Semangat memberdayakan dan membangun desa itulah yang terus disuarakan oleh komunitas ini, melalui kerja nyata di desa-desa tertinggal di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
"Balek Yok" merupakan komunitas yang didirikan pada September 2019. Pengurus inti terdiri dari enam anak muda dari Kota Pontianak yang berkuliah di kampus kenamaan di Pulau Jawa, angkatan tahun 2016 dan 2018.
"Balek Yok" dari bahasa Melayu Pontianak, memiliki makna ayo pulang. Mengajak anak muda yang merantau untuk ikut berkontribusi membangun desa-desa tertinggal yang ada di Kalbar.
Kegiatannya adalah membina dan membangun desa tertinggal. Mereka membentuk komunitas untuk mengajak kepada pemuda pemudi pembelajar terutama perantau untuk kembali ke pedesaan dan berkontribusi untuk kemajuan desa binaan tersebut.
Saat ini mereka tengah membina desa tertinggal di Kabupaten Kubu Raya, yaitu RT 04, Dusun Martalaya, Desa Betuah, Kecamatan Terentang. Desa Betuah menjadi fokus untuk program tersebut dan mereka beri nama program tersebut "Betuah Social Project".
Kegiatan tersebut merupakan salah satu program dari Balek Yok untuk membina desa-desa tertinggal yang ada di Kalbar.
Ketua Komunitas Balek Yok, Muhammad Ghifari Haikal mengatakan alasan dipilihnya Desa Betuah untuk program tersebut karena sebagai salah satu desa tertinggal yang ada di Kubu Raya, desa ini jarang tersentuh program dari pemerintah.
"Selain itu, sumber daya manusia (SDM) masyarakatnya yang kurang, juga menjadi alasan kami memilih Betuah untuk program kali ini," kata Ghifari, lulusan Jurusan Ilmu Komputer, IPB University tahun 2020 ini.
Berdasarkan status Indeks Desa Membangun (IDM) di situs resmi Pemprov Kalbar, dari sembilan kecamatan dan 118 desa yang ada di Kubu Raya, masih terdapat lima desa tertinggal di beberapa kecamatan kabupaten setempat. Meliputi Desa Tanjung Harapan di Kecamatan Batu Ampar, Betuah di Terentang, Mengkalang Jambu di Kubu, Seruat Tiga di Kubu, dan Sungai Dungun di Terentang.
Menurut Ghifari lagi, tujuan utama dari program di Desa Betuah adalah untuk membina SDM dan ekonomi masyarakat setempat.
Dalam kegiatan membangun desa tertinggal itu, Balek Yok juga bekerja sama dengan beberapa pihak yang ikut turun langsung.
"Kami tim Balek Yok juga dibantu oleh beberapa pihak seperti teman-teman KKN dari IPB, BEM Politeknik Negeri Pontianak, dan tim PHP2D Universitas Nahdlatul Ulama," kata Ghifari.
Dari program yang sudah dimulai sejak April 2021 itu, kini mereka sudah membangun beberapa fasilitas, salah satunya toilet umum yang layak. Karena sebelumnya warga desa setempat melakukan kegiatan mandi cuci kakus (MCK) langsung di atas sungai.
Kemudian pembangunan rumah budidaya jamur dan instalasi panel surya untuk kebutuhan listrik desa.
Dalam melaksanakan program, komunitas ini juga mendapat bantuan melalui kerja sama dengan beberapa pihak. Misalnya saja, untuk pembangunan toilet umum, ada bantuan dari Pemkab Kubu Raya senilai Rp10 juta. Untuk membangun rumah jamur ada bantuan dari tim PHP2D Universitas Nahdlatul Ulama, dan untuk instalasi panel surya ada bantuan dari Madrasah Aliyah Negeri 2 Pontianak.
Bantuan juga didapat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Dinas Kesehatan Kubu Raya.
"Untuk pembangunan rumah jamur kami juga dapat bantuan Ditjen Dikti, dari Dinas Kesehatan Kubu Raya kami dapat bantuan alat berupa cetakan gorong-gorong dan cetakan closet," kata Ghifari lagi.
Selain Desa Betuah, Komunitas yang berisi para alumni dan mahasiswa aktif IPB itu juga pernah memiliki program membangun desa tertinggal di tempat lainnya, yakni Desa Sungai Malaya. Desa ini juga di Kubu Raya, tepatnya di Kecamatan Sungai Ambawang.
