Pontianak (Antara Kalbar) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Barat tidak tepat apabila berada di bawah Dinas Kominfo seperti yang kini diwacanakan, kata Ketua KPID Kalbar MS Budi.

"Selain itu, karena KPID lembaga independen yang kedudukannya sebagai lembaga negara, tidak tepat apabila sekretariatnya di bawah Dinas Kominfo seperti yang diwacanakan," kata MS Budi dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan, KPID legitimasi politik secara tegas oleh UU Penyiaran sebagai lembaga negara independen yang mengatur hal-hal mengenai penyiaran, sehingga mendudukkan KPI sebagai lembaga kuasi negara atau dalam istilah lain juga biasa dikenal dengan�auxilarry state institution.

"Kami informasikan bahwa keberadaan Sekretariat KPID Provinsi Kalbar telah ditiadakan sejak Januari 2017 berikut dengan personalia dan anggarannya, karena konsekuensi dari dijalankannya PP No. 18/2016 tentang Perangkat Daerah (sebagaimana amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah) oleh Pemprov Kalbar," ungkapnya.

Sebelum penataan kelembagaan berdasarkan UU No. 23/2014, dan PP No. 18/2016, Sekretariat KPID merupakan salah satu SKPD tersendiri, sesuai Permendagri No. 19/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat KPID dan Peraturan KPI No. 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.

Pokok persoalannya dalam UU No. 23/2014 tentang Pemda itu dikatakan bahwa penyelenggaraan penyiaran tidak termasuk urusan pemerintahan baik urusan daerah maupun pusat, yang kemudian berimplikasi pada muatan PP No. 18/2016.

Perlu digarisbawahi bahwa, keberadaan UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah tidak mencabut UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Dan keberadaan UU Penyiaran merupakan aturan khusus (lex specialis) sedangkan UU Pemda merupakan aturan umum (lex generalis). Hal ini berlaku asas hukum lex specialis derogate lex generalis, katanya.

"Dengan demikian, keluarnya PP No.18/2016 tidak serta merta diartikan bahwa KPID selaku lembaga negara independen ikut dibubarkan atau dileburkan, karena dasar pembentukan KPID adalah UU No. 32/2002, yang mana pada pasal 9 ayat (4) menyatakan KPI dibantu oleh sebuah sekretariat yang dibiayai oleh negara, dan ayat (6) menyebutkan bahwa pendanaan KPI pusat berasal dari APBN, dan pendanaan KPI Daerah berasal dari APBD," ujarnya.

Budi menyimpulkan, bahwa UU No. 23/2014 merupakan aturan umum berkaitan dengan pembagian kewenangan pusat dan daerah. Sedangkan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran merupakan aturan khusus yang mengamanatkan kewenangan pembentukan Sekretariat KPID dan pembebanan anggarannya.

Kemudian, kelembagaan Sekretariat KPID Provinsi Kalbar telah sah secara hukum, karena telah dibentuk sesuai peraturan yang berlaku, yaitu UU 32/ 2002 tentang Penyiaran, mendasarkan pada kriteria pembentukan OPD berdasarkan Permendagri No. 19/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat KPI, dan PP No. 18/2016 tentang Perangkat Daerah. Hingga saat ini Mendagri juga belum mencabut Permendagri No. 19/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat KPI Daerah, sehingga peraturan tersebut masih berlaku, meskipun perlu diadakan penyesuaian.

"Sehingga pendanaan kegiatan KPID dan Sekretariat KPID telah sah secara hukum karena pembebanan tersebut sesuai amanat UU 32/2002 tentang Penyiaran yaitu dibebankan pada APBD," ujarnya.

Budi menambahkan, selama tiga bulan terakhir, KPID bekerja tidak efektif menjalankan fungsi dan amanat yang diembankan kepadanya. "Tetapi kami tetap bekerja memenuhi tanggung jawab dan amanat yang diemban dalam batas kemampuan untuk memfasilitasi pelayanan perizinan, pengawasan isi siaran, dan kelembagaan," ujarnya.


Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017