Ketapang (Antara Kalbar) - Gani (60) mungkin hanya sedikit dari segelintir orang yang mampu bertahan dengan kerja yang sederhana. Berpuluh-puluh tahun ia bekerja sebagai pembuat atap dari daun nipah.
Cara kerja Pak Gani ini terbilang cukup sederhana. Nipah hanya dianyam menggunakan tangan. Selanjutnya dililitkan menggunakan bemban (sejenis tali dari bambu) ke sebatang bambu. Setelah dikeringkan, nipah pun siap digunakan. Setiap lembar atap nipah dapat bertahan 2 - 3 tahun.
Meski permintaan atap nipah semakin turun, namun Gani yakin masih ada yang membutuhkan.
"Beginilah kehidupan kami, dari pagi sampai sore, menganyam nipah. Lumayanlah untuk membantu kebutuhan keluarga. Satu hari kadang bisa Rp50 ribu, itu pun tergantung orderan. Tetapi kami di sini biasanya cuma dapat Rp25ribu -Rp30 ribu. Sementara satu lembar atap daun nipah dihargai Rp3000," ujarnya.
Pak Gani adalah satu dari puluhan warga di daerah Mulia Kerte ini yang punya keahlian menganyam nipah. Keahlian ini mereka peroleh secara turun-temurun. Sehingga jangan heran kalau membuat atap nipah menjadi mata pencarian utama masyarakat setempat. Meskipun penghasilan pas-pasan, namun datangnya permintaan atap nipah setidaknya memberikan secercah harapan bagi pelaku usaha kecil ini.
"Kami di daerah sini mulai dari kecil sudah belajar membuat nipah sampai kami pandai hingga saat ini. Kepandaian kami ini dari ayah dan ibu, terus menurun ke anak dan cucu. Kalau dapat oderan dari pembeli, saya pun mulai kerja dengan anggota saya yang lain," ujar dia.
Nipah-nipah yang sudah jadi dan siap digunakan, biasanya sudah dipesan si pemilik. Orderan yang datang satu minggu sekali ini dikumpulkan dan dibawa ke sejumlah daerah yang membutuhkan.
Secara umum atap nipah terbuat dari bahan tumbuhan nipah, yang sering djumpai, di kawasan pinggiran sungai di Kalimantan yang berdekatan dengan bibir pantai. Masa lalu atap nipah selalu digunakan sebagai satu-satunya sarana penutup atap rumah dari panas dan hujan. Terutama masyarakat yang bermukim di perkampungan. Setiap satu lembar atap nipah biasanya mempunyai panjang kira-kira 1,5 meter hingga 1,8 meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
Cara kerja Pak Gani ini terbilang cukup sederhana. Nipah hanya dianyam menggunakan tangan. Selanjutnya dililitkan menggunakan bemban (sejenis tali dari bambu) ke sebatang bambu. Setelah dikeringkan, nipah pun siap digunakan. Setiap lembar atap nipah dapat bertahan 2 - 3 tahun.
Meski permintaan atap nipah semakin turun, namun Gani yakin masih ada yang membutuhkan.
"Beginilah kehidupan kami, dari pagi sampai sore, menganyam nipah. Lumayanlah untuk membantu kebutuhan keluarga. Satu hari kadang bisa Rp50 ribu, itu pun tergantung orderan. Tetapi kami di sini biasanya cuma dapat Rp25ribu -Rp30 ribu. Sementara satu lembar atap daun nipah dihargai Rp3000," ujarnya.
Pak Gani adalah satu dari puluhan warga di daerah Mulia Kerte ini yang punya keahlian menganyam nipah. Keahlian ini mereka peroleh secara turun-temurun. Sehingga jangan heran kalau membuat atap nipah menjadi mata pencarian utama masyarakat setempat. Meskipun penghasilan pas-pasan, namun datangnya permintaan atap nipah setidaknya memberikan secercah harapan bagi pelaku usaha kecil ini.
"Kami di daerah sini mulai dari kecil sudah belajar membuat nipah sampai kami pandai hingga saat ini. Kepandaian kami ini dari ayah dan ibu, terus menurun ke anak dan cucu. Kalau dapat oderan dari pembeli, saya pun mulai kerja dengan anggota saya yang lain," ujar dia.
Nipah-nipah yang sudah jadi dan siap digunakan, biasanya sudah dipesan si pemilik. Orderan yang datang satu minggu sekali ini dikumpulkan dan dibawa ke sejumlah daerah yang membutuhkan.
Secara umum atap nipah terbuat dari bahan tumbuhan nipah, yang sering djumpai, di kawasan pinggiran sungai di Kalimantan yang berdekatan dengan bibir pantai. Masa lalu atap nipah selalu digunakan sebagai satu-satunya sarana penutup atap rumah dari panas dan hujan. Terutama masyarakat yang bermukim di perkampungan. Setiap satu lembar atap nipah biasanya mempunyai panjang kira-kira 1,5 meter hingga 1,8 meter.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015