Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan total realisasi belanja negara hingga akhir Mei 2020 telah mencapai Rp843,9 triliun atau 32,3 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 54/2020 yaitu Rp2.613,8 triliun.

Sri Mulyani menuturkan realisasi tersebut menurun 1,4 persen dibandingkan periode sama pada 2019 yaitu mencapai Rp855,9 triliun yang tumbuh 9,8 persen dari realisasi April 2018 dan 37,1 persen dari pagu APBN.

“Pada sisi ekonomi tertekan maka belanja pemerintah yang sudah refocusing dan realokasi bisa jadi sarana untuk sedikit mengurangi tekanan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara daring di Jakarta, Selasa.

Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari realisasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp537,3 triliun atau tumbuh 1,2 persen dari periode sama 2019 yakni Rp530,8 triliun dan 29 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 54/2020 Rp1.851,1 triliun.

Kemudian transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp306,6 triliun yang terkontraksi hingga 5,7 persen dibanding periode sama tahun lalu Rp325,1 triliun namun telah mencapai 40,2 persen dari target perubahan APBN dalam Perpres 54/2020 sebesar Rp762,7 triliun.

Belanja pemerintah pusat sendiri ditunjang oleh belanja K/L Rp270,4 triliun yang terkontraksi 6,2 persen dibanding Mei 2019 yang secara rinci terdiri dari belanja pegawai Rp95,4 triliun, belanja barang Rp69,2 triliun, belanja modal Rp26,9 triliun, dan bantuan sosial Rp78,9 triliun.

“Belanja K/L turun karena refocusing, belanja pegawai terkontraksi 4,2 persen sedangkan bansos naik 30,7 persen. Ini upaya kita untuk berikan bantalan sosial akibat berbagai tekanan ekonomi dan terjadinya PHK atau orang dirumahkan,” jelas Sri Mulyani.

Realisasi belanja pegawai mengalami penurunan 4,2 persen dibanding Mei 2019 karena THR yang dibayarkan tidak sebesar tahun lalu yaitu hanya gaji pokok dan hanya diberikan kepada Eselon II ke bawah.

“Ini juga karena meski pegawai WFH dan mungkin banyak lembur tapi tidak dapat tunjangan lembur,” katanya.

Belanja barang terkontraksi hingga 30,3 persen dibanding periode sama tahun lalu antara lain karena masih diterapkannya PSBB dan WFH sehingga beberapa kegiatan K/L tidak terlaksana sesuai rencana seperti Polri, Kemenag, Kemenhan, dan Kemenkes.

“Belanja barang paling besar pemotongannya adalah perjalanan 58,8 persen. Operasional pemerintahan alami penurunan belanja karena sebagian besar dialihkan untuk kesehatan dan bansos,” ujarnya.

Realisasi belanja modal Rp26,9 triliun terkontraksi 7,3 persen karena belanja Kementerian PUPR dan Kemenhub mengalami perlambatan akibat penghematan dalam rangka penanganan COVID-19.

Realisasi belanja bansos Rp78,9 triliun naik 30,7 persen karena pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak COVID-19 seperti pembayaran iuran PBI BPJS serta penyaluran PKH dan Kartu Sembako melalui Kemensos.

Kemudian realisasi belanja pemerintah pusat juga ditunjang oleh belanja non K/L Rp267 triliun yang terdiri dari pembayaran bunga utang Rp145,7 triliun dan subsidi Rp48,9 triliun.

Sementara untuk realisasi TKDD sebesar Rp306,6 triliun secara rinci terdiri dari DBH Dp31,5 triliun, DAU Rp190,9 triliun, DAK Fisik Rp2,9 triliun, DAK Nonfisik Rp49,1 triliun, DID Rp3,2 triliun, Dana Otsus dan Dana Keistimewaan DIY Rp0,2 triliun, serta dana desa Rp28,9 triliun.

“Dana desa diubah jadi BLT sehingga menjadi bantalan penting bagi masyarakat untuk hadapi COVID-19. Terutama hadapi Lebaran dan pemulangan TKI yang mungkin alami kenaikan di tingkat desa dari jumlah beban orang yang berpotensi dapatkan bansos,” kata Sri Mulyani.


Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia pada Februari 407,5 miliar dolar
 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020