Mekkah (Antara Kalbar) - Listrik di Hotel Rehab Al-Muhabbah tempatku menginap bersama seluruh jamaah haji Kota Pontianak, tiba-tiba padam. Ini bukan yang pertama kalinya. Tercatat dalam dua hari terakhir ini sudah 4 kali padam.
    Beberapa jamaah  yang terjebak di lift mulai panik. Sama halnya para jamaah yang berada di kamar masing-masing. Listrik padam sebabkan seluruh peralatan listrik tidak berfungsi, termasuk  mesin pendingin udara. "Padam terakhir lebih dari setengah jam. Kami kepanasan didalam kamar. Beberapa jamaah yang terjebak dalam lift pun panik. Kacau nih PLN," kata seorang jamaah. Sontak hatiku merasa geli. "Sampai di negeri Arab pun listrik padam, tetap PLN yang disebut-sebut,"  pikirku.
    Dari Petugas Musiman (Temus) yang melayani jamaah haji kudapati informasi bahwa padam listrik di hotel tempat kami menginap disebabkan oleh 'PLN' (Perusahaan Listrik- Red) milik Arab Saudi sedang fokus memasok listrik ke arah Masjidil Haram.
   Namun serta merta aku tak percaya. Aku malah semakin ingin tahu, apakah semua padam listrik sepenuhnya disebabkan oleh perusahaan yang memasok.
    Rasa penasaranku membuat rasa ingin tahu ku memuncak. Seperti apa sih sebenarnya pelayanan kelistrikan yang ada di kota Mekkah ini. Beruntung aku bertemu dengan salah seorang petugas Maktab yang kebetulan pernah bekerja di Perusahaan Listrik di kota Mekkah.
    Berikut hasil wawancaraku dengan Syeh. Sengaja kusebut Syeh, karena yang bersangkutan keberatan jika namanya dipublikasikan.
    Listrik di Kota Mekkah dan kota-kota lainnya di Arab Saudi sepenuhnya dipasok dari kota Shueiba (sekitar 100 km dari Mekkah) dan Rabiejh (sekitar 90 km dari Mekkah). Pembangkit listrik yang ada di negeri Raja Salman ini rata-rata berbahan bakar gas dan "steam hydro".
    "Sebenarnya hampir semua kota di negeri ini memiliki mesin pembangkit diesel. Namun sejak beberapa tahun terakhir ini pengoperasian semua mesin pembangkit diesel tersebut dihentikan. Kebijakan Pemerintah mengharuskan komoditi minyak hanya untuk diekspor saja. Pemerintah lebih fokus menggunakan gas dan teknologi steam hydro untuk membangkitkan listrik. Penggunaan gas mendominasi untuk pembangkit listrik, mungkin sekitar 70 persen hingga 80 persen," ungkapnya.
    Ketika ditanyakan perihal padamnya listrik di hotel tempat kami menginap, ia hanya tersenyum. "Di Kota Mekkah dan diseluruh kota yang ada di Saudi ini tak pernah padam listrik. Kalau pun padam paling satu atau dua kali dalam setahun, itupun paling lama 5 menit sudah nyala kembali. Listrik padam di Saudi ibarat hujan yang datangnya paling banyak satu atau dua kali dalam setahun. Jika padamnya lama mungkin dapat anda bayangkan betapa kalutnya warga. Disini semua peralatan menggunakan listrik. Kalau mesin pendingin udara tak hidup maka kita semua kepanasan," jawab Syeh sambil tertawa lebar.
    Bicara tentang teknologi 'steam hydro', syeh menceritakan bahwa teknologi canggih ini berasal dari negara Italia. Menurutnya, kebutuhan masyarakat akan air tawar sangat penting, sehingga Pemerintah Italia menawarkan teknologi  penyulingan air laut menjadi air tawar dengan cara diuapkan.
    Proses penguapan juga dikombinasikan dengan proses pembangkitan energi listrik. Jadi secara sederhana, melalui teknologi 'steam hydro' negara Arab Saudi mendapatkan dua manfaat, yakni listrik dan air tawar. Makanya tidak mengherankan kemanapun anda pergi hingga di pelosok Jazirah Arab listrik dan air selalu mengucur dengan deras.
    Bagaimana dengan sistem pelayanan pelanggannya?
    Di Kota Mekkah ini seluruh warga dapat menikmati listrik sepuasnya, tanpa dibatasi kontrak daya. Meski ada meteran listrik yang mencatat pemakaian setiap rumah namun tak ada petugas yang datang mencatat,  semua terdata di Kantor Pusat (Sejenis kantor Area). Jika pelanggan menunggak, listrik akan langsung diputus dari Kantor Pusat.
    "Di Saudi ini ada beberapa perusahaan swasta yang menangani pelayanan kelistrikan, namun yang terbesar adalah Saudi Electric Cosultant. Pemerintah hanya mengawasi saja. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan bahwa setiap bangunan harus memiliki listrik sendiri. Tak perlu repot jika ingin menikmati listrik. Kita bisa jadi pelanggan selama beberapa tahun, beberapa bulan atau beberapa hari saja, tanpa persyaratan yang berbelit-belit. Jika kita berhenti jadi pelanggan, jaringan listriknya langsung dicabut," kata Syeh.
    Tarifnya pun tergolong murah. Untuk kantor Maktab yang pemakaian listriknya sangat luar biasa ini, Syeh hanya membayar sekitar 1.000 Riyal (sekitar 3,6 juta rupiah). Menurutnya Pemerintah tetap mensubsidi tarif listrik yang harus dibayar oleh masyarakat. Namun tetap ada perbedaan tarif listrik antara rumah tangga, kantor dan untuk keperluan usaha/bisnis.
    Dari hasil wawancara dengan syeh, aku pun dapat menarik kesimpulan bahwa padam listrik yang terjadi di hotel tempat kami menginap bukan disebabkan oleh pasokan listrik yang difokuskan ke Masjidil Haram, namun karena jamaah haji yang menginap semakin banyak. Bayangkan saja, untuk hotel 16 lantai, dihuni oleh ribuan jamaah haji yang semuanya menggunakan listrik, terutama untuk pendingin udara.
    Sementara listrik yang dipasok untuk Masjidil Haram dilayani dengan GI tersendiri, sehingga apa pun yang terjadi di luar areal Masjidil Haram listrik disana harus tetap menyala, terang benderang 24 jam, sepanjang tahun tanpa padam bahkan  tanpa berkedip sekalipun. (*Humas PLN Wilayah Kalbar)

Pewarta: Hendra A Fattah*

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017