Pontianak (Antara Kalbar) - CEO Perkebunan Sinar Mas Wilayah Kalbar Susanto menyatakan, isu-isu yang beredar bahwa perkebunan sawit telah merusak lingkungan hidup tidak semuanya benar.

"Isu negatif tentang sawit sengaja digembar-gemborkan oleh pesaingnya. Padahal fakta di lapangan perkebunan sawit cukup ramah lingkungan dalam mengembangkan perkebunan, karena izin perkebunan diberikan kepada perusahaan pada Areal Penggunaan Lain (APL) dan arealnya memang sudah tidak produktif lagi," kata Susanto di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan, kalaupun ada perusahaan sawit yang belum memperhatikan lingkungan sekitarnya, jumlahnya tidak banyak, tetapi jangan dipukul rata kalau semua perkebunan sawit menyebabkan kerusakan lingkungan, pemicu perubahan iklim, atau menyebabkan kekeringan, padahal tidak.

"Tetapi yang pasti sawit adalah komoditas ekspor non-Migas yang paling besar saat ini. Industri ini juga menyerap tenaga kerja paling besar, yang mampu menyerap tenaga kerja secara langsung sekitar empat juta orang, atau tidak langsung sekitar 15 juta orang," ungkapnya.

Susanto menambahkan, perkebunan sawit juga bisa disebut agen pembangunan, karena dimana perkebunan sawit dibuka, pasti akan membuka isolasi daerah dengan membuat jalan yang sebelumnya tidak ada. Selain itu, kehadiran perkebunan sawit berdampak pada menggeliatnya perekonomian lokal.

"Contohnya perekonomian masyarakat di Kecamatan Suhaid dan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, yang kini sangat berkembang apabila dibanding lima tahun lalu, sebelum dibukanya perkebunan sawit," ungkapnya.

Memang menurut dia, tidak bisa dipungkiri bahwa dampak negatif dari pengembangan sawit pasti ada. Untuk itu Susanto mengajak semua pihak untuk memperbaiki kekurangan tersebut, demi peningkatan perekonomian masyarakat daerah.

"Dulu kita penghasil gula, karena diserang pelan-pelan kini Indonesia malah menjadi pengimpor gula terbesar. Begitu juga sawit yang diserang secara pelan-pelan, sehingga perlu diantisipasi bersama-sama," katanya.

Sekarang ini, menurut Susanto, yang tersisa dan perlu dijaga adalah sektor perkebunan sawit, meskipun sekarang harga CPO-nya jatuh, tetapi tetap bisa bertahan, sehingga ekonomi masyarakat sawit tidak terlalu anjlok.

"Dulu selain karet, ada tambang emas, sekarang sudah turun,sehingga andalan Kalbar saat ini adalah sawit. Saat ini, sawit dan karet bisa dibilang menjadi tulang punggung ekonomi Kalbar, sehingga butuh peran media dalam memberitakan hal-hal yang benar, yang positif diangkat, sementara yang negatif bisa dikritisi," katanya.

Sementara itu, Sustainability Division Head PT SMART Tbk, Haskarlianus Pasang menambahkan, tuduhan pihak luar terhadap industri sawit Indonesia secara umum ada tiga, yakni sawit dianggap penyebab deforestasi (penggundulan hutan), membunuh orangutan dan merampas lahan masyarakat.

"Padahal kita tahu bahwa izin perkebunan sawit diberikan pemerintah di APL. Terkait orang utan, pertanyaan sederhana untuk kita semua adalah apakah masih ada orang utan ketika perusahaan menerima izin di APL?. Sedangkan tuduhan perampasan lahan masyarakat, mungkin ada oknum yang melakukannya, tetapi tidak lantas semua perusahaan sawit dituding merampas lahan dan hak masyarakat," ujarnya.

Karena isu-isu tersebut muncul berulang-ulang, menurut dia sehingga terbentuk semacam opini publik, khususnya di luar negeri bahwa sawit itu merusak lingkungan, dampak sosialnya jelek, tanpa melihat secara seimbang apa yang terjadi di lapangan dan dalam konteks pembangunan Indonesia.

Ia kemudian mengajak media untuk melaksanakan fungsinya menampilkan informasi berdasarkan fakta dan juga mengedukasi publik, khususnya bagaimana membangun industri sawit nasional yang berkelanjutan.

Sebelumnya Pejabat Sementara Bank Kalimantan Barat Cabang Semitau, Niz'am menyatakan masuknya perkebunan sawit di Kecamatan Semitau dan Suhaid, Kabupaten Kapuas Hulu dalam beberapa tahun terakhir, telah menunjukkan peningkatan perekonomian masyarakat kedua kecamatan itu.

"Secara umum dengan masuknya beberapa perusahaan sawit di Kecamatan Semitau dan Suhaid telah menunjukan peningkatan perekonomian masyarakat di kedua kecamatan itu, baik dari segi daya beli maupun pemukiman penduduksemakin berkembang" kata Niz'am.

Ia menjelaskan peningkatan perekonomian masyarakat Semitau dan Suhaid bisa dilihat dari perputaran uang di Bank Kalbar Cabang Simtau per harinya yang mencapai Rp4 - 5 miliar.

"Apalagi mereka (karyawan perkebunan sawit) Sinar Mas Grup, misalnya menerima gaji melalui jasa kami, yang sebanyak dua kali, yakni gaji besar dan gaji kecil. Yang kemudian dananya kembali lagi ke Bank Kalbar melalui tabungan," katanya.

Menurut dia, dana atau perputaran uang di Bank Kalbar Cabang Semitau sebagian besar dari masyarakat, bukan dari pemerintah daerah, seperti di tempat lainnya. "Sehingga untuk mengelola uang yang ada, kami jarang meminta bantuan ke bank lainnya," katanya.

Dalam kesempatan itu, Niz'am menambahkan, dengan perputaran uang sebesar Rp 4-5 miliar per harinya untuk tingkat kecamatan jumlahnya cukup besar. Hal itu tidak terlepas dari perkembangan perkebunan sawit, penangkaran arwana dan karet.

"Sekarang hasil tangkap nelayan dan karet turun, tetapi bisa didongkrak dengan pertumbuhan sawit.  Inikan rata-rata sawit masih buah pasir, kalau 10 tahun ke depannya, prediksi saya akan lebih besar lagi," katanya.

Sementara itu, Budi pemilik toko Setia Budi di Semitau juga mengatakan dalam tiga tahun terakhir daya beli masyarakat di Kecamatan Semitau mengalami peningkatan dibanding sebelum adanya perkebunan sawit di daerahnya.

 "Sekarang omset saya, per harinya bisa mencapai seratusan juta rupiah, atau meningkat jauh dibanding tiga tahun lalu yang di bawah sepuluh juta per harinya," katanya.

Pasar di Kecamatan Semitau, menurut dia akan ramai ketika masyarakat yang bekerja di sektor perkebunan sawit gajian. "Mereka (pekerja sawit) dalam sebulan menerima gaji dua kali, yakni yang disebut gaji besar dan gaji kecil," ungkapnya.

Menurut dia, kalau dampak dari majunya penangkaran ikan arwana tidak terlalu banyak pengaruhnya pada masyarakat luas, karena usaha itu, hanya bagi orang-orang tertentu atau yang punya modal saja, berbeda dengan perkebunan sawit dan karet yang hampir merata.

Pewarta: Andilala

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015