Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria mendesak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk mencabut aturan mengenai kuota penyaluran BBM bersubsidi yang ditentukan per SPBU, karena  dinilai menjadi salah satu penyebab kekosongan solar subsidi di sejumlah wilayah, sebagai imbas dari peningkatan permintaan. 

"Dengan pemberian relaksasi oleh BPH (Migas), ini bisa dimaknai bahwa secara tak langsung BPH mengakui ada kesalahan dalam membuat kebijakan, keputusan tentang penetapan kuota solar subsidi berdasarkan lembaga penyalur," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya, Sabtu. 

Pernyataan Sofyano tersebut merujuk pada kebijakan BPH Migas yang kemudian memberlakukan relaksasi, ketika permasalahan kekosongan solar subsidi menyeruak ke publik. 

"Jika tidak ada kelemahan atau kesalahan, kenapa harus dikeluarkan relaksasi. Relaksasi bisa dipahami publik sebagai keputusan 'melonggarkan' penentuan kuota solar subsidi dari per lembaga penyalur menjadi per wilayah (kabupaten/kota)," ujarnya. 

Menurut Sofyano, kuota yang mengacu pada lembaga penyalur sudah terbukti menimbulkan masalah pada kecepatan penanganan kekosongan solar di SPBU. 

"Artinya BPH harusnya mencabut peraturan atau keputusan terkait penentuan kuota solar PSO perlembaga penyalur, bukan cuma hanya membuat keputusan Relaksasi saja," tegasnya. 

Disebutkannya lagi bahwa relaksasi adalah kewenangan BPH Migas secara khusus terkait kuota yang sudah ditetapkan saja, bukan menambah kuota nasional.

"Kalau dengan relaksasinya BPH Migas bisa selesaikan masalah kelangkaan solar di SPBU, kenapa tidak dicabut saja peraturannya bukan cuma di koreksi dengan relaksasi saja," kata Sofyano. 

Menelisik lebih dalam, Sofyano mengungkapkan bahwa kekosongan solar subsidi umumnya terjadi pada SPBU tertentu di beberapa titik pada wilayah kabupaten/kota tertentu, bukan terjadi di seluruh SPBU di semua kota. 

SPBU yang ada di jalan tertentu yang mudah di akses bus dan atau truk berbahan bakar solar, dipastikan akan kehabisan BBM tersebut, katanya. 

"Akibat adanya peraturan yang membatasi kuota solar subsidi pada setiap SPBU, maka ketika pada SPBU  terjadi kekosongan solar, pihak Patra Niaga tentu saja tidak bisa serta merta lakukan penambahan pasokan dan inilah penyebab kegaduhan kelangkaan solar di masyarakat," ungkapnya. 

Maka itu, Sofyano mengajak masyarakat untuk memahami bahwa ketika terjadi kelangkaan solar di SPBU, ini bukan karena berkurang atau tidak ada nya stok BBM solar Patra Niaga, namun ada faktor lain yang di luar kewenangan Patra Niaga. 

Sebelumnya, Kepala BPH Migas, Erika Retnowati menegaskan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan BBM hingga ke SPBU di masyarakat. 

Sesuai UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, BPH Migas mempunyai tugas untuk melakukan pengaturan dan pengawasan agar ketersediaan BBM yang ditetapkan oleh pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah NKRI. 

Dalam pengaturan ketersediaan dan distribusi BBM, BPH Migas menetapkan kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) yaitu solar subsidi dan minyak tanah, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yaitu premium untuk setiap kabupaten/kota agar BBM subsidi tepat sasaran dan tepat volume kepada masyarakat yang berhak menerima.

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021