Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mempertanyakan, sebuah koperasi bisa melakukan pungutan di wilayah administrasi pemerintah seperti kasus di Palaran, Kalimantan Timur.

"sangat aneh, kok sebuah koperasi bisa melakukan pungutan di dalam wilayah adminsitrasi pemerintah. Jika ini merupakan pungli tentu, hal itu bisa berjalan dengan dukungan oknum pemerintah dan mungkin juga aparat," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulis kepada Antara di Pontianak, Minggu.

Ia menambahkan, menteri perhubungan adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kebijakan dan operasional di wilayah pelabuhan, dan aneh jika pihaknya tidak tahu bahwa di wilayah terjadi hal itu.

Menteri perhubungan harus meninjau ulang keberadaan koperasi semacam itu di wilayah pelabuhan, karena hanya menambah mahal biaya logistik.

"Ini termasuk soal dweling time yang disorot Presiden Joko Widodo, dan menko maritim juga harus turun tangan pula," ungkapnya.

Selain itu, keberadaan koperasi TKPM perlu ditinjau ulang kewenangannya dan manfaatnya buat tenaga bongkar muat. Jika disuatu pelabuhan sudah menggunakan alat bongkar muat modern lalu apa maksudnya masih ada koperasi TKPM.

"Polisi harus membongkar tuntas hal itu," katanya.

Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal Mabes Polri bersama Polda Kalimantan Timur berhasil membongkar kasus dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan peti Kemas Palaran Samarinda.

Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin, kepada wartawan di Samarinda, Jumat menyatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.

"Ada laporan dari masyarakat ke Bareskrim Polri terkait dugaan terjadinya praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda. Dari laporan itulah, tim Bareskrim Mabes POlri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda melakukan penyelidikan dan diputuskan hari ini dilakukan penindakan," ujar Safaruddin, didampingi Kasubdit I Dittipideksus Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi dan Kapolresta Samarinda Komisaris Besar Polisi Reza Arief Dewanto.

Dari penindakan itu kata Safaruddin, tim gabungan yang berjumlah 100 personel, pada Jumat pagi sekitar pukul 09. 00 Wita. menggeledah Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda.

Dari penggeledahan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.

"Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa, biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu sementara disini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen," terangnya.

"Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau 'crane' tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh," jelas Safaruddin.

Selain menyita barang bukti, tim gabungan juga tambah Safaruddin, juga mengamankan 15 orang yang akan dimintai keterangan sebagai saksi. "Ke-15 orang yang kami amankan itu baru sebagai saksi dan nanti dilihat setelah pemeriksaan bisa diketahui siapa yang jadi tersangka dan siapa yang hanya sebagai saksi," kata Safaruddin.

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017