Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) melaporkan hingga Minggu, sebanyak 31.786 narapidana (napi) dewasa dan anak telah dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi, terkait upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).
"Angka itu akan terus bergerak, jajaran kami terus mendata narapidana dan anak yang memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 untuk dirumahkan melalui asimilasi dan integrasi," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan,Nugroho, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu.
Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 adalah peraturan yang memuat syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dewasa dan anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.
Nugroho mengatakan tidak bisa dipungkiri bahwa narapidana dan anak merupakan bagian dari kelompok yang rentan tertular COVID-19, walaupun jajaran pemasyarakatan telah menerapkan langkah-langkah pencegahan.
"Kondisi ini semakin dipicu permasalahan overcrowding yang terjadi hampir di seluruh lapas dan rutan seluruh Indonesia," kata dia.
Baca juga: Puluhan narapidana dibebaskan cegah wabah COVID-19
Nugroho menegaskan bahwa narapidana dan anak yang diberikan asimilasi dan integrasi adalah mereka yang tidak terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.
“Mereka yang menjalankan asimilasi dan integrasi adalah yang tidak terkait PP 99, termasuk kasus tindak pidana korupsi yang saat ini sedang ramai dibicarakan," kata Nugroho.
"Selain tidak terkait PP 99 Tahun 2012, mereka yang bisa diberikan asimilasi di rumah pastinya sudah melalui penilaian perilaku yang ketat. Mereka telah mengikuti program pembinaan, baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian, dan tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin selama menjalani pidana," ujar dia pula.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa 30.000 lebih narapidana dan anak yang telah dibebaskan kini berada dalam pembimbingan dan pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Selama masa tersebut, kata dia, narapidana dan anak tersebut wajib mengikuti bimbingan dan pengawasan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas dengan wajib lapor.
“Karena kondisi seperti ini, maka pembimbingan dan pengawasaan dilakukan secara daring melaui video call atau fasilitas sejenis oleh PK BAPAS,” kata dia.
Nugroho menambahkan, saat ini hampir seluruh kegiatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan dilakukan secara daring, sebagai bagian langkah pencegahan penyebaran Virus Corona ke lapas , rutan, dan LPKA.
Sebelumnya, kunjungan narapidana, tahanan dan anak, persidangan pengadilan dan sidang tim pengamat pemasyarakatan telah diselenggarakan secara daring.
Baca juga: KPK tolak COVID-19 jadi alasan pembebasan napi tipikor
Baca juga: Lapas Warungkiara rumahkan puluhan napi cegah COVID-19
Baca juga: Rutan Putussibau "keluarkan" empat napi antsipasi sebaran COVID - 19
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Angka itu akan terus bergerak, jajaran kami terus mendata narapidana dan anak yang memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 untuk dirumahkan melalui asimilasi dan integrasi," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan,Nugroho, dalam keterangannya, di Jakarta, Minggu.
Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 adalah peraturan yang memuat syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dewasa dan anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.
Nugroho mengatakan tidak bisa dipungkiri bahwa narapidana dan anak merupakan bagian dari kelompok yang rentan tertular COVID-19, walaupun jajaran pemasyarakatan telah menerapkan langkah-langkah pencegahan.
"Kondisi ini semakin dipicu permasalahan overcrowding yang terjadi hampir di seluruh lapas dan rutan seluruh Indonesia," kata dia.
Baca juga: Puluhan narapidana dibebaskan cegah wabah COVID-19
Nugroho menegaskan bahwa narapidana dan anak yang diberikan asimilasi dan integrasi adalah mereka yang tidak terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.
“Mereka yang menjalankan asimilasi dan integrasi adalah yang tidak terkait PP 99, termasuk kasus tindak pidana korupsi yang saat ini sedang ramai dibicarakan," kata Nugroho.
"Selain tidak terkait PP 99 Tahun 2012, mereka yang bisa diberikan asimilasi di rumah pastinya sudah melalui penilaian perilaku yang ketat. Mereka telah mengikuti program pembinaan, baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian, dan tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin selama menjalani pidana," ujar dia pula.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa 30.000 lebih narapidana dan anak yang telah dibebaskan kini berada dalam pembimbingan dan pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Selama masa tersebut, kata dia, narapidana dan anak tersebut wajib mengikuti bimbingan dan pengawasan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas dengan wajib lapor.
“Karena kondisi seperti ini, maka pembimbingan dan pengawasaan dilakukan secara daring melaui video call atau fasilitas sejenis oleh PK BAPAS,” kata dia.
Nugroho menambahkan, saat ini hampir seluruh kegiatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan dilakukan secara daring, sebagai bagian langkah pencegahan penyebaran Virus Corona ke lapas , rutan, dan LPKA.
Sebelumnya, kunjungan narapidana, tahanan dan anak, persidangan pengadilan dan sidang tim pengamat pemasyarakatan telah diselenggarakan secara daring.
Baca juga: KPK tolak COVID-19 jadi alasan pembebasan napi tipikor
Baca juga: Lapas Warungkiara rumahkan puluhan napi cegah COVID-19
Baca juga: Rutan Putussibau "keluarkan" empat napi antsipasi sebaran COVID - 19
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020