Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, pemerintah harus berhati-hati dalam menyikapi harga minyak dunia.
"Harga minyak dunia sangat anomali. Jika tiga bulan yang lalu rata-rata bertengger pada posisi 28 dolar AS hingga 34 dolar AS/barrel, maka saat ini perlahan-lahan telah merangkak naik mendekati posisi 41 dolar AS," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, demi kepentingan orang banyak, pemerintah tidak harus terpaku dengan formula harga yang sudah ditetapkannya yang akan mengkoreksi harga jual BBM turun atau naik setidaknya tiga bulan sekali dengan menggunakan acuan harga rata-rata mops dan kurs rupiah terhadap dolar AS di tiga bulan terakhir.
"Jika pemerintah terpaku pada ketentuan dan formula harga yang telah ditetapkannya, maka pada tiga bulan ke depan pemerintah harus konsisten menaikan kembali harga jual BBM. Dan hal ini ketika dilakukan pasti menimbulkan beban bagi rakyat di negeri ini, karena disaat itu masyarakat akan menghadapi puasa Ramadha, hari Raya Idul Fitri, Idul adha dan jelang Natal," ungkapnya.
Menurut dia, konsistensi pemerintah akan berdampak memberatkan beban masyarakat, karena itulah lebih dibutuhkan kebijaksanaan yang tepat dari pemerintah.
"Karenanya, pemerintah sebaiknya tidak menurunkan harga jual BBM sebagaimana ditetapkan dalam formula harga yang sudah disepakati dengan pihak Senayan. Penurunan harga BBM dalam jumlah signifikan katakan sebesar Rp1.000 /liter sekalipun tidak akan membuat harga harga kebutuhan pokok turun. Bahkan tarif angkutanpun belum tentu turun sebagaimana yang diharapkan rakyat,
Artinya penurunan harga dengan besaran yang harus mengacu kepada rata-rata harga minyak dunia di tiga bulan terakhir, tidak akan memberi manfaat besar bagi lapisan besaran masyarakat," katanya.
Baik masyarakat biasa maupun para pengusaha dinegeri ini lebih butuh adanya stabilititas harga. Masyarakat lebih butuh kepastian harga yang mampu membuktikan bahwa harga jual BBM tidak turun naik seperti "yoyo" yang hanya bermanfaat besar bagi pemainnya saja, katanya.
"Pemerintah lebih baik membuat tabungan dari hasil selisih harga jual ketika harus turun tetapi tidak diturunkan sesuai acuan formula harga. Keuntungan yang diperoleh karena turunnya harga minyak dunia lebih baik dimanfaatkan sebagai anggaran cadangan untuk antisipasi ketika harga minyak naik tetapi harga jual BBM tidak dinaikan," kata Sofyano.
Selisih harga itu harusnya bisa pula dipergunakan untuk mendukung ketahanan enerji nasional. Ketahanan enerji daerah perlu pula mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dengan membangun infrastuktur energi di daerah dengan menggunakan dana stabilitasi yang diperoleh dari hasil tidak menurunkan sepenuhnya harga jual BBM tersebut.
"Karenanya jika pemerintah akan melaksanakan penurunan harga jual BBM per 1 april 2016 mendatang, maka saya menyarankan penurunan harga jual BBM tidak lebih dari Rp500 /liter," ujar Direktur Puskepi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Harga minyak dunia sangat anomali. Jika tiga bulan yang lalu rata-rata bertengger pada posisi 28 dolar AS hingga 34 dolar AS/barrel, maka saat ini perlahan-lahan telah merangkak naik mendekati posisi 41 dolar AS," kata Sofyano Zakaria saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, demi kepentingan orang banyak, pemerintah tidak harus terpaku dengan formula harga yang sudah ditetapkannya yang akan mengkoreksi harga jual BBM turun atau naik setidaknya tiga bulan sekali dengan menggunakan acuan harga rata-rata mops dan kurs rupiah terhadap dolar AS di tiga bulan terakhir.
"Jika pemerintah terpaku pada ketentuan dan formula harga yang telah ditetapkannya, maka pada tiga bulan ke depan pemerintah harus konsisten menaikan kembali harga jual BBM. Dan hal ini ketika dilakukan pasti menimbulkan beban bagi rakyat di negeri ini, karena disaat itu masyarakat akan menghadapi puasa Ramadha, hari Raya Idul Fitri, Idul adha dan jelang Natal," ungkapnya.
Menurut dia, konsistensi pemerintah akan berdampak memberatkan beban masyarakat, karena itulah lebih dibutuhkan kebijaksanaan yang tepat dari pemerintah.
"Karenanya, pemerintah sebaiknya tidak menurunkan harga jual BBM sebagaimana ditetapkan dalam formula harga yang sudah disepakati dengan pihak Senayan. Penurunan harga BBM dalam jumlah signifikan katakan sebesar Rp1.000 /liter sekalipun tidak akan membuat harga harga kebutuhan pokok turun. Bahkan tarif angkutanpun belum tentu turun sebagaimana yang diharapkan rakyat,
Artinya penurunan harga dengan besaran yang harus mengacu kepada rata-rata harga minyak dunia di tiga bulan terakhir, tidak akan memberi manfaat besar bagi lapisan besaran masyarakat," katanya.
Baik masyarakat biasa maupun para pengusaha dinegeri ini lebih butuh adanya stabilititas harga. Masyarakat lebih butuh kepastian harga yang mampu membuktikan bahwa harga jual BBM tidak turun naik seperti "yoyo" yang hanya bermanfaat besar bagi pemainnya saja, katanya.
"Pemerintah lebih baik membuat tabungan dari hasil selisih harga jual ketika harus turun tetapi tidak diturunkan sesuai acuan formula harga. Keuntungan yang diperoleh karena turunnya harga minyak dunia lebih baik dimanfaatkan sebagai anggaran cadangan untuk antisipasi ketika harga minyak naik tetapi harga jual BBM tidak dinaikan," kata Sofyano.
Selisih harga itu harusnya bisa pula dipergunakan untuk mendukung ketahanan enerji nasional. Ketahanan enerji daerah perlu pula mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dengan membangun infrastuktur energi di daerah dengan menggunakan dana stabilitasi yang diperoleh dari hasil tidak menurunkan sepenuhnya harga jual BBM tersebut.
"Karenanya jika pemerintah akan melaksanakan penurunan harga jual BBM per 1 april 2016 mendatang, maka saya menyarankan penurunan harga jual BBM tidak lebih dari Rp500 /liter," ujar Direktur Puskepi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016