Aliansi Mahasiswa Sambas bersama Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) mengawal kesimpulan sidang Praperadilan Jumardi dengan melaksanakan aksi damai di depan Pengadilan Negeri Pontianak, Kalbar.

"Kami kembali melaksanakan aksi damai untuk menyuarakan dan mengetuk hati majelis hakim agar membuat putusan perkara ini sesuai dengan fakta persidangan. Apapun hasil putusannya kami siap menerima asal sesuai dengan fakta tersebut," kata Ketua FRKP Bruder Stephanus Paiman, di Pontianak Jumat.

Dia juga menyatakan bahwa pihaknya bersama Aliansi Mahasiswa Sambas akan terus mengawal persidangan itu hingga selesai.

“Pada putusan Senin (29/3) kita akan hadir tapi tidak dengan aksi damai. Kita akan lihat putusannya dan akan tetap mengawal sidang ini sampai selesai. Karena telah terjadi kasus serupa dan kami tidak ingin di kemudian hari ada Jumardi lainnya yang akan menjadi korban,” katanya.

Sementara itu, Penasihat Hukum Pemohon, Andel menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan beberapa kesimpulan dalam sidang praperadilan terkait prosedur penahanan dan penangkapan terhadap Jumardi.

“Surat penahanan dan penangkapan yang diterbitkan termohon secara hukum tidak sah karena sesuai dengan UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa tidak ada kewenangan baik kepolisian maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melakukan penanganan tersebut,” kata Andel.

Ia juga menjelaskan bahwa penangkapan yang dilakukan kepada Jumardi serta barang bukti dari pihak termohon pun tidak sah.

“Penangkapan yang dilakukan tidak sah karena tidak ada gelar perkara, tidak ada pemanggilan sebagai saksi, serta tidak ada ditetapkan sebagai tersangka. Lalu untuk penyitaan barang bukti yang digunakan oleh Jumardi sebagai pemohon tidak sah karena hal tersebut merupakan kewenangan dan memerlukan izin Pengadilan Negeri Sambas,” katanya.

Andel menginginkan kasus ini menjadi perhatian penegak hukum untuk lebih teliti dan adil pada setiap penangkapan tindak pidana.

“Semoga ini menjadi perhatian bagi seluruh penegak hukum untuk kedepannya supaya lebih teliti memandang asas keadilan terhadap setiap orang yang akan ditangkap karena diduga telah melakukan tindak pidana,” kata Andel.

Ia juga berharap hasil putusan yang akan dilakukan pada Senin (29/3) mendatang sesuai dengan yang telah disampaikan pada persidangan.

“Harapannya hasilnya kami dapat posisi yang diuntungkan. Namun apapun hasilnya itu kewenangan hakim untuk membuat putusan dan menilai alat bukti yang telah kami sampaikan karena yang disampaikan pada persidangan tersebut adalah terkait sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan pemohon praperadilan. Itu yang kami uji di sini, administrasi bukan alat buktinya,” kata Andel.

Senada dengan itu, Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Kombesp (Pol) Nurhadi Handayani juga berharap putusan sesuai dengan fakta dan prosedur yang telah dijalankan.

“Seperti yang dikatakan hakim bahwa sidang ini bukan siapa yang benar ataupun siapa yang salah, jadi ini melihat fakta atau prosedural dalam melakukan penyelidikan. Apa yang dikatakan hakim sudah selaras dengan aksi tadi agar putusannya berdasarkan fakta-fakta dalam sepanjang persidangan praperadilan baik yang telah disampaikan pemohon maupun termohon. Kita tinggal menunggu putusan Senin nanti,” katanya

Sebelumnya Jum yang biasa dipanggil Jumar, warga Dusun Tempakung, RT 01, RW 01, Desa Tempatan, Kecamatan Sebawi, Kabupaten Sambas ditangkap Polda Kalbar karena diduga menjual burung Bayan yang dilindungi.

Burung Bayan telah dilindungi UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan dimasukkannya ke dalam daftar lampiran pada Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Pewarta: Andilala dan Rahma

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021