Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM Prof. dr. Damayanti R Sjarif, Sp.A(K) mengatakan kandungan 9 asam amino esensial (9AAE) berperan besar dalam membantu pertumbuhan dan kecerdasan otak anak, termasuk dalam kondisi malnutrisi.
"Jika anak kurang mendapat asupan 9AAE di masa emas pertumbuhannya, maka pembentukan otaknya pun bisa tidak maksimal," ujar Prof. Damayanti dalam acara "Media Scientific Session", Kamis (15/4).
Berbagai studi menunjukkan bahwa protein hewani menjadi sumber 9AAE yang lebih baik dari protein nabati. Pasalnya, protein hewani memiliki 9AAE dalam jenis yang lengkap, berbeda dengan protein nabati yang memiliki limiting amino acids (hilangnya salah satu kandungan dari 9AAE).
Hal tersebut menjadi penting karena kekurangan satu jenis asam amino dapat menurunkan kinerja hormon pertumbuhan hingga 34 persen dan angkanya akan meningkat sampai 50 persen jika tubuh sama sekali tidak mendapatkan asam amino esensial secara lengkap baik dalam hal jenis dan jumlahnya.
Adapun sumber protein hewani dan 9AAE yang terbaik berdasarkan nilai bioavailabilitasnya adalah susu, telur, ikan, ayam dan daging.
"Di Indonesia, protein hewani justru kalah populer dengan protein nabati sebagai makanan pelengkap atau pendamping ASI. Ini adalah paradigma yang salah dan harus dibenahi bersama-sama," kata Prof. Damayanti.
"Kita harus memberi asupan dengan kandungan protein yang berkualitas, khususnya asam amino esensial yang yang ada dalam jenis yang lengkap serta jumlah yang cukup pada protein hewani," imbuhnya.
Kekurangan 9AAE juga dapat menyebabkan stunting. Stunting sendiri merupakan salah satu penyakit paling ditakuti di seluruh dunia karena dapat merusak generasi suatu bangsa.
Anak dengan kondisi stunting dapat mengalami gangguan fungsi kognitif dan penurunan sistem imun serta obesitas dan hipertensi saat dewasa.
Di Indonesia, per 2018, terdapat 18 provinsi dengan prevalensi stunting 30-40 persen. Angka tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus stunting terbesar di Asia Tenggara.
Prof. Damayanti juga mengatakan bahwa anak dengan kondisi stunting akan memiliki ketertinggalan dari anak-anak lain dan sulit untuk ditanggulangi sehingga harus dicegah sedini mungkin.
Ia menyarankan bahwa sebaiknya anak mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan, yang kemudian diikuti dengan MPASI bergizi tepat.
9AAE menjadi kandungan yang perlu mendapat perhatian besar dalam memaksimalkan tumbuh kembang anak, karena protein hewani dengan 9AAE bila dikonsumsi dalam jenis yang lengkap dan jumlah yang tepat dapat membantu mencegah stunting.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Jika anak kurang mendapat asupan 9AAE di masa emas pertumbuhannya, maka pembentukan otaknya pun bisa tidak maksimal," ujar Prof. Damayanti dalam acara "Media Scientific Session", Kamis (15/4).
Berbagai studi menunjukkan bahwa protein hewani menjadi sumber 9AAE yang lebih baik dari protein nabati. Pasalnya, protein hewani memiliki 9AAE dalam jenis yang lengkap, berbeda dengan protein nabati yang memiliki limiting amino acids (hilangnya salah satu kandungan dari 9AAE).
Hal tersebut menjadi penting karena kekurangan satu jenis asam amino dapat menurunkan kinerja hormon pertumbuhan hingga 34 persen dan angkanya akan meningkat sampai 50 persen jika tubuh sama sekali tidak mendapatkan asam amino esensial secara lengkap baik dalam hal jenis dan jumlahnya.
Adapun sumber protein hewani dan 9AAE yang terbaik berdasarkan nilai bioavailabilitasnya adalah susu, telur, ikan, ayam dan daging.
"Di Indonesia, protein hewani justru kalah populer dengan protein nabati sebagai makanan pelengkap atau pendamping ASI. Ini adalah paradigma yang salah dan harus dibenahi bersama-sama," kata Prof. Damayanti.
"Kita harus memberi asupan dengan kandungan protein yang berkualitas, khususnya asam amino esensial yang yang ada dalam jenis yang lengkap serta jumlah yang cukup pada protein hewani," imbuhnya.
Kekurangan 9AAE juga dapat menyebabkan stunting. Stunting sendiri merupakan salah satu penyakit paling ditakuti di seluruh dunia karena dapat merusak generasi suatu bangsa.
Anak dengan kondisi stunting dapat mengalami gangguan fungsi kognitif dan penurunan sistem imun serta obesitas dan hipertensi saat dewasa.
Di Indonesia, per 2018, terdapat 18 provinsi dengan prevalensi stunting 30-40 persen. Angka tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus stunting terbesar di Asia Tenggara.
Prof. Damayanti juga mengatakan bahwa anak dengan kondisi stunting akan memiliki ketertinggalan dari anak-anak lain dan sulit untuk ditanggulangi sehingga harus dicegah sedini mungkin.
Ia menyarankan bahwa sebaiknya anak mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan, yang kemudian diikuti dengan MPASI bergizi tepat.
9AAE menjadi kandungan yang perlu mendapat perhatian besar dalam memaksimalkan tumbuh kembang anak, karena protein hewani dengan 9AAE bila dikonsumsi dalam jenis yang lengkap dan jumlah yang tepat dapat membantu mencegah stunting.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021