Transaksi pembayaran dewasa ini semestinya semakin praktis, jika hendak belanja dan konsultasi kesehatan ke dokter cukup dengan berbekal kartu debit/kredit karena sudah tersedia mesin-mesin autodebet atau Electronic Data Capture (EDC).

Itu harapannya. Namun pada kenyataannya, tidak banyak tempat perbelanjaan atau pun ruang pelayanan kesehatan di klinik atau tempat praktik dokter menyiapkan fasilitas non-tunai. Sehingga urusan bayar membayar secara tunai masih harus terjadi.

Di sisi lain, Bank Indonesia juga telah meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada Agustus 2014. Gerakan penggunaan transaksi non tunai, menurut situs resmi GNNT, dilakukan untuk keamanan dan kenyamanan masyarakat. Selain itu, mendukung upaya pencegahan korupsi, pencucian uang, dan pembiayaan terorisme.

GNNT merupakan program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat melalui praktik penggunaan fasilitas non tunai uang elektronik secara langsung. Dengan harapan, pengguna menjadi terbiasa dan mulai merasa nyaman bertransaksi non tunai.

Namun untuk menerapkan, ternyata tidak mudah. Beberapa pemerintah daerah belum melaksanakan dengan optimal. Misalnya saja di Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Kota berpenduduk sekitar 554 ribu jiwa, ternyata belum benar-benar menerapkan sistem pembayaran non tunai dalam berbagai aktivitas, baik perdagangan maupun jasa.

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji pada minggu pertama Juni 2016, mengatakan GNNT di Pontianak hingga kini belum optimal karena belum siap dari segi peralatannya.

"Kami sebenarnya sudah siap menerapkan gerakan non tunai, tetapi malah pihak perbankan yang belum siap, sehingga belum optimal," kata Sutarmidji di Pontianak, awal pekan ini.

Pembayaran non tunai sampai saat ini baru bisa dilakukan di Alfamart, Indomaret dan di mal-mal atau pun supermarket. Dalam artian di toko-toko modern. Sedangkan di pasar tradisional, seperti Flamboyan, belum bisa dilakukan, karena tidak ada mesin autodebet.

"Kami sudah gencar melakukan sosialisasi terkait GNNT, tetapi memang terbentur tidak adanya peralatan. Harusnya di pasar-pasar tradisional disiapkan peralatan untuk transaksi non tunai oleh pihak perbankan," kata dia lagi.

Pemkot Pontianak dan Bank Indonesia sendiri, menurut dia sudah menandatangani nota kesepahaman elektronifikasi transaksi keuangan untuk memaksimalkan program GNNT di Pontianak pada tahun 2015.

"Gerakan non tunai ini sudah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meminimalkan pencetakan uang tunai. Makanya, kami sangat mendukung program ini dan juga sudah melakukan kerja sama dengan beberapa bank untuk melaksanakan program ini," katanya menjelaskan.

Sementara Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya mengatakan Pemprov ikut mendorong upaya BI dalam menjalankan program GNNT di Kalbar dengan memfokuskan sosialisasi pada PNS setempat.

"Memang untuk program tersebut bukan berada di ranah Pemda, tetapi dijalankan oleh BI. Tapi kita juga bisa membantu prosesnya agar lebih lancar seperti upaya untuk menekan inflasi yang dilakukan dengan baik bersama BI selama ini," kata Christiandy.

Dia mengatakan, jika memang BI sudah memiliki semua perangkat untuk menjalankan program itu, pihaknya akan mendukung penuh, bahkan hal itu bisa diterapkan dan dimulai dari PNS.

"Program GNNT ini menurut saya jauh lebih aman daripada menggunakan uang fisik seperti yang kita lakukan selama ini. Tanpa disadari sebenarnya selama ini kita juga sudah melakukan gerakan non tunai, dimana untuk gaji seluruh PNS Kalbar juga sudah melalui transfer bank, makanya jika ini diterapkan saya rasa tidak masalah dan kita siap untuk itu," tuturnya.

Selain itu, kata dia, saat ini belanja online sudah terjadi secara massif dan menjadi gaya hidup masyarakat. Kondisi itu menunjukkan gerakan non tunai sudah bisa berjalan dengan baik.

"Dengan gerakan non tunai ini tentu banyak manfaat yang bisa kita dapatkan seperti negara bisa menghemat pembelian kertas untuk pembuatan uang. Dan bagi masyarakat, tidak perlu lagi khawatir uangnya hilang jika disimpan di rumah, atau khawatir dirampok saat di jalan," katanya.



Sosialisasi maksimal



Sementara itu, Kepala Bank Indonesia perwakilan Kalimantan Barat, Dwi Suslamanto mengatakan terus memaksimalkan sosialisasi GNNT kepada masyarakat Kalbar dengan menggandeng berbagai pihak terkait. BI terus mengandalkan program GNNT untuk menggenjot pertumbuhan e-money atau uang elektronik. Sebab, pertumbuhan transaksi elektronik domestik ternyata belum diikuti penggunaan uang elektronik.

"Padahal, transaksi non tunai baik menggunakan kartu debit, kartu kredit, maupun uang elektronik sangat bermanfaat karena akan membuat sistem keuangan menjadi lebih efisien. Oleh sebab itu, BI sebagai regulator sistem pembayaran akan terus mendorong gerakan non tunai khususnya pada uang elektronik," kata Dwi.

Dia mengungkapkan, dengan transaksi non tunai, negara dapat mengurangi penggunaan uang kartal sehingga lebih efisien dan menghemat anggaran untuk percetakan dan penyimpanan uang. BI juga meyakini, apabila memakai transaksi non tunai, pembayaran bisa dilakukan secara lebih aman, lebih praktis, dan lebih efisien.

