New York (Antaranews Kalbar) - Seorang pria asal Texas berusia 23 tahun, yang dipersalahkan atas serangkaian pemboman mematikan di Austin, menggambarkan dirinya sakit jiwa dan tidak menunjukkan penyesalan dalam pengakuan, yang ia rekam sebelum meledakkan dirinya.
Pelaku itu meledakkan diri saat polisi mengepung untuk menangkapnya, kata anggota kongres Amerika Serikat pada Sabtu.
Pihak berwenang belum pernah mengungkapkan rincian video di telepon genggam tempat Mark Conditt mengaku berada di balik serangkaian pemboman sejak 2 Maret itu, yang menewaskan dua orang dan melukai lima lagi. Pihak berwenang hanya mengungkapkan bahwa video itu menunjukkan seorang pemuda bermasalah.
"Saya pikir, bukti terbaik kami saat ini adalah pengakuan itu. Dia menyebut dirinya sakit jiwa. Dia tidak menunjukkan penyesalan apapun, bahkan mempertanyakan sendiri mengapa dia tidak merasa menyesal atas yang dia lakukan," katanya.
Dalam jumpa pers di Austin, politisi Amerika Serikat Michael McCaul menyampaikan pandangannya ketika ditanya tentang motif Conditt.
"Sulit membayangkan seseorang yang pikirannya begitu sakit sehingga mereka bisa melakukan pengeboman seperti ini dan merasa tidak menyesal," katanya.
McCaul mengatakan tidak ada apa pun di pengakuan Conditt jika itu "dilandasi motivasi rasial, tapi saya tahu itu masih menjadi bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung".
Beberapa korban bom pertama, termasuk dua yang meninggal, adalah warga Amerika keturunan Afrika atau Hispanik.
Penyidik pusat memburu petunjuk tentang alasan Conditt, yang menganggur dan tinggal bersama teman sekamarnya di pinggiran Austin, Pflugerville. Mereka juga ingin tahu apakah dia telah membantu membangun atau memasang bom.
Tiga dari bom itu ditinggalkan sebagai bingkisan di luar rumah korban, sementara yang lain ditempatkan di trotoar. Dua lagi dikirim sebagai paket FedEx, yang membantu peneliti membuka kedok jatidiri pelaku tersebut.
Bom kedua dan ketiga meledak ketika negara bagian Texas sedang menjadi tuan rumah tahunan festival musik, film dan teknologi, yang menarik sekitar setengah juta orang.
Conditt tewas setelah meledakkan alat peledak pada Rabu pagi ketika polisi berlari menuju kendaraannya di pinggiran Kota Austin.
Ia kemungkinan merekam video tersebut antara jam 21.00-23.00 waktu setempat pada Selasa. Conditt mengaku bahwa dia meyakini polisi "semakin dekat dengannya".
Warga Austin, kota berpenduduk 1 juta orang dan daerah kantong bebas bagi mahasiswa dan perusahaan teknologi, menyuarakan rasa lega bahwa perburuan pembom berantai telah berakhir.
"Saya akan waspada dan lebih hati-hati besok di tempat kerja, tapi saya lega sekarang," kata Jesus Borjon, 44, karyawan perusahaan pengiriman paket UPS, yang tinggal di Pflugerville.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
Pelaku itu meledakkan diri saat polisi mengepung untuk menangkapnya, kata anggota kongres Amerika Serikat pada Sabtu.
Pihak berwenang belum pernah mengungkapkan rincian video di telepon genggam tempat Mark Conditt mengaku berada di balik serangkaian pemboman sejak 2 Maret itu, yang menewaskan dua orang dan melukai lima lagi. Pihak berwenang hanya mengungkapkan bahwa video itu menunjukkan seorang pemuda bermasalah.
"Saya pikir, bukti terbaik kami saat ini adalah pengakuan itu. Dia menyebut dirinya sakit jiwa. Dia tidak menunjukkan penyesalan apapun, bahkan mempertanyakan sendiri mengapa dia tidak merasa menyesal atas yang dia lakukan," katanya.
Dalam jumpa pers di Austin, politisi Amerika Serikat Michael McCaul menyampaikan pandangannya ketika ditanya tentang motif Conditt.
"Sulit membayangkan seseorang yang pikirannya begitu sakit sehingga mereka bisa melakukan pengeboman seperti ini dan merasa tidak menyesal," katanya.
McCaul mengatakan tidak ada apa pun di pengakuan Conditt jika itu "dilandasi motivasi rasial, tapi saya tahu itu masih menjadi bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung".
Beberapa korban bom pertama, termasuk dua yang meninggal, adalah warga Amerika keturunan Afrika atau Hispanik.
Penyidik pusat memburu petunjuk tentang alasan Conditt, yang menganggur dan tinggal bersama teman sekamarnya di pinggiran Austin, Pflugerville. Mereka juga ingin tahu apakah dia telah membantu membangun atau memasang bom.
Tiga dari bom itu ditinggalkan sebagai bingkisan di luar rumah korban, sementara yang lain ditempatkan di trotoar. Dua lagi dikirim sebagai paket FedEx, yang membantu peneliti membuka kedok jatidiri pelaku tersebut.
Bom kedua dan ketiga meledak ketika negara bagian Texas sedang menjadi tuan rumah tahunan festival musik, film dan teknologi, yang menarik sekitar setengah juta orang.
Conditt tewas setelah meledakkan alat peledak pada Rabu pagi ketika polisi berlari menuju kendaraannya di pinggiran Kota Austin.
Ia kemungkinan merekam video tersebut antara jam 21.00-23.00 waktu setempat pada Selasa. Conditt mengaku bahwa dia meyakini polisi "semakin dekat dengannya".
Warga Austin, kota berpenduduk 1 juta orang dan daerah kantong bebas bagi mahasiswa dan perusahaan teknologi, menyuarakan rasa lega bahwa perburuan pembom berantai telah berakhir.
"Saya akan waspada dan lebih hati-hati besok di tempat kerja, tapi saya lega sekarang," kata Jesus Borjon, 44, karyawan perusahaan pengiriman paket UPS, yang tinggal di Pflugerville.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018