Pontianak (Antara Kalbar)- Kabid Humas Polda Kalimantan Barat Kombes Pol Suhadi SW menyatakan hingga saat ini proses hukum para pelaku pembakar hutan dan lahan (Karhutla) di provinsi itu masih belum ada perkembangan.

"Hingga saat ini proses hukum untuk kasus-kasus Karhutla belum ada perkembangan," kata Suhadi di Pontianak, Jumat.

Ia menjelaskan, Polda Kalbar hingga saat ini, sudah menangani sebanyak 150 kasus, dari jumlah itu, delapan kasus sudah proses hukum, 142 kasus masih penyelidikan, dan satu kasus di SP3 karena lahan yang terbakar tidak sampai satu hektare.

Dalam kesempatan itu, Kabid Humas Polda Kalbar mengimbau, kepada masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara dibakar, dan kalau melihat ada kebakaran lahan agar secepatnya melapor pada pihak kepolisian terdekat, agar bisa dilakukan tindakan lanjutan, berupa pemadaman dan lainnya.

Sebelumnya, Humas Walhi Kalbar, Hendrikus Adam menyatakan, lahan yang dijadikan ladang oleh masyarakat untuk pertanian di Kalbar umumnya menghindari lahan gambut.

"Sehingga lahan gambut yang terbakar tersebut bukan untuk pertanian seperti yang ditudingkan," katanya.

Ia menjelaskan, jika melihat kejadiannya selama ini, bencana asap itu terjadi bila lahan yang terbakar itu sangat luas dan yang paling parah bila terjadi dilahan gambut. Sedang berladang yang dilakukan masyarakat umumnya menghindari atau tidak di lahan gambut.

Menurut dia, mengaitkan bencana asap yang rutin terjadi setiap tahunnya dengan menuding masyarakat peladang sebagai biang kabut asap tentu sebuah kesalahan, terlebih bila sampai melarang mereka melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan.

"Selain secara undang-undang �berladang dengan kearifan lokal itu amanah konstitusi, selain itu kegiatan berladang juga sangat memperhatikan sikap kehati-hatian dengan menyertakan kearifan lokal yang sudah turun temurun dilakukan," ujarnya.

Guna memastikan bencana asap tidak terus terjadi,�negara berkewajiban memastikan rakyatnya tetap merdeka tanpa disertai rasa takut untuk melakukan usahanya, seperti hak atas pangan dengan cara berladang, katanya.

"Bila kita cermati, sejumlah kebakaran yang dianggap terjadi di luar konsesi perusahaan sesungguhnya memiliki relasi yang kuat akibat rusaknya ekosistem sekitar atas hadirnya perusahaan. Sejumlah kawasan penyangga dan ekosistem gambut yang mestinya menjadi pengatur siklus air menjadi lebih gampang mengering sehingga lebih gampang tersulut api," ungkapnya.

Kini, menurut dia, masyarakat lokal atau petani menjadi resah ketika ada larangan membakar lahan untuk berladang. Selain itu, fakta di lapangan dengan lahirnya larangan membakar, telah membuat masyarakat lokal yang biasa berladang dengan mengedepankan kearifan lokal resah dan trauma, bahkan banyak diantara mereka yang mulai dihadapkan dengan persoalan hukum.


Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016