Pontianak (Antara Kalbar) - Wakil Gubernur Kalimantan Barat Christiandy Sanjaya menyayangkan banyak peserta Guru Garis Depan (GGD) yang mengundurkan diri sehingga program tersebut tidak berjalan maksimal.
"Berdasarkan pantauan kita di lapangan, program GGD dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini tidak berjalan maksimal. Sebab para guru yang lolos seleksi dalam program ini dan bertugas di Kalimantan Barat banyak yang memilih mengundurkan diri," kata Christiandy di Pontianak, Senin.
Menurut dia, alasan peserta mundur salah satunya karena medan yang akan ditempuh tidak sesuai dengan gambaran mereka.
Meski demikian, tidak seluruh tenaga pendidik yang memang ditempatkan di perbatasan dan pedalaman yang lolos dalam program ini memilih mengundurkan diri.
"Untuk mengisi kekosongan itu pemerintah kabupaten/kota, seperti Bengkayang, Landak dan Kapuas Hulu memilih membuka guru honorer guna mengganti Guru Garis Depan yang sudah mengundurkan diri," tuturnya.
Christiandy menilai persoalan ini menjadi dilema yang menghantui dunia pendidikan Kalimantan Barat. Sebab saat ini Kalbar masih kekurangan tenaga guru terutama di daerah pedalaman dan perbatasan.
Sementara mereka yang direkrut pemerintah guna menutupi kekurangan guru di provinsi ini tidak mengetahui secara detail kondisi perbatasan dan pedalaman Kalimantan Barat yang masih minim akan fasilitas.
Ia berharap ke depan program ini bisa mempertimbangan sarjana lokal yang direkrut guna memenuhi kekurangan tenaga guru di daerah perbatasan dan pedalaman Kalbar.
Terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Kalimantan Barat Mustaruddin menuturkan perekrutan dalam program Guru Garis Depan yang ditugaskan di Kalbar menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Mereka yang direkrut itu bukan dari Kalbar, dan pemerintah daerah tidak mengetahui akan hal itu. Mereka terkejut ketika tiba di Kalbar, melihat kondisi yang jauh berbeda dengan di Pulau Jawa, akibatnya mereka memilih mengundurkan diri," katanya.
Ia pun menuturkan sebelumnya pun Gubernur Kalimantan Barat menolak dengan program guru garis depan yang digaungkan pemerintah pusat.
Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kalimantan Barat Kusnadi membenarkan informasi mengenai banyaknya Guru Garis Depan mengundurkan diri.
"Benar itu, tapi untuk jenjang SD dan SMP, sedangkan SMA/SMK tidak ada," kata Kusnadi.
Ia pun mengakui pemerintah provinsi menolak program GGD. Penolakan itu dikarenakan melihat pola rekrutmen yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana pemerintah provinsi tidak ikut dilibatkan, sementara kebijakan pembiayaannya justru dibebankan ke pemerintah provinsi.
"Kami menolak karena tidak dilibatkan dalam pola perekrutannya," ujar dia.
Persoalan lain yang juga menjadi perhatian yakni dalam perekrutan tidak mengedapankan sumber daya lokal.
"Seharusnya anak-anak darah yang menjadi prirotas program ini. Banyak sarjana pendidikan di Kalbar lebih baik mereka saja yang direkrut," tuturnya.
(U.KR-RDO/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Berdasarkan pantauan kita di lapangan, program GGD dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini tidak berjalan maksimal. Sebab para guru yang lolos seleksi dalam program ini dan bertugas di Kalimantan Barat banyak yang memilih mengundurkan diri," kata Christiandy di Pontianak, Senin.
Menurut dia, alasan peserta mundur salah satunya karena medan yang akan ditempuh tidak sesuai dengan gambaran mereka.
Meski demikian, tidak seluruh tenaga pendidik yang memang ditempatkan di perbatasan dan pedalaman yang lolos dalam program ini memilih mengundurkan diri.
"Untuk mengisi kekosongan itu pemerintah kabupaten/kota, seperti Bengkayang, Landak dan Kapuas Hulu memilih membuka guru honorer guna mengganti Guru Garis Depan yang sudah mengundurkan diri," tuturnya.
Christiandy menilai persoalan ini menjadi dilema yang menghantui dunia pendidikan Kalimantan Barat. Sebab saat ini Kalbar masih kekurangan tenaga guru terutama di daerah pedalaman dan perbatasan.
Sementara mereka yang direkrut pemerintah guna menutupi kekurangan guru di provinsi ini tidak mengetahui secara detail kondisi perbatasan dan pedalaman Kalimantan Barat yang masih minim akan fasilitas.
Ia berharap ke depan program ini bisa mempertimbangan sarjana lokal yang direkrut guna memenuhi kekurangan tenaga guru di daerah perbatasan dan pedalaman Kalbar.
Terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan Kalimantan Barat Mustaruddin menuturkan perekrutan dalam program Guru Garis Depan yang ditugaskan di Kalbar menjadi kewenangan pemerintah pusat.
"Mereka yang direkrut itu bukan dari Kalbar, dan pemerintah daerah tidak mengetahui akan hal itu. Mereka terkejut ketika tiba di Kalbar, melihat kondisi yang jauh berbeda dengan di Pulau Jawa, akibatnya mereka memilih mengundurkan diri," katanya.
Ia pun menuturkan sebelumnya pun Gubernur Kalimantan Barat menolak dengan program guru garis depan yang digaungkan pemerintah pusat.
Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kalimantan Barat Kusnadi membenarkan informasi mengenai banyaknya Guru Garis Depan mengundurkan diri.
"Benar itu, tapi untuk jenjang SD dan SMP, sedangkan SMA/SMK tidak ada," kata Kusnadi.
Ia pun mengakui pemerintah provinsi menolak program GGD. Penolakan itu dikarenakan melihat pola rekrutmen yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dimana pemerintah provinsi tidak ikut dilibatkan, sementara kebijakan pembiayaannya justru dibebankan ke pemerintah provinsi.
"Kami menolak karena tidak dilibatkan dalam pola perekrutannya," ujar dia.
Persoalan lain yang juga menjadi perhatian yakni dalam perekrutan tidak mengedapankan sumber daya lokal.
"Seharusnya anak-anak darah yang menjadi prirotas program ini. Banyak sarjana pendidikan di Kalbar lebih baik mereka saja yang direkrut," tuturnya.
(U.KR-RDO/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017