Sanggau (Antara Kalbar) - Sebuah lanting sederhana tampak terapung di tepian Sungai Kapuas di Dusun Sebongkup, Desa Nanga Biang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau. Beratap seng tipis dan sebagian dindingnya tertutup kayu dan terpal, di situlah Jaenah, seorang perempuan berusia 67 tahun, bertempat tinggal.
    
Raut muka yang lelah serta guratan yang terlihat, seolah menunjukkan betapa berat perjuangan hidup Su Jek, panggilan akrab wanita yang hidup sebatang kara itu.
   
Menurut Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Nanga Biang, Abasman Sopianto, wanita tua itu tidak mempunyai kerabat terdekat lagi. Selain itu, wanita tersebut belum pernah menikah dan selama ini tinggal berpindah-pindah dari warga satu ke yang lainnya.
    
"Ya, Su Jek ini memang hidup sebatang kara, tak pernah sama sekali mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selama ini, untuk makan dan minum, kami gantian satu dusun ini biasa nya memberikan kepada nya," ujar Abasman. Abasman berharap, melihat mirisnya nasib wanita tua itu, hendaknya ada perhatian dari pemerintah. "Kita berharap pemerintah peduli lah dengan kondisi Su Jek ini," pintanya.
    
Saat berkunjung ke Dusun Sebongkup pekan lalu, Su Jek lebih banyak diam ketika mendengar canda yang dilontarkan ibu-ibu yang tengah duduk di sebuah bangku kayu, tak jauh dari tempatnya tinggal. Selama ini, Su Jek makan dan minum bergantung dengan belas kasihan warga setempat.  
    
Jika malam hari, lanting tempat Su Jek bakal gelap gulita tanpa lampu. Ia tidurpun hanya beralaskan plastik terpal tanpa kasur. Lanting yang ditempati wanita yang disapa Su Jek itu merupakan pemberian salah seorang warga setempat. Selama ini, wanita tua ini hidup dengan kondisi serba terbatas dan kekurangan.
    
Lanting itu mengapung karena ada bambu yang disusun dan diikat di bagian bawahnya. Sedangkan pintu lanting hanya bertutupkan terpal biru saja. Fisik Su Jek yang kurus kering, karena ia sangat mengandalkan asupan dari warga sekitar.
    
Sehari-hari wanita tua ini, paling-paling hanya naik ke daratan untuk bercengkarama dengan warga setempat.
   
 Untuk mencapai daratan, wanita tua ini harus mengesot atau merangkak dan tak bisa berdiri tegak, karena harus melalui titian yang terbuat dari dua keping papan.
    
Selain itu, takut jika tiba-tiba ada gelombang besar dari motor air atau kapal yang melintas di di Sungai Kapuas, wanita tua itu bisa tercebur ke sungai.
    
Bahkan, sering wanita tua ini tidak makan, karena warga di dusun itu sibuk mengurusi pekerjaan keseharian mereka.

Pewarta: M Khusyairi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015