Bahkan tidak hanya untuk transaksi ritel, transaksi non tunai juga diharapkan dapat diaplikasikan dalam berbagai aktivitas penggunaan uang negara baik APBN maupun APBD.

Menurut Dwi lagi, transaksi non tunai sudah terlaksana secara luas, kementerian juga sudah hampir semua yang melakukan pembayaran non tunai.

"Pemerintah juga sudah memberikan anggaran besar untuk masyarakat yang kurang beruntung. Sekitar 35 persen dari anggaran untuk bantuan seperti sekolah, rumah sakit dan sebagainya. Transaksi non tunai juga meningkatkan akuntabilitas dan kita sama-sama berusaha untuk mencegah korupsi," kata dia.

Hingga akhir 2015, lanjut Dwi, nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp5,2 triliun, atau meningkat dibandingkan posisi pada September lalu Rp4,3 triliun. "Kita harapkan masyarakat bisa semakin dekat dengan transaksi non tunai agar berbagai target yang kita inginkan bisa tercapai," katanya.

Sementara Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan Kalbar, Asep Ruswandi mengatakan pihaknya mendorong lembaga perbankan di Kalbar untuk menerapkan GNNT.

Menurut dia, untuk penerapan GNNT, sepenuhnya merupakan kewenangan BI. Baik untuk sosialisasi, penerapan maupun pengawasan sepenuhnya dilakukan Bank Indonesia. "OJK tidak memiliki wewenang di situ," ujarnya.

Namun OJK berupaya mendorong perbankan menyukseskan program pemerintah tersebut. "Kembali lagi wewenang kita tidak bisa langsung menyosialisasikan kepada masyarakat. Kita hanya mendorong perbankan," katanya menjelaskan.

Sementara untuk penerapan, Asep menilai secara pribadi sudah ada peningkatan yang signifikan. Hampir semua toko modern baik mal maupun supermarket, SPBU dan beberapa tempat pembayaran sudah menerapkan GNNT.

"Namun secara kasat mata antara infrastruktur untuk GNNT terhadap kebutuhan, memang fasilitas itu minim dan perlu didorong dan peningkatan oleh perbankan," kata dia menambahkan.

Menurut ia lagi, untuk penerapan GNNT ada baiknya semua pihak berperan termasuk pucuk pimpinan baik dari swasta maupun pemda. Karena upaya itu akan jauh lebih efektif.

"Soal ini harus didorong pimpinan seperti general manajer, bupati dan lainnya agar semua mensukseskan GNNT. Transaksi non tunai ini sangat baik terutama soal keamanan, kecepatan, dan mempermudah pemerintah memantau transaksi masyarakat," kata dia.

Asep mencontohkan untuk penerapan non tunai bisa dilakukan seperti di sekolah dan perguruan tinggi. Melalui institusi pendidikan, didorong bupati atau Kepala Dinas Pendidikan agar warga sekolah dalam setiap transaksi baik di kantin maupun lainnya menggunakan kartu debit maupun kartu flazz yang saat ini sudah banyak difasilitasi perbankan di Kalbar.

"Pelajar dan mahasiswa di Kalbar sangat banyak, jika mereka transaksinya dengan non tunai maka selain mereka telah sejak dini mengenal non tunai juga GNNT ini akan sukses," kata Asep Ruswandi penuh harap.

Sementara pengamat Ekonomi dari Universitas Tanjungpura Pontianak, M Fahmi, SE, MM menilai sosialisasi non tunai secara nasional maupun daerah termasuk di Kalbar sudah mulai terasa, namun menurutnya belum maksimal.

"Dari awal dilaunching (diluncurkan) GNNT hingga sekarang tentu sudah lebih baik. Namun untuk sosialisasi dan penerapannya belum sampai menyentuh masyarakat secara luas dan masih berada di tataran simpul- simpul masyarakat," kata dia.

Ia mengingatkan pentingnya sosialisasi penerapan GNNT tersebut. Tentunya selain melibatkan akademisi dari kampus, sekolah, dan pegawai, juga harus melibatkan pelaku usaha seperti UMKM dan Koperasi.

"Sehingga GNNT langsung dapat diimplementasikan dalam kegiatan mereka sehari-sehari. Walaupun mulai dari hal yang kecil," katanya.

Agar massif, hendaknya melibatkan masyarakat secara total dengan melakukan `learning by doing` secara simultan. Mengadakan kegiatan kepada pelaku usaha seperti pameran dengan menggunakan alternatif non tunai, kemudian setiap aktivitas keuangan masyarakat yang ada di lembaga keuangan mengenalkan kepada nasabah mengenai manfaat dan kegunaan transaksi non tunai.

"Yang terpenting lagi, baik dari perbankan maupun pemerintah, khusus untuk infrastruktur atau fasilitas non tunai perlu ditingkatkan agar GNNT lebih cepat sukses berjalan," kata dosen Fakultas Ekonomi tersebut.

Tak berbeda jauh dengan pengamat tersebut, Wali Kota Pontianak Sutarmidji menambahkan, GNNT di Pontianak juga diarahkan untuk mewujudkan sistem pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai, dan tentunya harus menjadi gaya hidup masyarakat.

"Karena pembayaran dengan uang tunai, sudah ketinggalan zaman, bahkan bisa dibilang sudah kuno. Jadi masyarakat Kota Pontianak harus bisa mengikuti perkembangan zaman, melakukan setiap transaksi keuangan dengan non tunai,"kata Sutarmidji.

Jika masyarakat bisa membantu menyukseskan program GNNT, negara bisa menghemat uang puluhan triliun rupiah untuk biaya pencetakan uang. Karena itu, semangat gerakan non tunai harus didukung masyarakat, demikian Wali Kota Sutarmidji. 

(N005/T013)

Pewarta: Nurul Hayat

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016