Pontianak  (Antara Kalbar) - Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Holtikultura Provinsi Kalimantan Barat, Heronimus mengatakan, pihaknya bersiap menjadi provinsi pengeskpor kebutuhan pangan karena posisinya berada di dekat perbatasan dengan negara lain.

"Ini menjadi komitmen dari pemeirntah pusat dan akan kita dorong untuk pencapaiannya. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan SDM dan lahan yang ada," kata Hero di Pontianak, Selasa.

Dia menatakan seperti yang diinginkan oleh Kementrian Pertanian yang mengharapkan program pengembangan daerah perbatasaan sebagai daerah lumbung pangan haruslah berorientasi ekspor.

Hero menjelskan, Kementerian Pertanian yang ikut melakukan langkah konkrit guna pengembangan sektor pertanian di perbatasan. Bahkan pengembangannya melibatkan generasi muda.

"Harus kita akui, pengembangan pertanian di perbatasan penting dilakukan karena melihat perannya yang strategis sebagai beranda terdepan negara ini. Kawasan perbatasan memiliki karakter yang berbeda satu lainnya, jika dulu relatif tertinggal, sekarang harus digarap agar tidak tertinggal lagi," tuturnya.

Namun, lanjut dia, selain karena faktor geografis, keterbatasan infrastruktur bagi penduduk juga harus diperhatikan. Khususnya sektor pertanian.

Ketiadaan infrastruktur pendukung bisa menjadi penyebab generasi muda tidak akan datang ke perbatasan untuk ikut mengembangkan sektor pertanian.

Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi saat berkunjung ke Pontianak, belum lama ini mengatakan, dengan menetapkan program pangan berorientasi ekspor di wilayah perbatasan maka bisa memenuhi kebutuhan pangan negara tetangga.

"Timor Leste misalnya, sektor pertanian di negara ini masih jauh tertinggal di bawah Indonesia. Ini bisa menjadi peluang pasar untuk sektor pangan Indonesia," katanya.

Begitu juga Malaysia. Masyarakat di perbatasan bisa memenuhi kebutuhan pangan di negara ini yang dirasa masih kurang.

"Misalnya komoditi Jagung. Malaysia selama ini mengimpor jagung dari Amerika Latin dengan jumlah yang cukup besar," tuturnya.

Agung menjelaskan, impor jagung Malaysia cukup tinggi, mencapai tiga juta ton. Dari pada Malaysia jauh-jauh impor dari Argentina lebih baik dari Indonesia.

"Jadi perbatasan itu menjadi lumbung pangan yang berorientasi ekspor," kata Agung.

Menurutnya, untuk menjadikan daerah perbatasan sebagai pengeskpor kebutuhan pangan bagi negara tetangga memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Salah satu faktor penghambat adalah sarana infrastruktur yang kurang memadai. Hal ini mengakibatkan pemuda yang memiliki potensi untuk mengembangkan pertanian yang ada, enggan untuk kembali ke daerahnya masing-masing.

Namun, untuk mengatasi hal tersebut, ada tiga aspek yang digarap pemerintah untuk mengatasinya yakni, mampu menyediakan pangan sendiri (termasuk wilayah perbatasan), mampu mengakses sarana produksi dan menjual hasil produksi dan terakhir, melakukan perubahan dalam pola konsumsi pangan.

"Di tahun ketiga Pemerintahan Jokowi-JK, memfokuskan pembangunan pada pemerataan pertumbuhan, termasuklah sektor pertanian di perbatasan. Hal ini diharapkan bisa menunjang aktivitas ekspor-impor yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.


(U.KR-RDO/E008)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017