Pontianak  (Antara Kalbar) - Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Pontianak, Kamis, memfasilitasi mediasi terkait perselisihan hak antara 30 karyawan dengan pengelola SPBU 61.781.01 samping Kantor DPRD Provinsi Kalbar, Jalan Ahmad Yani Pontianak.

"Dalam hal ini, kami sebagai fasilitator untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak, yakni antara karyawan dan pihak pengelola SPBU, terkait beberapa item tuntutan karyawan, seperti pelayanan BPJS Kesehatan, pembayaran uang lembur dan uang insentif operator SPBU," kata Kasi Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial, Dinsosnaker Kota Pontianak, Zuriati RS di Pontianak, Kamis.

Ia menjelaskan, dari hasil pertemuan tersebut, maka telah disepakati yang ditandatangani oleh perwakilan karyawan dan pengelola SPBU, yakni keduanya akan melakukan perundingan kembali bersama tim operasional mengenai tuntutan hak karyawan tersebut.

Kemudian, para pekerja atau karyawan akan bekerja kembali pada shift kedua pukul 14.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB hari ini, yang sejak pagi hingga siang sempat terhenti akibat aksi mogok puluhan pekerja SPBU tersebut, serta disepaktinya sambil menunggu keputusan, para karyawan akan tetap bekerja kembali seperti biasa.

"Selanjutnya kesepakatan yang ketiga, yaitu menunggu penyelesaian hak-hak pekerja, sambil menunggu itu, kedua belah pihak akan melakukan kewajibannya masing-masing," ungkapnya.

Zuriati menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima perjanjian kerja antara vendor dengan karyawan tersebut. Untuk menindaklanjuti hal tersebut pihaknya harus meneliti kontrak kerja sama untuk menganalisisnya

Dalam hal itu, menurut dia, berdasarkan undang-undang, keberlangsungan pekerja tetap harus di lindungi. "Untuk pemberian upah harusnya tidak ada istilah mengalami penurunan, melainkan mengalami kenaikan, dan minimal tetap," katanya.

Sementara itu, Manager Personalia Koperasi Retail Pertamina, Iskandar Zulkarnain membantah ada pemotongan atau belum dibayarkannya uang tunjangan, melainkan pendapatan pekerja yang berkurang dari sebelumnya.

"Memang ada kekurangan pendapatan bagi pekerja dari sebelumnya Rp2 juta lebih/bulan, kini menjadi sekitar Rp1,8 juta. Tetapi kekurangan itu, bukan kemauan kami, melainkan sudah sesuai dengan besaran yang kami terima dari yang memberi pekerjaan," ungkapnya.

Dia berharap, adanya perselisihan itu, bisa diselesaikan dengan baik, sehingga tidak sampai merugikan berbagai pihak, termasuk konsumen yang dirugikan dengan tidak berjalannya pelayanan di SPBU 61.781.01 sejak pagi hingga siang hari.

"Untuk permasalahan BPJS Kesehatan, hanya karena kurang koordinasi antara kontraktor yang lama dengan BPJS Kesehatan, sehingga ketika kami akan membayarnya tetap ada permasalahan, karena ada tunggakan sebelumnya," kata Iskandar.

Sementara itu, Samsudin salah seorang perwakilan karyawan SPBU yang melakukan mogok kerja menyatakan, aksi mogok kerja mereka lakukan buntut dari belum diberikannya uang tunjangan yang sudah dua bulan tidak dibayarkan dengan besarannya Rp266 ribu/bulan/orang, dan tidak bisa digunakannya keanggotaan BPJS Kesehatan untuk berobat di rumah sakit, padahal sudah di daftarkan sejak 2015.

Ia dan puluhan karyawan lainnya, mendesak pihak manajemen SPBU 61.781.01 segera membayar uang tunjangan yang belum dibayar, mengaktifkan kembali keanggotaan BPJS Kesehatan dan mengganti uang lembur pada hari libur nasional yang belum dibayarkan.



Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016