Jakarta (Antara Kalbar) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan hukuman kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak bukan yang utama melainkan hanya tambahan saja.

"Hukuman kebiri hanya tambahan, selain hukuman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," kata Susanto melalui siaran pers diterima di Jakarta, Jumat.

Susanto mengatakan tanggapan Presiden Joko Widodo yang menerima usulan KPAI untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang hukuman kebiri merupakan langkah positif dan merupakan bentuk komitmen negara dalam melindungi anak.

Menurut Susanto, pengungkapan kasus dan perlindungan anak dari kejahatan seksual tidak mudah. Setidaknya ada beberapa hal yang membuat kejahatan seksual terhadap anak menjadi sulit diungkap.

"Sebagian keluarga korban tidak mau melaporkan kasusnya karena malu. Mereka menutup-nutupi kasusnya karena menganggap itu merupakan cara yang terbaik," tuturnya.

Kalaupun ada keluarga korban yang ingin melaporkan, tetapi tidak sedikit yang tidak tahu kemana harus melapor. Ada pula yang tidak melapor karena tidak ada layanan hukum atau layanan perlindungan anak di lokasi terdekat.

"Sebagian keluarga korban enggan melaporkan kasusnya ke pihak kepolisian karena ada kendala geografis. Korban di pelosok desa, atau di pedalaman, jauh dari layanan layanan unit PPA polres, bisa menjadi kendala kasus tak terungkap dan tak tertangani," katanya.

Bila pun keluarga korban melaporkan pun, sering kali mereka kesulitan ketika diminta saksi fakta. Padahal, menurut Susanto, kasus kejahatan seksual jarang ada saksi fakta. Itu yang membuat korban seringkali kurang mendapatkan keadilan.

"Ada pula penanganan kasus kejahatan seksual yang berhenti karena beberapa pihak mengehendaki mediasi. Padahal mediasi bukan solusi keadilan, justru akan melemahkan korban dan membuat masyarakat permisif dengan kejahatan seksual," tuturnya.

Kalaupun kemudian kejahatan seksual berhasil diungkap dan dibawa ke pengadilan, seringkali pelaku mendapat hukuman ringan karena lemahnya alat buktinya. Padahal korbannya ada dan membutuhkan keadilan.

"Selain itu, korban kejahatan seksual seringkali tidak mendapatkan rehabilitasi secara tuntas. Akibatnya menimbulkan dampak psikis dalam waktu yang cukup lama," kata Susanto.

Di pihak lain, seringkali pelaku hanya mendapatkan pidana penjara, padahal pelaku juga perlu direhabilitasi supaya tidak mengulangi perbuatannya.

(D018/E.S. Syafei)

Pewarta: Dewanto Samodro

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015