Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat dan Kalimantan Barat melakukan Pendataan Keluarga 2021 (PK21) yang sekaligus juga mendata keluarga yang berisiko anaknya stunting (kekerdilan).

"Mudah-mudahan data yang terkumpul nantinya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, salah satunya di Kalbar dalam menangani masalah stunting," kata Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN Rudi Budiman di Pontianak, Rabu.

Pendataan tersebut, menurut dia, juga untuk memudahkan pemerintah mengintervensi dalam rangka penurunan angka stunting di Indonesia. "Sehingga pada saat melakukan pendataan keluarga kami juga mengumpulkan data-data keluarga-keluarga yang berisiko melahirkan anak stunting," ujarnya.

Karena, menurut dia, dalam rangka penurunan stunting ini, pihaknya memang tidak bergerak dalam upaya intervensi keluarga yang stunting. "Tapi bagaimana keluarga yang berisiko stunting ini harus kami kendalikan, jangan sampai mereka hamil dan melahirkan anak-anak stunting di kemudian hari," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya lebih mengedepankan yang sifatnya preventif dalam upaya mempercepat penurunan angka stunting di Indonesia, katanya.

BKKBN selaku koordinator pelaksanaan penurunan kekerdilan mengambil peran dalam pemberdayaan keluarga dengan mempromosikan dan mengedukasi tentang pentingnya pola pengasuhan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Kalbar, Tenny C Soriton mengatakan, Kalbar masih masuk 10 provinsi terbesar kasus stunting, untuk itu mari seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam menurunkannya, karena bila tidak ditangani dengan baik maka mengganggu kemajuan pembangunan keluarga dan SDM yang berkualitas serta mandiri.

"Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga periode awal kehidupan anak (1.000 hari pertama kehidupan)," ujarnya.

Dia menambahkan, diperlukan usaha bersama untuk menghindari anak-anak dari terpapar stunting, karena anak adalah aset dan menjadikan generasi Kalbar yang sehat, maju, dan mandiri.

Menurutnya, masih tingginya angka stunting di Kalbar disebabkan beberapa faktor, di antaranya masih tingginya angka perkawinan usia muda dan jarak melahirkan masih terlalu dekat, termasuk kurangnya asupan gizi pada anak-anak pada 1.000 hari pada usia pertama kehidupan.

Selain itu, enam langkah pola asuh 1.000 hari pertama kehidupan yang wajib diketahui dan diterapkan, yaitu selama kehamilan ibu harus mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, kemudian harus melakukan pemeriksaan minimal empat kali selama kehamilan, serta memberikan stimulasi pada janin dalam kandungan, katanya.

Para ibu juga harus memberikan Inisiasi menyusui dini air susu ibu (IMD-ASI) eksklusif selama enam bulan dan dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping (MP) ASI sampai dengan usia anak dua tahun, serta memperkenalkan makanan bergizi pada anak sesuai dengan usia.

"Terakhir memberikan stimulasi (rangsangan) kepada anak sesuai dengan usianya, serta memantau perkembangan anak dengan kartu kembang anak (KKA). Kaitan dengan hal itu, BKKBN bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalbar dan OPDKB kabupaten/kota serta pihak-pihak terkait telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, salah satunya melakukan pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) ke seluruh pelosok Kalbar," katanya.

Pewarta: Andilala dan Slamet Ardiansyah

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021