Sebanyak ratusan supir dump truck yang ada di Kalimantan Barat meminta kepada Pemprov dan Pertamina Kalbar untuk mengantisipasi sulitnya mendapatkan solar di SPBU.
"Sudah beberapa minggu ini kami kesulitan untuk mendapatkan solar di SPBU, dan ini sangat menghambat kami dalam bekerja. Untuk itu, kami meminta kepada Gubernur Kalbar untuk mendesak Pertamina dalam memenuhi ketersediaan solar di SPBU yang ada di seluruh Kalbar," kata Sugianto, salah satu pendemo, saat menyampaikan aspirasi mereka bersama ratusan supir dump truck lainnya di Kantor Gubernur Kalbar, Senin.
Sugiarto menyatakan, dia dan rekan-rekannya juga meminta kepada Pertamina dan BPH Migas untuk mengkaji kebijakan larangan penggunaan solar bersubsidi bagi kendaraan bermesin diesel roda enam, mengingat sebagian besar supir dump truck bekerja untuk diri mereka sendiri, bukan untuk perusahaan.
"Kalau mau berlaku adil, seharusnya yang tidak boleh menggunakan solar bersubsidi ini adalah pemilik mobil diesel mewah yang sebagian besar adalah orang-orang yang mampu. Sementara ini kami kan rakyat kecil yang memanfaatkan mobil dump truck kami untuk mencari rejeki," tuturnya.
Ahmad, salah satu supir drump truck lainnya justru berpendapat, kalau pemerintah sebaiknya mencabut subsidi solar karena justru solar bersubsidi banyak dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk dijual kembali kepada perusahaan.
"Cabut saja subdisi solar, yang penting ketersediaannya ada. Kalau mau jujur, pengawasan untuk solar bersubsidi ini sangat lemah, karena banyak mobil bertangki siluman yang membeli solar ini dan dijual kembali kepada perusahaan dimana hal ini bisa dilakukan karena lemahnya pengawasan dari aparat berwajib dan Pertamina," tuturnya.
Menanggapi aksi ratusan supir dump truck tersebut, Kepala Biro Perekonomian Setda Kalbar, Herkulana Mekarryani menyatakan pihaknya berjanji akan memfasilitasi para pendemo untuk membahas hak itu bersama Pertamina dan pihak terkait lainnya.
"Apa yang disampaikan oleh para supir truck ini akan kita tampung dan selanjutnya akan kita fasilitasi untuk mencari jalan keluarnya bersama pihak Pertamina," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Sudah beberapa minggu ini kami kesulitan untuk mendapatkan solar di SPBU, dan ini sangat menghambat kami dalam bekerja. Untuk itu, kami meminta kepada Gubernur Kalbar untuk mendesak Pertamina dalam memenuhi ketersediaan solar di SPBU yang ada di seluruh Kalbar," kata Sugianto, salah satu pendemo, saat menyampaikan aspirasi mereka bersama ratusan supir dump truck lainnya di Kantor Gubernur Kalbar, Senin.
Sugiarto menyatakan, dia dan rekan-rekannya juga meminta kepada Pertamina dan BPH Migas untuk mengkaji kebijakan larangan penggunaan solar bersubsidi bagi kendaraan bermesin diesel roda enam, mengingat sebagian besar supir dump truck bekerja untuk diri mereka sendiri, bukan untuk perusahaan.
"Kalau mau berlaku adil, seharusnya yang tidak boleh menggunakan solar bersubsidi ini adalah pemilik mobil diesel mewah yang sebagian besar adalah orang-orang yang mampu. Sementara ini kami kan rakyat kecil yang memanfaatkan mobil dump truck kami untuk mencari rejeki," tuturnya.
Ahmad, salah satu supir drump truck lainnya justru berpendapat, kalau pemerintah sebaiknya mencabut subsidi solar karena justru solar bersubsidi banyak dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk dijual kembali kepada perusahaan.
"Cabut saja subdisi solar, yang penting ketersediaannya ada. Kalau mau jujur, pengawasan untuk solar bersubsidi ini sangat lemah, karena banyak mobil bertangki siluman yang membeli solar ini dan dijual kembali kepada perusahaan dimana hal ini bisa dilakukan karena lemahnya pengawasan dari aparat berwajib dan Pertamina," tuturnya.
Menanggapi aksi ratusan supir dump truck tersebut, Kepala Biro Perekonomian Setda Kalbar, Herkulana Mekarryani menyatakan pihaknya berjanji akan memfasilitasi para pendemo untuk membahas hak itu bersama Pertamina dan pihak terkait lainnya.
"Apa yang disampaikan oleh para supir truck ini akan kita tampung dan selanjutnya akan kita fasilitasi untuk mencari jalan keluarnya bersama pihak Pertamina," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019