Di desa tersebut Balek Yok membina para warga untuk memproduksi sirup nanas, karena nanas merupakan komuditas utama di desa setempat.
"Jika panen tiba, harga nanas menjadi turun sehingga tim dari Balek Yok berinisiatif melakukan inovasi dengan menciptakan sirup nanas agar menjadi produk unggulan dari desa itu," kata Ghifari lagi.
Dia mengatakan harapannya agar sirup nanas bisa jadi produk unggulan Desa Sungai Malaya, dan dapat dipamerkan dalam berbagai kegiatan pameran produk makanan baik lokal Kubu Raya maupun tingkat provinsi Kalbar.
Atasi hambatan
Dalam melaksanakan kegiatan bina desa, menurut ketua komunitas, Ghifari, diperlukan adanya kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak untuk mensukseskannya, baik itu dari segi dana, tenaga, maupun lainnya.
"Untuk kegiatan bina desa, kami juga perlu bantuan dari berbagai pihak baik itu pemerintah, pengusaha, penyuluh maupun pihak-pihak lain yang berkenan membantu," tuturnya.
Ia mengakui, misalnya dalam program membina Desa Betuah, ada hambatan seperti dana, jarak, dan transportasi.
Anggota komunitas masih menggunakan dana pribadi untuk transportasi dan biaya hidup selama mereka melaksanakan program "Betuah Social Project".
"Harus diakui, komunitas kami ini masih baru dan belum stabil jadi masalah utamanya itu ada di pendanaan untuk transportasi dan kehidupan sehari-hari di sana," kata alumni IPB itu.
Masalah lain yang sering dihadapi adalah soal jarak dan transportasi. Karena dari Kota Pontianak, menuju ke Desa Betuah membutuhkan waktu lima jam melalui jalur darat dan tiga jam lewat jalur sungai. Jarak antar RT di desa tersebut juga saling berjauhan dan transportasinya masih menggunakan perahu mesin.
"Ketika kami akan pergi dari RT 4 ke RT 3, kami menggunakan perahu mesin dan itu menghabiskan bensin sekitar 20 liter atau waktunya sekitar dua jam," kata dia lagi.
Tiga hal tersebut yang menjadi hambatan utama untuk tim Balek Yok dalam melaksanakan program "Betuah Social Project".
Walaupun begitu hambatan itu tidak mematahkan semangat mereka untuk mensukseskan program tersebut. "Anggota komunitas kami memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk membina desa tertinggal," kata dia menambahkan.
Dukungan positif
Kehadiran Kemunitas Balek Yok dengan semangatnya membangun desa tertinggal, disambut positif warga setempat. Salah satu warga Desa Betuah mengucapkan rasa syukur dan berterima kasihnya kepada komunitas anak muda ini.
"Saya sangat berterima kasih kepada tim dari Balek Yok yang sudah peduli kepada desa kami," kata Juandi, salah satu tokoh pemuda setempat.
Dia mengaku bersyukur, karena berkat pemasangan panel surya dari Komunitas Balek Yok, masjid yang sebelumnya aliran listriknya masih sangat terbatas sekarang bisa digunakan selama 24 jam.
Juandi juga mengharapkan ada bantuan dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait untuk pemasangan panel surya agar bisa dialirkan ke setiap rumah di desa itu. Karena selama ini aliran listrik desa itu masih menggunakan generator set (genset) sehingga pasokan listriknya terbatas dan membutuhkan biaya yang lumayan besar.
"Semoga nanti ada pihak lain yang tergerak untuk memasang panel surya di desa kami, karena untuk sekarang ini kami masih menggunakan genset untuk aliran listriknya," kata Juandi berharap.
Sementara Sekretaris Daerah Pemkab Kubu Raya, Yusran Anizam mengatakan, bina desa yang dilakukan Komunitas Balek Yok dan gabungan mahasiswa di Desa Betuah, dapat sejalan dengan program dari pemerintah kabupaten.
"Kami sangat mengapresiasi dengan kegiatan mereka yang di Desa Betuah dan beberapa tempat lainnya dan insya Allah bisa bersinergi dengan program dari kami," katanya, saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan kegiatan seperti itu bagus untuk dilakukan karena bisa mendorong dan memperdayakan potensi-potensi dan sumber daya yang ada di desa setempat baik itu dari segi manusia maupun alamnya.
