Ahli waris pemilik tanah tempat beraktivitasnya PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar agar menuntaskan kasus SRM dan menetapkan direktur perusahaan tambang emas tersebut, berinisial MPL sebagai tersangka.

"Karena dalam kasus ini menyangkut orang banyak, dan kami tidak anti investor dan tenaga kerja asing, tetapi apabila menyalahi prosedur maka akan berdampak negatif, apalagi tambang ini berada di empat desa," kata Penasihat Hukum ahli waris, Denny Azani B Latief dalam konferensi persnya di Pontianak, Jumat.

Dia menjelaskan, dalam kasus itu, tidak hanya terjadi pemalsuan, tetapi kemudian berkembang penipuan dan diduga kuat PT SRM mengambil deposit emas di tanah masyarakat empat desa tersebut, yakni di Dusun Muatan Batu, Desa Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang.

"Juga ada indikasi tindak pidana pencucian uang karena MPL juga diduga kuat telah menjual saham tambang itu ke investor asing," ungkapnya.

Dia menambahkan, para ahli waris yang terdiri H Muardi, Suandi H Amir, dan Edi Saputra menduga tindak pidana yang dilakukan PT SRM ini tidak berdiri sendiri, yakni selain melakukan pemalsuan dokumen dan pencemaran lingkungan di luar izin usaha tambang, perusahaan itu juga diduga melakukan penipuan dan penggelapan emas hasil dari aktivitas tambang tersebut.

Denny menambahkan, dugaan itu berdasarkan hasil analisa pihaknya atas laporan sebelumnya terkait dengan pemalsuan dokumen yang dikirim pada 26 Juni 2020 dan pencemaran lingkungan pada 1 Oktober 2020 lalu. Dari dua laporan itu, dia menyebutkan ada unsur penipuan yang dilakukan secara sengaja oleh MPL yang dibantu notaris dalam pembuatan dokumen palsu penggantian status perusahaan dari CV menjadi PT.

Letak unsur penipuannya ada pada proses penggantian status perusahaan itu yang dibuat secara diam-diam tanpa sepengetahuan ahli waris. Padahal, saat itu bahkan hingga sekarang ketiga ahli waris tersebut merupakan pemegang saham sah yang selama ini tidak mendapatkan hak mereka, katanya.

“Dan kita juga menduga PT SRM ini melakukan penggelapan, karena sebagai pemegang saham selama ini ahli waris tidak tahu kemana hasil tambang itu dijual. Bisa jadi juga ini pencucian uang, karena emas itu dijual ke investor, kemudian hasilnya (uang) kemana,” ujarnya.

Untuk itu, ia meminta agar Polda Kalbar untuk segera memeriksa MPL dan menetapkannya sebagai tersangka, karena apabila kasus ini dibiarkan berlarut-larut, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan gejolak antara kedua belah pihak, apalagi sampai sekarang perusahaan itu tetap beroperasi.

Menanggapi tudingan tersebut, Penasihat Hukum PT SRM, Wawan Ardianto menyebutkan sah-sah saja apabila ahli waris ingin menyampaikan pendapat terhadap perusahaan tersebut. Namun, yang jelas kata dia ada mekanisme-mekanisme yang bisa ditempuh.

"Sekarang begini dalam berpendapat sah-sah saja, namun kalau seorang lawyer menyampaikan pendapat harus dengan bukti autentik yang kuat, jangan asal bicara,” tegasnya.

Lagi pula, dia menyebutkan selama ini pihak ahli waris tidak pernah berkomunikasi, baik dengan PT SRM maupun dengan dirinya sebagai kuasa hukum.

“Ayolah kita punya mekanisme hukum yang benar. Kalau memang ada hal yang sekiranya melanggar hukum dan merugikan pihak, ada mekanisme. Jangan menggiring opini. Kalau perang opini seperti ini tidak akan selesai-selesai," ujarnya.

Konflik antara ahli waris tanah dan pihak PT SRM sudah berlangsung cukup lama, bahkan sampai ditemukannya Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal tidak lepas dari sejarah panjang bagaimana perusahaan ini beraktivitas pertama kali.


Sementara itu, saat dikonfirmasi Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes (Pol) Donny Charles Go menyatakan, bahwa kasus itu (polemik antara ahli waris tanah dengan PT SRM) sudah masuk tahap penyidikan.

"Kita lagi memeriksa saksi dan menunggu jawaban dari MKN (majelis kehormatan notaris) untuk melakukan pemeriksaan notaris," katanya.
 

Pewarta: Andilala

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020