Mataram (ANTARA) - Ekonom Universitas Mataram Muhammad Firmansyah menyarankan pemerintah agar mengutamakan penyiapan transportasi publik ketimbang membatasi masyarakat dalam membeli bahan bakar minyak bersubsidi.
"Transportasi publik di daerah banyak tidak jalan. Ini penting disiapkan sehingga ada alternatif bagi masyarakat," ujar Muhammad Firmansyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis.
Firmansyah menuturkan bahan bakar minyak bersubsidi banyak dinikmati oleh kalangan kelas menengah yang menggunakan kendaraan untuk bekerja dan menjalankan aktivitas produktif lainnya.
Oleh karena itu, pembatasan bahan bakar bersubsidi perlu alternatif agar tidak mengubah pengeluaran masyarakat pengguna.
"Mau diatur macam apapun BBM, bila ada alternatif penggunaan transportasi publik tidak terlalu masalah, akan berkurang dampaknya ke pemilik kendaraan karena transportasi jadi kebutuhan vital," kata Firmansyah.
Di Indonesia saat ini transportasi publik yang layak dan masif hanya berpusat di kawasan Jabodetabek dan beberapa kota besar di Pulau Jawa. Sedangkan, daerah lain kategori madya justru masih banyak yang belum tersentuh oleh kehadiran transportasi publik.
Lebih lanjut Firmansyah mempertanyakan target pembatasan tersebut, apakah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi atau hanya alasan efisiensi anggaran pemerintah.
"Dalam kondisi saat ini sebaiknya dipikirkan secara matang," pungkas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pengetatan penggunaan subsidi bahan bakar minyak pada 17 Agustus, agar mengurangi jumlah penyaluran subsidi kepada orang yang tidak berhak.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas permasalahan penggunaan bahan bakar minyak yang berhubungan dengan defisit APBN 2024.
Luhut meyakini pemerintah dapat menghemat APBN 2024 melalui skema pengetatan penerima subsidi bahan bakar minyak.