Singkawang  (Antaranews Kalbar) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menggelar disusi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun serta limbah cair bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Kantor Wali Kota Singkawang, Rabu.

Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie mengatakan, seiring dengan berkembangnya pembangunan di Kota Singkawang, maka semakin beragam pula aktivitas usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

Karena itu, penyediaan pelayanan kesehatan sebagai pemenuhan terhadap peningkatan indeks pembangunan kesehatan masyarakat harus memberikan konsekuensi yang dihasilkannya seperti limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbah cair yang sangat berpotensi menurunkan kualitas lingkungan.

"Maka dari itu pengelolaan terhadap limbah B3 dan limbah cair perlu dilakukan secara hati-hati dan sangat spesifik jika dibandingkan dengan sampah-sampah pada umumnya," katanya.

Menurut dia, penanganannya pun harus dilakukan dalam kerangka memelihara derajat kesehatan masyarakat sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan.

"Karena itu dampaknya yang bersifat fatal bagi kualitas lingkungan dan kesehatan manusia maka pengelolaan limbah B3 dan limbah cair harus ditanggapi serius oleh pemerintah, sebagaimana yang sudah dituangkan dalam Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup," ujarnya.

Dia meminta setiap usaha/kegiatan yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaannya dan bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang dihasilkan dari limbah tersebut.

Seperti halnya yang menyangkut dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, klinik/balai pengobatan dan kegiatan praktik mandiri yang merupakan penghasil limbah B3 dan limbah cair dalam jumlah yang signifikan khususnya di Kota Singkawang.

"Saya harapkan semua fasilitas pelayanan kesehatan ini bisa patuh dan taat terhadap peraturan ini, karena ini sudah menyangkut masalah kesehatan manusia," katanya.

Menurut dia, dengan mematuhi peraturan tersebut tentunya antara masyarakat dengan fasilitas pelayanan kesehatan akan sama-sama mendapatkan keuntungan.

"Masyarakat mendapat keuntungan berupa kesehatan sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan akan mendapatkan akreditasi," katanya.

Dengan akreditasi tersebut tentunya dapat menaikkan taraf rumah sakit sehingga menambah kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit yang bersangkutan.

"Jadi saya pikir perizinan untuk limbah B3 dan limbah cair ini sangat penting, dan saya akan memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan Singkawang untuk mendata semua fasilitas pelayanan kesehatan apa saja yang belum mengurus perizinan ini," tegasnya.

Izin

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Pengolahan Limbah B3 Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir Sortawati Siregar mengatakan, dari 2.701 rumah sakit se-Indonesia, baru 92 rumah sakit yang telah mengantongi izin pengolahan limbah medis B3.

Dia mengatakan, fasilitas kesesehatan yang belum memiliki izin pengolahan limbah medis B3 memperlakukan limbah medisnya bekerjasama dengan pihak ketiga, yakni membuang sembarangan dan membakar tanpa izin.

"Cara seperti ini, apabila melewati dari 24 jam maka limbah medis yang dibuang akan menjadi patogenesis dan mencemarkan lingkungan," ujarnya.

Bahkan terdapat beberapa kasus yang terjadi lantaran limbah medis dibuang sembarangan. Salah satunya diambil oleh anak-anak untuk dijadikan terompet.

"Bayangkan jika seperti itu, berapa banyak virus yang menyebar dan langsung masuk ke dalam tubuh," ujarnya.

Dia sangat mengharapkan rumah sakit yang telah memiliki alat insinerator untuk segera mengurus izin pengolahan limbah medis B3 nya.

"Kabarnya sudah ada rumah sakit yang punya insinerator tapi belum punya izin. Nanti akan saya lihat dan verifikasi dokumennya mungkin saja masih ada yang kurang," ungkapnya.

Menurut dia, ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa mengurus izin pengolahan limbah medis B3 susah. Hal tersebut memang terjadi pada zaman dulu, namun saat ini proses pengurusannya sudah mudah dan tidak lagi menghabiskan waktu yang sangat lama.

"Nanti bisa dibuktikan, dua sampai tiga bulan izin sudah bisa dikeluarkan," katanya.

 

Pewarta: Rudi

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018