Pengusaha warung kopi di Kota Pontianak yang tergabung dalam Asosiasi Warung Kopi Pontinanak (Awakpon) berharap kenormalan baru juga menyentuh sektor usaha yang digelutinya karena selama ini sangat terdampak wabah COVID-19.
Dia mengatakan pelaku usaha warung kopi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak. Tidak boleh menerima konsumen di dalam warung. Kalau hanya beli bawa pulang, orang lebih memilih bikin kopi sendiri di rumah.
"Omzet kami hampir tidak ada selama beberapa bulan ini atau bisa dibilang nol rupiah. Sebagian memilih tutup sekalian dan merumahkan karyawan," ujar Sekretaris Awakpon, Yudi Lie di Pontianak, Rabu.
Ia menyebutkan bahwa kenormalan baru menjadi harapan dan masa depan usaha pelaku warung kopi.
"Kami lebih ingin ada protokol kesehatan ketat di dalam warung daripada tidak ada operasional sama sekali. Kami siap untuk mewajibkan pengunjung pakai masker. Mungkin posisi duduk juga bisa diatur. Daripada kita tidak buka sama sekali. Karena biaya sewa tempat, cicilan kredit, dan pengeluaran kami jalan terus. Sementara pemasukan tidak ada. Kami siap diawasi,” papar dia.
Sebagai kota berjuluk kota seribu warung kopi, sumber pendapatan asli daerah dari warung kopi sangat signifikan. Berdasarkan data Pemkot Pontianak, pajak restoran di mana usaha kafe dan warung kopi masuk di dalam kategori itu, ditargetkan menyumbang lebih dari Rp70 miliar per tahun atau sekitar Rp5,83 miliar per bulan.
Pajak Restoran dikenakan 10 persen dari transaksi. Artinya setiap bulan, omzetnya tembus Rp58 miliar, atau Rp4,85 miliar per hari. Dengan catatan, angka itu hanya didapat dari usaha yang sudah menjadi wajib pajak. Pasalnya banyak warung kopi dan rumah makan yang tidak tercatat.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Pontianak, Zulfydar Zaidar Mochtar meminta warung kopi dapat segera beroperasi. Termasuk sektor usaha UMKM lainnya. Menurutnya ekonomi di bawah harus digerakkan karena daya beli masyarakat sudah rendah sekali.
“Roda ekonomi harus segera diputar kembali karena orang butuh bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” ungkap dia.
Namun dia berharap kenormalan yang baru yang berlaku tidak mengecilkan pemutusan mata rantai COVID-19.
“Protokol kesehatan COVID-19 tetap harus dijalankan oleh pemilik warkop, karyawan dan konsumen. Sediakan jarak antar meja. Juga mungkin bisa menyiapkan tempat cuci tangan atau konsumen bisa membawa hand sanitizer sendiri. Pemerintah bisa mengawasi setiap warkop,” papar dia.
Menurut Zulfydar warung kopi, kendati bisnis kecil namun sangat menghidupkan usaha lainnya.
“Warung kopi adalah tempat hidup bagi banyak sektor lain. Misalnya para tukang parkir, pengamen, penjual camilan, hingga penyuplai bahan baku dan produk-produk lainnya. Tutupnya warung kopi sama dengan hilangnya pendapatan mereka,” kata dia.
Warung kopi juga adalah ruang publik dan tempat berbisnis. Nongkrong di warung kopi seolah menjadi agenda wajib saban hari bagi sebagian masyarakat.
" Warung kopi sudah menjadi habitat sesaat bagi mereka. Selain itu, fungsi kedai kopi yang sering dijadikan tempat istirahat atau melepas lelah setelah pulang kerja, tempat bersantai, tempat diskusi pekerjaan, tempat bernegosiasi, tempat transaksi bisnis, serta seringkali dijadikan tempat pertemuan atau yang lain sebagainya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Dia mengatakan pelaku usaha warung kopi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak. Tidak boleh menerima konsumen di dalam warung. Kalau hanya beli bawa pulang, orang lebih memilih bikin kopi sendiri di rumah.
"Omzet kami hampir tidak ada selama beberapa bulan ini atau bisa dibilang nol rupiah. Sebagian memilih tutup sekalian dan merumahkan karyawan," ujar Sekretaris Awakpon, Yudi Lie di Pontianak, Rabu.
Ia menyebutkan bahwa kenormalan baru menjadi harapan dan masa depan usaha pelaku warung kopi.
"Kami lebih ingin ada protokol kesehatan ketat di dalam warung daripada tidak ada operasional sama sekali. Kami siap untuk mewajibkan pengunjung pakai masker. Mungkin posisi duduk juga bisa diatur. Daripada kita tidak buka sama sekali. Karena biaya sewa tempat, cicilan kredit, dan pengeluaran kami jalan terus. Sementara pemasukan tidak ada. Kami siap diawasi,” papar dia.
Sebagai kota berjuluk kota seribu warung kopi, sumber pendapatan asli daerah dari warung kopi sangat signifikan. Berdasarkan data Pemkot Pontianak, pajak restoran di mana usaha kafe dan warung kopi masuk di dalam kategori itu, ditargetkan menyumbang lebih dari Rp70 miliar per tahun atau sekitar Rp5,83 miliar per bulan.
Pajak Restoran dikenakan 10 persen dari transaksi. Artinya setiap bulan, omzetnya tembus Rp58 miliar, atau Rp4,85 miliar per hari. Dengan catatan, angka itu hanya didapat dari usaha yang sudah menjadi wajib pajak. Pasalnya banyak warung kopi dan rumah makan yang tidak tercatat.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Pontianak, Zulfydar Zaidar Mochtar meminta warung kopi dapat segera beroperasi. Termasuk sektor usaha UMKM lainnya. Menurutnya ekonomi di bawah harus digerakkan karena daya beli masyarakat sudah rendah sekali.
“Roda ekonomi harus segera diputar kembali karena orang butuh bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” ungkap dia.
Namun dia berharap kenormalan yang baru yang berlaku tidak mengecilkan pemutusan mata rantai COVID-19.
“Protokol kesehatan COVID-19 tetap harus dijalankan oleh pemilik warkop, karyawan dan konsumen. Sediakan jarak antar meja. Juga mungkin bisa menyiapkan tempat cuci tangan atau konsumen bisa membawa hand sanitizer sendiri. Pemerintah bisa mengawasi setiap warkop,” papar dia.
Menurut Zulfydar warung kopi, kendati bisnis kecil namun sangat menghidupkan usaha lainnya.
“Warung kopi adalah tempat hidup bagi banyak sektor lain. Misalnya para tukang parkir, pengamen, penjual camilan, hingga penyuplai bahan baku dan produk-produk lainnya. Tutupnya warung kopi sama dengan hilangnya pendapatan mereka,” kata dia.
Warung kopi juga adalah ruang publik dan tempat berbisnis. Nongkrong di warung kopi seolah menjadi agenda wajib saban hari bagi sebagian masyarakat.
" Warung kopi sudah menjadi habitat sesaat bagi mereka. Selain itu, fungsi kedai kopi yang sering dijadikan tempat istirahat atau melepas lelah setelah pulang kerja, tempat bersantai, tempat diskusi pekerjaan, tempat bernegosiasi, tempat transaksi bisnis, serta seringkali dijadikan tempat pertemuan atau yang lain sebagainya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020