis melihat pada tabel bidang sertifikasi tersebut banyak juga diantaranya antara kualifikasi akademik yang tidak match bidang sertifikasinya," ungkap dia.
Akibat penetapan peserta sertifikasi sebagaimana yang dimaksud dalam buku 1 tersebut, guru yang tidak memiliki kualifikasi akademik yang sesuai dengan bidang sertifikasinya tidak dapat diikutkan dalam pendidikan profesi guru dalam jabatan tahun 2015. Sehingga berdasarkan pedoman buku 1 tersebut, akibatnya guru dalam jabatan yang tidak sesuai ijazah S-1-nya dengan bidang sertifikasinya tidak memiliki hak dan pengakuan berprofesi yang profesional sebagaimana yang dimaksud pada UU No. 14 tahun 2005 serta tidak dapat memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan profesi.
Aturan lain di pedoman penetapan sertifikasi yang juga bertentangan dengan PP No. 74 tahun 2008 Pasal 65 adalah disebutkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh tahun) sejak berlakunya UU No. 14 tahun 2005, Guru dalam jabatan yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV yang tidak sesuai dengan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau satuan pendidikan yang diampunya, keikutsertaannya dalam pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang diikutinya dilakukan berdasarkan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, dan/atau satuan pendidikan yang diampunya.
Solusinya, guru-guru yang gagal seleksi harus mengikuti pendidikan S-1 Kependidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diampu, atau berdasarkan PP 74 tahun 2008 pasal 5, guru mengikuti pendidikan dan uji kesetaraan dengan dibiayai oleh Pemerintah Daerah.
"Atau, mengajukan mutasi ke instansi teknis sebagai pegawai struktural lainnya sesuai dengan kualifikasi akademiknya," kata dia. Namun dampaknya, akan mengganggu kegiatan belajar mengajar karena guru akhirnya mengajukan mutasi ke satuan pendidikan yang sesuai atau instansi teknis lainnya. "Bukan tidak mungkin, melakukan gugatan secara hukum di pengadilan tata usaha negara," kata Chandra menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015