Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono membantah dan tidak yakin kalau kualitas udara di Kota Pontianak kategori buruk, bahkan lebih buruk dari Jakarta.
"Saya tidak yakin kalau udara di Pontianak dikatakan lebih buruk dari Jakarta, padahal di Jakarta polusinya lebih banyak, jumlah kendaraan dan pabriknya lebih banyak," kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Jumat.
Selain itu, menurut dia, penilaian dari lembaga itu bahwa Pontianak termasuk kategori udara terburuk juga belum diketahui dari variabel apa-apa saja.
"Kita tidak dapat informasi tentang kredibilitas dari lembaga itu, sehingga dari variabel mana saja mereka menyatakan kualitas udara di Pontianak buruk," ujarnya.
Apalagi, menurut dia, kondisi udara di Pontianak saat ini masih segar dan sehat-sehat saja, masih banyak pohon, dan udaranya kalau pagi-pagi saat bangun tidur masih segar.
Dia mengakui, kalau di musim penghujan udaranya sedikit lembab, dan yang perlu diantisipasi di musim kemarau, karena akan ada asap kiriman yang daerahnya terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Hal senada juga dikatakan, Gubernur Kalbar Sutarmidji bahwa data yang menyebutkan kualitas udara di Kota Pontianak masuk kategori buruk, yakni peringkat empat terburuk se-Indonesia sebagai "tidak masuk akal".
"Patut dipertanyakan lembaga itu, yang menyatakan kualitas udara Kota Pontianak buruk dan tidak layak huni, tetapi harga tanah terus meningkat. Bahkan dulunya panasnya rata-rata 32 derajat Celsius, sekarang malah di bawah 30 derajat Celsius," katanya.
Sutarmidji menjelaskan bahwa kalau di Kota Pontianak, polusi akibat kendaraan bermotor masih jauh sehingga data itu tidak masuk akal.
"Semua komponen baik, tetapi karena satu komponen saja, yakni transportasi tidak memadai, lalu daerah tersebut dianggap tidak layak huni," katanya.
Harusnya, menurut dia, dilihat dulu kondisi jalan, transportasinya. Menurutnya permasalahan ini harus segera dipertanyakan mengapa bisa Pontianak masuk empat besar kategori udara terburuk di Indonesia.
Sebelumnya, beberapa kota di Indonesia masuk dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk yang dirilis lembaga data kualitas udara IQAir. Bahkan, lima kota di Indonesia menjadi kota dengan kualitas udara paling buruk di Asia Tenggara.
Kelima kota di Indonesia tersebut, yakni Kota Tangerang Selatan dengan rata-rata PM2.5 sebesar 81,3 µg/m³; kemudian Bekasi, rata-rata PM2.5 sebesar 62,6 µg/m³; Pekanbaru rata-rata PM2.5 sebesar 52,8 µg/m³; Kota Pontianak rata-rata PM2.5 sebesar 49,7 µg/m³; dan Jakarta rata-rata PM2.5 sebesar 49,4 µg/m³.
Kemudian Kota Hanoi (Vietnam) rata-rata PM2.5 sebesar 46,9 µg/m³; disusul Talawi, Sawahlunto, Sumbar (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 42,7 µg/m³; Nakhon Ratchasima (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 42,2 µg/m³; Saraphi (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 41,3 µg/m³; dan Surabaya (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 40,6 µg/m³.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Saya tidak yakin kalau udara di Pontianak dikatakan lebih buruk dari Jakarta, padahal di Jakarta polusinya lebih banyak, jumlah kendaraan dan pabriknya lebih banyak," kata Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Jumat.
Selain itu, menurut dia, penilaian dari lembaga itu bahwa Pontianak termasuk kategori udara terburuk juga belum diketahui dari variabel apa-apa saja.
"Kita tidak dapat informasi tentang kredibilitas dari lembaga itu, sehingga dari variabel mana saja mereka menyatakan kualitas udara di Pontianak buruk," ujarnya.
Apalagi, menurut dia, kondisi udara di Pontianak saat ini masih segar dan sehat-sehat saja, masih banyak pohon, dan udaranya kalau pagi-pagi saat bangun tidur masih segar.
Dia mengakui, kalau di musim penghujan udaranya sedikit lembab, dan yang perlu diantisipasi di musim kemarau, karena akan ada asap kiriman yang daerahnya terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Hal senada juga dikatakan, Gubernur Kalbar Sutarmidji bahwa data yang menyebutkan kualitas udara di Kota Pontianak masuk kategori buruk, yakni peringkat empat terburuk se-Indonesia sebagai "tidak masuk akal".
"Patut dipertanyakan lembaga itu, yang menyatakan kualitas udara Kota Pontianak buruk dan tidak layak huni, tetapi harga tanah terus meningkat. Bahkan dulunya panasnya rata-rata 32 derajat Celsius, sekarang malah di bawah 30 derajat Celsius," katanya.
Sutarmidji menjelaskan bahwa kalau di Kota Pontianak, polusi akibat kendaraan bermotor masih jauh sehingga data itu tidak masuk akal.
"Semua komponen baik, tetapi karena satu komponen saja, yakni transportasi tidak memadai, lalu daerah tersebut dianggap tidak layak huni," katanya.
Harusnya, menurut dia, dilihat dulu kondisi jalan, transportasinya. Menurutnya permasalahan ini harus segera dipertanyakan mengapa bisa Pontianak masuk empat besar kategori udara terburuk di Indonesia.
Sebelumnya, beberapa kota di Indonesia masuk dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk yang dirilis lembaga data kualitas udara IQAir. Bahkan, lima kota di Indonesia menjadi kota dengan kualitas udara paling buruk di Asia Tenggara.
Kelima kota di Indonesia tersebut, yakni Kota Tangerang Selatan dengan rata-rata PM2.5 sebesar 81,3 µg/m³; kemudian Bekasi, rata-rata PM2.5 sebesar 62,6 µg/m³; Pekanbaru rata-rata PM2.5 sebesar 52,8 µg/m³; Kota Pontianak rata-rata PM2.5 sebesar 49,7 µg/m³; dan Jakarta rata-rata PM2.5 sebesar 49,4 µg/m³.
Kemudian Kota Hanoi (Vietnam) rata-rata PM2.5 sebesar 46,9 µg/m³; disusul Talawi, Sawahlunto, Sumbar (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 42,7 µg/m³; Nakhon Ratchasima (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 42,2 µg/m³; Saraphi (Thailand) rata-rata PM2.5 sebesar 41,3 µg/m³; dan Surabaya (Indonesia) rata-rata PM2.5 sebesar 40,6 µg/m³.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020