Jakarta (ANTARA) - Direktur Advokasi Lembaga Riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Agung Pardini menyampaikan berdasarkan hasil riset pihaknya sebanyak 74 persen guru honorer masih digaji di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
"Kami menemukan berdasarkan hasil penelitian bahwa 74 persen guru di Indonesia yang honorer gajinya masih di bawah UMK terendah Indonesia, di Banjarnegara (Jawa Tengah), artinya apa, tidak lebih baik daripada buruh yang kadang-kadang buruh itu tidak mengandalkan pendidikan," katanya dalam diskusi "Bangga Jadi Guru?" untuk memperingati Hari Guru Nasional di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa.
Agung juga mengatakan jumlah guru honorer di Indonesia masih lebih banyak daripada guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Berdasarkan data dari portal pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Education Management System (Emis) Kementerian Agama (Kemenag), kata dia, guru berstatus honorer di Indonesia sebesar 56 persen.
"Berapa jumlah guru honor sebenarnya di Indonesia? Jarang lah kita mencari datanya, berapa jumlah guru yang ada di Indonesia? Coba kita cek lagi, jadi, kalau versi pemerintah, guru honorer adalah guru yang hanya mengajar di sekolah negeri yang belum ASN, itu namanya guru honorer. Tetapi kalau guru honorer yang sering kita pakai, di kepala kita, itu ya yang belum ASN itu, nah itu ternyata jumlahnya 2,6 juta orang atau 56 persen dari total 3,7 juta orang," ujarnya.
Agung juga menyatakan sumber gaji bagi guru honorer saat ini masih ditopang oleh Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Hasil simulasi kami menunjukkan bahwa gaji guru honorer hanya ditopang oleh 50-60 persen Dana BOS, maka secara nasional rata-rata gaji guru honorer SD adalah Rp1,2 juta; SMP Rp1,9 juta; SMA Rp2,7 juta, SMK Rp3,3 juta," paparnya.
Sedangkan untuk gaji honorer Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau setingkat SD yakni Rp780 ribu, Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SMP yakni Rp785 ribu, dan Madrasah Aliyah atau setingkat SMA yakni Rp984 ribu.
"Bahkan di banyak wilayah kabupaten/kota masih terdapat guru honorer yang memperoleh gaji kurang dari Rp500ribu," ucap Agung.
Untuk itu, ia menyarankan beberapa rekomendasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Pertama, perbaikan dan pemadanan data dengan benar dan akurat.
"Jangan sampai tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah untuk meminimalisir miskomunikasi dan mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan cepat," katanya.
Rekomendasi kedua, dalam jangka pendek pentingnya daerah merujuk kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk mengangkat seluruh guru honorer menjadi guru berstatus Kontrak Kerja Individu (KKI).
Rekomendasi ketiga, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, menurutnya perlu ada pendampingan yang bertujuan meningkatkan kualitas guru honorer dan menjaga semangat mereka untuk menjadi pendidik dalam bentuk penguasaan teknologi, kurikulum, dan mengembangkan keterampilan pengajaran inovatif.