Pontianak (Antara Kalbar) - Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang mencatat sebanyak 109 kasus DBD terjadi di kota itu terhitung sejak Januari hingga 13 September 2017.
"Kasus Demam Berdarah (DBD) di Kota Singkawang dirasakan meningkat drastis. Yang mana pada tahun 2016 terjadi sebanyak 76 kasus, tapi untuk tahun ini telah terjadi sebanyak 109 kasus dengan meninggal dunia sebanyak 5 orang," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang, Djoko Suratmiarjo di Singkawang, Kamis.
Berbagai upaya telah pihaknya lakukan guna menanggulangi penyakit musiman tersebut. Diantaranya, sebut Joko, menggalakkan fogging (pengasapan) di lima kecamatan yang ada di Kota Singkawang.
"Fogging ini sudah kita lakukan hampir di lima kecamatan yang ada di Kota Singkawang," ujarnya.
Pada Rabu (13/9) pihaknya juga telah melakukan fogging di RT 13 dan RT 07, Kelurahan Kampung Jawa (belakang SDN 17 Singkawang Tengah).
Disamping itu, pihaknya pun telah menggalakkan abatesasi ke rumah-rumah warga dan sekolah khususnya di wilayah yang rawan dengan penyebaran penyakit demam berdarah.
Alasan pihaknya menggalakkan abatesasi di sekolah, karena berdasarkan analisis data dari tiga tahun terakhir, bahwa kasus demam berdarah penderitanya adalah rata-rata anak-anak sekolah.
"Maka itulah sekolah juga tak luput dari pemberian bubuk abate tersebut," jelasnya.
Disamping melakukan upaya-upaya penanggulangan penyebaran DBD, dia juga mengharapkan peran serta dari masyarakat Singkawang untuk menerapkan gerakan 3M guna memberantas jentik-jentik nyamuk di tempat penampungan air.
Hal itu diingatkan dia, sepanjang masih ada jentik-jentik di tempat penampungan air maka DBD akan masih berisiko tinggi bagi masyarakat.
"Maka itulah kita harapkan peran lurah, RT, dan masyarakat untuk selalu menggalakkan gerakan 3M. Terlebih memasuki musim penghujan saat ini," pintanya.
Karena menurutnya, pemberian bubuk abate hanyalah plus dari gerakan 3M. Artinya, yang paling utama adalah gerakan 3M dan itu ada di masyarakat lingkungan itu sendiri.
"Mana tempat-tempat yang bisa menampung air sebaiknya ditutup supaya nyamuk tidak bisa bertelur," pintanya lagi.
Bagi tempat yang tidak bisa ditutup, katanya, sebaiknya rajin dikuras seminggu sekali. "Tapi kalau sayang dengan airnya, sebaiknya ditutup rapat-rapat," sarannya.
Tak hanya itu, dia juga meminta agar masyarakat dapat mengubur atau mendaur ulang sampah-sampah yang bisa menampung air.
"Masyarakat diharapkan kerja baktilah untuk membersihkan tempat-tempat yang bisa menampung air khususnya yang berada di luar rumah," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang, Mursalin mengatakan, berdasarkan pemetaan pihaknya, ada sebanyak 226 RT yang paling berisiko (rawan) dengan DBD.
"Dan kami dari dinas sudah melakukan abatesasi setiap 3 bulan sekali dalam setahun," katanya.
Kemudian, berdasarkan curah hujan yang terjadi dari Januari hingga September 2017, sudah diprediksikan akan terjadi kenaikan kasus DBD.
Andai saja tidak segera pihaknya antisipasi dengan abatesasi, dirinya tidak tahu lagi mau berapa kasus DBD yang terjadi di Kota Singkawang.
"Karena yang sudah dilakukan abatesasi saja, masih terjadi peningkatan separoh dari tahun kemarin," ujarnya.
(U.KR-RDO/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Kasus Demam Berdarah (DBD) di Kota Singkawang dirasakan meningkat drastis. Yang mana pada tahun 2016 terjadi sebanyak 76 kasus, tapi untuk tahun ini telah terjadi sebanyak 109 kasus dengan meninggal dunia sebanyak 5 orang," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang, Djoko Suratmiarjo di Singkawang, Kamis.
Berbagai upaya telah pihaknya lakukan guna menanggulangi penyakit musiman tersebut. Diantaranya, sebut Joko, menggalakkan fogging (pengasapan) di lima kecamatan yang ada di Kota Singkawang.
"Fogging ini sudah kita lakukan hampir di lima kecamatan yang ada di Kota Singkawang," ujarnya.
Pada Rabu (13/9) pihaknya juga telah melakukan fogging di RT 13 dan RT 07, Kelurahan Kampung Jawa (belakang SDN 17 Singkawang Tengah).
Disamping itu, pihaknya pun telah menggalakkan abatesasi ke rumah-rumah warga dan sekolah khususnya di wilayah yang rawan dengan penyebaran penyakit demam berdarah.
Alasan pihaknya menggalakkan abatesasi di sekolah, karena berdasarkan analisis data dari tiga tahun terakhir, bahwa kasus demam berdarah penderitanya adalah rata-rata anak-anak sekolah.
"Maka itulah sekolah juga tak luput dari pemberian bubuk abate tersebut," jelasnya.
Disamping melakukan upaya-upaya penanggulangan penyebaran DBD, dia juga mengharapkan peran serta dari masyarakat Singkawang untuk menerapkan gerakan 3M guna memberantas jentik-jentik nyamuk di tempat penampungan air.
Hal itu diingatkan dia, sepanjang masih ada jentik-jentik di tempat penampungan air maka DBD akan masih berisiko tinggi bagi masyarakat.
"Maka itulah kita harapkan peran lurah, RT, dan masyarakat untuk selalu menggalakkan gerakan 3M. Terlebih memasuki musim penghujan saat ini," pintanya.
Karena menurutnya, pemberian bubuk abate hanyalah plus dari gerakan 3M. Artinya, yang paling utama adalah gerakan 3M dan itu ada di masyarakat lingkungan itu sendiri.
"Mana tempat-tempat yang bisa menampung air sebaiknya ditutup supaya nyamuk tidak bisa bertelur," pintanya lagi.
Bagi tempat yang tidak bisa ditutup, katanya, sebaiknya rajin dikuras seminggu sekali. "Tapi kalau sayang dengan airnya, sebaiknya ditutup rapat-rapat," sarannya.
Tak hanya itu, dia juga meminta agar masyarakat dapat mengubur atau mendaur ulang sampah-sampah yang bisa menampung air.
"Masyarakat diharapkan kerja baktilah untuk membersihkan tempat-tempat yang bisa menampung air khususnya yang berada di luar rumah," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kota Singkawang, Mursalin mengatakan, berdasarkan pemetaan pihaknya, ada sebanyak 226 RT yang paling berisiko (rawan) dengan DBD.
"Dan kami dari dinas sudah melakukan abatesasi setiap 3 bulan sekali dalam setahun," katanya.
Kemudian, berdasarkan curah hujan yang terjadi dari Januari hingga September 2017, sudah diprediksikan akan terjadi kenaikan kasus DBD.
Andai saja tidak segera pihaknya antisipasi dengan abatesasi, dirinya tidak tahu lagi mau berapa kasus DBD yang terjadi di Kota Singkawang.
"Karena yang sudah dilakukan abatesasi saja, masih terjadi peningkatan separoh dari tahun kemarin," ujarnya.
(U.KR-RDO/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017