Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menerima gelar doktor honoris causa (HC) dalam bidang teknologi dan pemberdayaan masyarakat vokasional dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Yogyakarta, Sabtu.
Penganugerahan gelar doktor HC untuk Hasto Wardoyo berlangsung di Gedung Auditorium UNY.
Rektor UNY Prof Sutrisna Wibawa berharap penganugerahan gelar sebagai pengakuan akademik itu menjadi amanah bagi Kepala BKKBN untuk terus berdedikasi dan berkomitmen dalam pengembangan masyarakat vokasional berbasis teknologi unggul.
"Praksis penerapan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk pembangunan, layaknya sudah dilakukan Hasto Wardoyo, harus terus dikuatkan, ditularkan, dan senantiasa dikembangkan sehingga bermanfaat untuk pemberdayaan masyarakat," kata dia.
Dengan penganugerahan itu, Sutrisna juga berharap ilmu vokasi dapat berkembang lebih luas, melibatkan multidisiplin dan komponen pemerintahan, serta terus berkembang dan relevan untuk pembangunan masyarakat.
"Pak Hasto adalah satu tokoh langka yang selama kepemimpinannya selalu menggunakan data dan teknologi sebagai acuan pengambilan kebijakan," kata Sutrisna Wibawa.
Dalam orasinya, Hasto yang merupakan mantan Bupati Kulon Progo itu menyampaikan bahwa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik untuk kesejahteraan rakyat harus dengan paradigma baru.
"Tidak cukup dengan inovasi pelayanan yang sekadar menjadi bagian dari normal sains akan tetapi harus dengan perubahan paradigma yang revolusioner, merubah 'mindset', mengubah tatanan atau regulasi," kata dia.
Menurut Hasto, selama mengemban amanah sebagai Bupati Kulon Progo periode 2011-2016 dan 2016-2019, sejumlah langkah telah dijalankan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Kulon Progo, di antaranya mewajibkan PNS membeli beras dari petani Kulon Progo 10 kg per bulan.
Selain itu, ia juga melakukan diversifikasi PDAM Kulon Progo dengan membuat air minum dalam kemasan "Air-Ku" karena melihat hampir semua kebutuhan masyarakat dalam setiap acara tidak merebus air sendiri melainkan membeli air minum dalam kemasan.
Dengan memunculkan batik "Geblek Renteng" dapat membangkitkan industri batik Kulon Progo dengan pangsa pasar siswa sekolah yang berjumlah sekitar 82.000, PNS 6.000, guru swasta dan perangkat desa 5.800, yang secara rutin mengenakan seragam batik dua kali seminggu.
"Di sisi lain keterampilan membatik dianggap penting dan bisa menjadi harapan untuk kesejahteraan keluarga. Alhasil secara spontan tumbuh sekolah (SMK) dengan jurusan batik, tanpa harus diinisiasi oleh pemerintah," kata dia.
Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan bahwa pendidikan vokasi akan mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil, kompeten, berkarakter, dan mumpuni.
"Inilah urgensi pendidikan vokasi demi kemandirian Kulon Progo," kata Hasto Wardoyo.
Sistem pendidikan vokasi, tambah Hasto, dibutuhkan sebagai jawaban pendidikan umum yang belum sepenuhnya efektif mengembangkan keterampilan secara tepat sesuai dengan tuntutan dunia kerja/pasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Penganugerahan gelar doktor HC untuk Hasto Wardoyo berlangsung di Gedung Auditorium UNY.
Rektor UNY Prof Sutrisna Wibawa berharap penganugerahan gelar sebagai pengakuan akademik itu menjadi amanah bagi Kepala BKKBN untuk terus berdedikasi dan berkomitmen dalam pengembangan masyarakat vokasional berbasis teknologi unggul.
"Praksis penerapan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk pembangunan, layaknya sudah dilakukan Hasto Wardoyo, harus terus dikuatkan, ditularkan, dan senantiasa dikembangkan sehingga bermanfaat untuk pemberdayaan masyarakat," kata dia.
Dengan penganugerahan itu, Sutrisna juga berharap ilmu vokasi dapat berkembang lebih luas, melibatkan multidisiplin dan komponen pemerintahan, serta terus berkembang dan relevan untuk pembangunan masyarakat.
"Pak Hasto adalah satu tokoh langka yang selama kepemimpinannya selalu menggunakan data dan teknologi sebagai acuan pengambilan kebijakan," kata Sutrisna Wibawa.
Dalam orasinya, Hasto yang merupakan mantan Bupati Kulon Progo itu menyampaikan bahwa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik untuk kesejahteraan rakyat harus dengan paradigma baru.
"Tidak cukup dengan inovasi pelayanan yang sekadar menjadi bagian dari normal sains akan tetapi harus dengan perubahan paradigma yang revolusioner, merubah 'mindset', mengubah tatanan atau regulasi," kata dia.
Menurut Hasto, selama mengemban amanah sebagai Bupati Kulon Progo periode 2011-2016 dan 2016-2019, sejumlah langkah telah dijalankan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Kulon Progo, di antaranya mewajibkan PNS membeli beras dari petani Kulon Progo 10 kg per bulan.
Selain itu, ia juga melakukan diversifikasi PDAM Kulon Progo dengan membuat air minum dalam kemasan "Air-Ku" karena melihat hampir semua kebutuhan masyarakat dalam setiap acara tidak merebus air sendiri melainkan membeli air minum dalam kemasan.
Dengan memunculkan batik "Geblek Renteng" dapat membangkitkan industri batik Kulon Progo dengan pangsa pasar siswa sekolah yang berjumlah sekitar 82.000, PNS 6.000, guru swasta dan perangkat desa 5.800, yang secara rutin mengenakan seragam batik dua kali seminggu.
"Di sisi lain keterampilan membatik dianggap penting dan bisa menjadi harapan untuk kesejahteraan keluarga. Alhasil secara spontan tumbuh sekolah (SMK) dengan jurusan batik, tanpa harus diinisiasi oleh pemerintah," kata dia.
Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan bahwa pendidikan vokasi akan mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil, kompeten, berkarakter, dan mumpuni.
"Inilah urgensi pendidikan vokasi demi kemandirian Kulon Progo," kata Hasto Wardoyo.
Sistem pendidikan vokasi, tambah Hasto, dibutuhkan sebagai jawaban pendidikan umum yang belum sepenuhnya efektif mengembangkan keterampilan secara tepat sesuai dengan tuntutan dunia kerja/pasar.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020