Singkawang (ANTARA) - Kantor Pengadilan Negeri Singkawang, Kalimantan Barat menggelar sidang perdana Praperadilan yang diajukan kuasa hukum tersangka HA (pemohon) oknum anggota DPRD Singkawang kepada Polres Singkawang (termohon) atas kasus dugaan asusila anak di bawah umur, Senin.
"Sidang perdana ini baru pemeriksaan dokumen para pihak baik pemohon ataupun termohon. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan permohonan oleh pemohon," kata Kuasa Hukum HA, Akbar Hidayatullah, di Singkawang.
Direncanakan sidang praperadilan ini akan dijadwalkan selama satu pekan ke depan sehingga diharapkan keputusan sudah terbit pada Senin 28 Oktober 2024.
Akbar mengatakan secara garis besar, di hadapan hakim HA sudah menyampaikan jika dalam perkara ini tidak melalui proses penyelidikan. Kemudian, LP dan Sprindik juga keluar atau terbit di tanggal yang sama.
"LP yang dikeluarkan juga model B (umum) bukan LP dari anggota yang biasanya ada LI-nya. Kemudian dari proses pelaporan, penyidikan sampai ditetapkan tersangka pada 16 Agustus klien kami (HA) masih sebagai peserta pemilu 2024. Padahal ada Telegram Kapolri yang berhubungan dengan netralitas Polri," katanya.
Bahkan ada catatan, bahwa di bulan Maret pelapor mencoba melaporkan kejadian asusila tanpa ada saksi dan alat bukti. Namun dalam hitungan bulan tiba-tiba ada saksi dan alat bukti.
"Ini yang menjadi tanda tanya besar bagi kami, apa yang terjadi sebenarnya. Lagi pula kalau di BAP korban, anak korban mengatakan kejadian di tahun 2022. Kemudian, sewaktu gelar perkara khusus di Wasidik Bareskrim Mabes Polri juga di tahun 2022. Sementara ibu korban selaku pelapor bisa menetapkan pada bulan Juli 2023. Secara formil juga dipertanyakan," katanya.
Disinggung mengenai surat penahanan kepada kliennya, dia mengaku tidak tahu mengenai hal itu.
Menurut surat Telegram Kapolri Nomor 1160, pemeriksaan terhadap Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang salah satunya surat Kabareskrim tahun 2020 salah satunya mengharuskan izin dari Mendagri.
"Bahkan kami tidak ada diberitahu mengenai adanya upaya penangkapan atau penahanan itu. Dan kami tidak pernah melihat suratnya," ujarnya.
Kemudian, soal pemecatan dari DPP PKS terhadap kliennya juga dia mengaku tidak tahu.
"Karena kami juga belum menerima surat pemecatannya sampai sekarang. Terlebih kami lebih fokus kepada pemulihan harkat dan martabat klien kami yang berhubungan dengan proses hukum. Jadi kalau mengenai dua hal itu tidak terlalu kami pikirkan," katanya.