Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) mencatatkan angka perdagangan yang tinggi dengan China, sehingga menjadi rekan dagang terbesar negara itu melampaui Uni Eropa (EU), di tengah krisis wabah COVID-19 yang sedang berlangsung.
Pandemi COVID-19 tidak menghalangi kedua belah pihak untuk mempererat relasi bisnis, demikian dinyatakan Duta Besar China untuk ASEAN Deng Xijun dalam Jakarta Forum, yang digelar secara virtual oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jumat.
"Ada 6,1 persen pertumbuhan dalam perdagangan ASEAN-China, termasuk di kuarter pertama tahun ini sebesar 140 miliar dolar AS, menempatkan ASEAN sebagai rekan dagang terbesar China untuk pertama kalinya," kata Deng, merujuk laporan badan Bea Cukai China.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa kerja sama China dengan negara-negara ASEAN dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI) juga terus mengalami kemajuan, "yakni proyek jalur kereta China-Laos, kereta cepat Jakarta-Bandung, jalur kereta pesisir timur Malaysia, dan proyek petrokimia Heng Yi di Brunei."
"Sebagai bagian kunci dari kerja sama melawan pandemi, jalinan relasi ekonomi yang lebih kuat antara China dengan ASEAN telah mampu menstabilkan ekonomi serta melindungi sektor industri dan rantai pasok di kawasan," ujar Deng menambahkan.
Di sisi lain, Dino Patti Djalal, pendiri FPCI yang juga pernah mengisi jabatan di pos diplomatik Indonesia, menyatakan keraguannya atas klaim bahwa kegiatan ekonomi perdagangan ASEAN dengan China akan terus tumbuh dan bertahan pada masa pandemi.
"Saya mewaspadai karena itu catatan di kuarter pertama, namun di kuarter kedua akan jauh lebih rendah, seiring pertumbuhan ekonomi kuarter kedua di Indonesia sendiri sangat rendah. Begitu juga dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan lainnya," ujar Dino dalam acara yang sama.
Menurut dia, salah satu persoalan ekonomi yang harus diantisipasi di tengah wabah ini, salah satunya, adalah kehilangan pekerjaan massal yang akan berujung pada pengangguran dan pertambahan angka kemiskinan.
"Bagaimana ASEAN menangani pandemi di kawasan dengan memperhatikan aspek ekonomi serta bagaimana China dapat menyesuaikan diri dengan situasi ekonomi masa depan negara ASEAN menjadi sangat penting," kata Dino.
Baca juga: Impor China dari Indonesia naik drastis di tengah wabah corona
Baca juga: Neraca dagang Indonesia-China, siapa untung siapa buntung
Baca juga: Kondisi ekonomi Kalbar di tengah perang dagang China - AS
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Pandemi COVID-19 tidak menghalangi kedua belah pihak untuk mempererat relasi bisnis, demikian dinyatakan Duta Besar China untuk ASEAN Deng Xijun dalam Jakarta Forum, yang digelar secara virtual oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jumat.
"Ada 6,1 persen pertumbuhan dalam perdagangan ASEAN-China, termasuk di kuarter pertama tahun ini sebesar 140 miliar dolar AS, menempatkan ASEAN sebagai rekan dagang terbesar China untuk pertama kalinya," kata Deng, merujuk laporan badan Bea Cukai China.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa kerja sama China dengan negara-negara ASEAN dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI) juga terus mengalami kemajuan, "yakni proyek jalur kereta China-Laos, kereta cepat Jakarta-Bandung, jalur kereta pesisir timur Malaysia, dan proyek petrokimia Heng Yi di Brunei."
"Sebagai bagian kunci dari kerja sama melawan pandemi, jalinan relasi ekonomi yang lebih kuat antara China dengan ASEAN telah mampu menstabilkan ekonomi serta melindungi sektor industri dan rantai pasok di kawasan," ujar Deng menambahkan.
Di sisi lain, Dino Patti Djalal, pendiri FPCI yang juga pernah mengisi jabatan di pos diplomatik Indonesia, menyatakan keraguannya atas klaim bahwa kegiatan ekonomi perdagangan ASEAN dengan China akan terus tumbuh dan bertahan pada masa pandemi.
"Saya mewaspadai karena itu catatan di kuarter pertama, namun di kuarter kedua akan jauh lebih rendah, seiring pertumbuhan ekonomi kuarter kedua di Indonesia sendiri sangat rendah. Begitu juga dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan lainnya," ujar Dino dalam acara yang sama.
Menurut dia, salah satu persoalan ekonomi yang harus diantisipasi di tengah wabah ini, salah satunya, adalah kehilangan pekerjaan massal yang akan berujung pada pengangguran dan pertambahan angka kemiskinan.
"Bagaimana ASEAN menangani pandemi di kawasan dengan memperhatikan aspek ekonomi serta bagaimana China dapat menyesuaikan diri dengan situasi ekonomi masa depan negara ASEAN menjadi sangat penting," kata Dino.
Baca juga: Impor China dari Indonesia naik drastis di tengah wabah corona
Baca juga: Neraca dagang Indonesia-China, siapa untung siapa buntung
Baca juga: Kondisi ekonomi Kalbar di tengah perang dagang China - AS
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020