Komunitas Balok Yok memberikan spirit, mengajak pemuda pemudi yang merantau demi mengenyam pendidikan tinggi, kembali desa-desa untuk berkontribusi bagi kemajuannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Balek Yok" merupakan komunitas yang didirikan pada September 2019. Pengurus inti terdiri dari enam anak muda dari Kota Pontianak yang berkuliah di kampus kenamaan di Pulau Jawa, angkatan tahun 2016 dan 2018.
"Balek Yok" dari bahasa Melayu Pontianak, memiliki makna ayo pulang. Mengajak anak muda yang merantau untuk ikut berkontribusi membangun desa-desa tertinggal yang ada di Kalbar.
Kegiatannya adalah membina dan membangun desa tertinggal. Mereka membentuk komunitas untuk mengajak kepada pemuda pemudi pembelajar terutama perantau untuk kembali ke pedesaan dan berkontribusi untuk kemajuan desa binaan tersebut.
Saat ini mereka tengah membina desa tertinggal di Kabupaten Kubu Raya, yaitu RT 04, Dusun Martalaya, Desa Betuah, Kecamatan Terentang. Desa Betuah menjadi fokus untuk program tersebut dan mereka beri nama program tersebut "Betuah Social Project".
Kegiatan tersebut merupakan salah satu program dari Balek Yok untuk membina desa-desa tertinggal yang ada di Kalbar.
Ketua Komunitas Balek Yok, Muhammad Ghifari Haikal mengatakan alasan dipilihnya Desa Betuah untuk program tersebut karena sebagai salah satu desa tertinggal yang ada di Kubu Raya, desa ini jarang tersentuh program dari pemerintah.
"Selain itu, sumber daya manusia (SDM) masyarakatnya yang kurang, juga menjadi alasan kami memilih Betuah untuk program kali ini," kata Ghifari, lulusan Jurusan Ilmu Komputer, IPB University tahun 2020 ini.
Berdasarkan status Indeks Desa Membangun (IDM) di situs resmi Pemprov Kalbar, dari sembilan kecamatan dan 118 desa yang ada di Kubu Raya, masih terdapat lima desa tertinggal di beberapa kecamatan kabupaten setempat. Meliputi Desa Tanjung Harapan di Kecamatan Batu Ampar, Betuah di Terentang, Mengkalang Jambu di Kubu, Seruat Tiga di Kubu, dan Sungai Dungun di Terentang.
Menurut Ghifari lagi, tujuan utama dari program di Desa Betuah adalah untuk membina SDM dan ekonomi masyarakat setempat.
Dalam kegiatan membangun desa tertinggal itu, Balek Yok juga bekerja sama dengan beberapa pihak yang ikut turun langsung.
"Kami tim Balek Yok juga dibantu oleh beberapa pihak seperti teman-teman KKN dari IPB, BEM Politeknik Negeri Pontianak, dan tim PHP2D Universitas Nahdlatul Ulama," kata Ghifari.
Dari program yang sudah dimulai sejak April 2021 itu, kini mereka sudah membangun beberapa fasilitas, salah satunya toilet umum yang layak. Karena sebelumnya warga desa setempat melakukan kegiatan mandi cuci kakus (MCK) langsung di atas sungai.
Kemudian pembangunan rumah budidaya jamur dan instalasi panel surya untuk kebutuhan listrik desa.
Dalam melaksanakan program, komunitas ini juga mendapat bantuan melalui kerja sama dengan beberapa pihak. Misalnya saja, untuk pembangunan toilet umum, ada bantuan dari Pemkab Kubu Raya senilai Rp10 juta. Untuk membangun rumah jamur ada bantuan dari tim PHP2D Universitas Nahdlatul Ulama, dan untuk instalasi panel surya ada bantuan dari Madrasah Aliyah Negeri 2 Pontianak.
Bantuan juga didapat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan Dinas Kesehatan Kubu Raya.
"Untuk pembangunan rumah jamur kami juga dapat bantuan Ditjen Dikti, dari Dinas Kesehatan Kubu Raya kami dapat bantuan alat berupa cetakan gorong-gorong dan cetakan closet," kata Ghifari lagi.
Selain Desa Betuah, Komunitas yang berisi para alumni dan mahasiswa aktif IPB itu juga pernah memiliki program membangun desa tertinggal di tempat lainnya, yakni Desa Sungai Malaya. Desa ini juga di Kubu Raya, tepatnya di Kecamatan Sungai Ambawang.
Di desa tersebut Balek Yok membina para warga untuk memproduksi sirup nanas, karena nanas merupakan komuditas utama di desa setempat.
