Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur Puskepi Sofyano Zakaria menyatakan, apakah tragedi Brexit akan kembali terjadi pada arus balik Lebaran tahun 2016.

"Data yang ada mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah manusia dan kendaraan yg mudik lebaran tahun ini, disisi lain mudik lebaran merupakan hal rutin yang terjadi setiap tahun nyaris dihadapi pemerintah sebagai rutinitas yang nyaris tak perlu mendapat perhatian istimewa," kata Sofayano Zakaria dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Jumat.

Publik sangat paham yang namanya pemerintah yang ada selama ini, sejak pemerintah Orba hingga pemerintah yang berkuasa saat ini, akan sibuk membenahi infrastruktur jalan dan sejenisnya, umumnya menjelang lebaran saja. Sepertinya perbaikan atau pembangunan infrastruktur penunjang arus mudik adalah "rezeki lebaran" bagi pelaku dan pelaksana nya, katanya.

"Kasus Brexit" yang "memakan korban" terjadi karena membludaknya pemudik lebaran yang memadati tol Brebes dan jalan dipintu keluarnya.
Jika ini dipertanyakan tentu jawabannya akan bermacam macam.
Kemacetan berat yang terjadi , diibaratkan "tsunami" yang muncul dan langsung menyerbu menghantam pantai. Sementara tidak ada "tanggul penahan ombak" sebagai solusi memperkecil hantaman tsunami itu dan itulah yang yerjadi dengan kasus Brexit," ungkapnya.

Publik juga memahami bahwa kepadatan arus mudik di tahun ini membawa dampak macet terparah terjadi di wilayah Tegal, Brebes, Jawa Tengah, jalur mudik jatim, Sumatera dan lainnya, nyaris tidak menimbulkan permasalahan serius.

Ketika kasus Brexit mencuat karena "menelan korban" maka kasus ini membesar dan terbesarkan oleh publik dalam bentuk dramatisasi bahkan menjadi bahan politisi pula.
Presiden, menteri hingga pengelola jalan tol dipermasalahkan dan itu adalah hal yang memang pantas dikumandangkan, katanya.

"Kasus Brexit membuat publik meyakini bahwa koordinasi antara Kementerian PU dengan kementerian Perhubungan, pihak Pemda yang terkait serta pihak Polri, tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun pihak Kementerian Dalam Negeri dan pihak pemda yang daerahnya merupakan daerah lintasan para pemudik nyaris luput dari sorot publik termasuk sorotan media. Padahal kondisi jalan, pasar tumpah dan lain lain di daerah tersebut punya peran besar membuat sendatan berat yang semakin memperburuk kemacetan dan semua pada dasarnya ada dipundak pimpinan daerah setempat.

Disisi lain, kemacetan yang terjadi juga jadi ajang untuk mengais rezeki dadakan bagi pedagang BBM eceran untuk mengeruk keuntungan besar, namun hal itu juga menyumbang kerugian bagi para pemudik.
Para pemudik menemukan kenyataan pedagang BBM eceran dalam beroperasi ditengah kemacetan jalan telah berlaku seperti preman yang "membuat keterpaksaan" pemilik kendaraan untuk terpaksa membeli BBM dengan harga yang mencekik leher mereka.

Pedagang BBM eceran memperoleh BBM dengan membeli secara memaksa kepada SPBU agar menjual BBM sebanyak-banyak kepada mereka dengan cara yang bisa menimbulkan ketakutan bagi para petugas SPBU. Disisi lain, tidak semua SPBU yang ada di lintasan mudik mendapat perlindungan yang memadai dari aparat keamanan sehingga pemilik dan petugas operator SPBU terpaksa mengikuti ancaman untuk menjual BBM ke jeriken milik pedagang yang "preman" dadakan itu.

Peran Pertamina pemasaran dalam memberi pelayanan penjualan bbm ke kendaraan yang terjebak macet di tol Brebes pantas dan telah mendapat penghargaan masyarakat. Terobosan Pertamina Pemasaran yang membuat solusi menjual BBM dalam kemasan kaleng dengan menggunakan sepeda motor bukannya tidak mendapat tekanah dari preman penjual BBM eceran. Tim Pertamina dilapangan berada dalam suasana yang terancam namun nyatanya mereka tetap tampil sanggup memberi bantuan layanan ke pemudik.

Pertamina telah tampil memberi pelayanan kepada masyarakat mewakili negara yang memang seharusnya bertanggung jawab menjamin ketersediaan dan penyaluran BBM kepada rakyat negeri ini dimanapun dan kapan pun juga.

Tanggung jawab Pemerintah belum usai , karena usainya idul fitri, maka umat Islam negeri ini yang merayakan nya akan kembali ke tempat asal mereka. Arus balik akan terjadi dan segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Perjalanan pulang bisa aman dan lancar atau kasus Brexit episode dua bisa saja "tayang" kembali.

Pertanyaan yang harus dijawab pemerintah adalah bagaimana pemerintah menangani arus balik lebaran dengan tanpa menyisakan "tragedi" seperti yang terjadi di Brexit.
Sudahkah pemerintah siap dengan segala terobosan dan solusi sehingga masyarakat akan memperoleh kenyamanan kelancaran dan aman hingga ditempatnya semula.

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016