Bangkok (Antaranews Kalbar) - Pembelian "The Phnom Penh Post" oleh warga Malaysia, tempat perusahaan hubungan masyarakatnya mencantumkan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebagai klien, adalah "bencana" bagi kebebasan media menjelang pemilihan umum, kata kelompok hak asasi internasional, Senin.

Dalam kekuasaan 33 tahun, Hun Sen dan sekutunya menindak penentang, politisi oposisi, media mandiri dan kelompok hak asasi manusia menjelang pemungutan suara pada 29 Juli.

Penjualan surat kabar harian berbahasa Inggris itu, yang sebagian besar mengecam pemerintah, diumumkan pada Sabtu oleh pengusaha Australia Bill Clough, yang memiliki surat kabar itu sejak 2008.

Pemilik baru adalah pemodal Malaysia Sivakumar Ganapathy, direktur eksekutif di Asia Public Relations Consultants Sdn Bhd, yang berkantor pusat di Kualalumpur.

Laman perusahaan hubungan masyarakat tersebut merujuk pada "Masuknya Kamboja dan Hun Sen ke dalam kursi Pemerintah" sebagai salah satu proyeknya. Perusahaan tersebut juga menyebut Ganapathy sebagai pemimpin tim yang mengelola "operasi rahasia" untuk kliennya. Perusahaan tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut.

Phil Robertson, wakil direktur Asia untuk Human Rights Watch, mengatakan kesepakatan itu adalah "bencana untuk kebebasan media", mengatakan bahwa satu-satunya alasan yang masuk akal untuk akuisisi tersebut adalah untuk menumpulkan liputan kritis surat kabar harian tersebut terhadap pemerintah.

Reuters meminta markas perusahaan Asia PR tersebut memberikan komentar, dan diberitahu bahwa Ganapathy tidak bersedia. Dalam tanggapannya melalui surat elektronik, asistennya, Krishna Kumaar, mengatakan Ganapathy diperkirakan kembali dalam waktu dua minggu.

Permintaan komentar ke kantor Asia PR di Phnom Penh tidak terjawab.

Klub Pers Luar Negeri Kamboja (OPCC) mengeluarkan sebuah pernyataan yang menyuarakan keprihatinannya tentang penjualan "The Phnom Penh Post" kepada seorang investor Malaysia, yang perusahaan hubungan masyarakatnya terhubung dengan Perdana Menteri Hun Sen.

Huy Vannak, wakil menteri negara di Kementerian Dalam Negeri, mengatakan pada Senin bahwa pemerintah menyambut "semua pemodal" ke Kamboja.

Dia tidak secara khusus menangani hubungan antara pemilik baru surat kabar dan pemerintah.

Sekitar 30 stasiun radio ditutup tahun lalu dan "The Cambodia Daily", surat kabar berbahasa Inggris, ditutup setelah diperintahkan untuk membayar jutaan dolar pajak yang belum terbayarkan oleh pemerintah atau menghadapi penutupan.

Dalam indeks kebebasan pers 2018 yang diterbitkan oleh Reporters Without Borders, Kamboja menutup 10 tempat, sehingga jumlahnya dari 132 menjadi 142.

"The Phnom Penh Post" didirikan pada 1992 dan dilaporkan terkena tagihan pajak 5 juta dolar Amerika Serikat pada tahun lalu, kata laporan Australian Broadcasting Corporation.

Dalam pernyataan pada Sabtu, Clough mengatakan masalah pajak telah diselesaikan dan bahwa penjualan itu didorong oleh penurunan pangsa pasar di seluruh dunia pada iklan surat kabar, yang juga dirasakan di Kamboja.

Pewarta: Admin

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018