"Jika panen tiba, harga nanas menjadi turun sehingga tim dari Balek Yok berinisiatif melakukan inovasi dengan menciptakan sirup nanas agar menjadi produk unggulan dari desa itu," kata Ghifari lagi.
Dia mengatakan harapannya agar sirup nanas bisa jadi produk unggulan Desa Sungai Malaya, dan dapat dipamerkan dalam berbagai kegiatan pameran produk makanan baik lokal Kubu Raya maupun tingkat provinsi Kalbar.
Atasi hambatan
Dalam melaksanakan kegiatan bina desa, menurut ketua komunitas, Ghifari, diperlukan adanya kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak untuk mensukseskannya, baik itu dari segi dana, tenaga, maupun lainnya.
"Untuk kegiatan bina desa, kami juga perlu bantuan dari berbagai pihak baik itu pemerintah, pengusaha, penyuluh maupun pihak-pihak lain yang berkenan membantu," tuturnya.
Ia mengakui, misalnya dalam program membina Desa Betuah, ada hambatan seperti dana, jarak, dan transportasi.
Anggota komunitas masih menggunakan dana pribadi untuk transportasi dan biaya hidup selama mereka melaksanakan program "Betuah Social Project".
"Harus diakui, komunitas kami ini masih baru dan belum stabil jadi masalah utamanya itu ada di pendanaan untuk transportasi dan kehidupan sehari-hari di sana," kata alumni IPB itu.
Masalah lain yang sering dihadapi adalah soal jarak dan transportasi. Karena dari Kota Pontianak, menuju ke Desa Betuah membutuhkan waktu lima jam melalui jalur darat dan tiga jam lewat jalur sungai. Jarak antar RT di desa tersebut juga saling berjauhan dan transportasinya masih menggunakan perahu mesin.
"Ketika kami akan pergi dari RT 4 ke RT 3, kami menggunakan perahu mesin dan itu menghabiskan bensin sekitar 20 liter atau waktunya sekitar dua jam," kata dia lagi.
Tiga hal tersebut yang menjadi hambatan utama untuk tim Balek Yok dalam melaksanakan program "Betuah Social Project".
Walaupun begitu hambatan itu tidak mematahkan semangat mereka untuk mensukseskan program tersebut. "Anggota komunitas kami memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk membina desa tertinggal," kata dia menambahkan.
Dukungan positif
Kehadiran Kemunitas Balek Yok dengan semangatnya membangun desa tertinggal, disambut positif warga setempat. Salah satu warga Desa Betuah mengucapkan rasa syukur dan berterima kasihnya kepada komunitas anak muda ini.
"Saya sangat berterima kasih kepada tim dari Balek Yok yang sudah peduli kepada desa kami," kata Juandi, salah satu tokoh pemuda setempat.
Dia mengaku bersyukur, karena berkat pemasangan panel surya dari Komunitas Balek Yok, masjid yang sebelumnya aliran listriknya masih sangat terbatas sekarang bisa digunakan selama 24 jam.
Juandi juga mengharapkan ada bantuan dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait untuk pemasangan panel surya agar bisa dialirkan ke setiap rumah di desa itu. Karena selama ini aliran listrik desa itu masih menggunakan generator set (genset) sehingga pasokan listriknya terbatas dan membutuhkan biaya yang lumayan besar.
"Semoga nanti ada pihak lain yang tergerak untuk memasang panel surya di desa kami, karena untuk sekarang ini kami masih menggunakan genset untuk aliran listriknya," kata Juandi berharap.
Sementara Sekretaris Daerah Pemkab Kubu Raya, Yusran Anizam mengatakan, bina desa yang dilakukan Komunitas Balek Yok dan gabungan mahasiswa di Desa Betuah, dapat sejalan dengan program dari pemerintah kabupaten.
"Kami sangat mengapresiasi dengan kegiatan mereka yang di Desa Betuah dan beberapa tempat lainnya dan insya Allah bisa bersinergi dengan program dari kami," katanya, saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan kegiatan seperti itu bagus untuk dilakukan karena bisa mendorong dan memperdayakan potensi-potensi dan sumber daya yang ada di desa setempat baik itu dari segi manusia maupun alamnya.
Komunitas Balok Yok memberikan spirit, mengajak pemuda pemudi yang merantau demi mengenyam pendidikan tinggi, kembali desa-desa untuk berkontribusi bagi kemajuannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021