Puluhan petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kota Singkawang menggelar aksi damai di Kantor Wali Kota Singkawang, meminta Presiden kembali membuka keran ekspor CPO.

"Kami mendukung aksi keprihatinan para petani kelapa sawit secara nasional di 22 provinsi dan 146 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Dengan harapan, apa yang disampaikan para petani kelapa sawit bisa di dengar oleh pemerintah pusat, karena yang mengambil keputusan larangan ekspor minyak kelapa sawit dan CPO adalah pemerintah pusat melalui bapak Presiden RI, Joko Wododo," kata koordinator aksi, Maryanto di Singkawang, Selasa.

Menurut informasi, katanya, di Malaysia harga BTS sudah mencapai Rp5000 per kilogram, sementara di Indonesia masih di kisaran harga Rp1500-Rp2000 per kilogram.

"Yang paling menyedihkan lagi ada pabrik yang sudah tidak menerima hasil petani kelapa sawit yang telah berjuang memanen dan mengangkut, namun tidak diterima. Alangkah sedihnya," tuturnya.

Oleh karena itu, melalui aksi yang disampaikan kepada pemerintah melalui ibu Wali Kota Singkawang bisa didengar oleh pemerintah pusat.

Dia menambahkan, Kota Singkawang merupakan satu-satunya kota yang tidak mempunyai pabrik kelapa sawit. Padahal di Singkawang ada seluas 5000 hektare lahan sawit ditambah kabupaten tetangga yang (Sambas dan Bengkayang) yang memiliki areal sawit yang cukup luas.

"Dengan begitu, kami sangat mengharapkan dan mohon dukungan kepada pemda bisa menghadirkan investor guna membangun pabrik kelapa sawit," katanya.

Tujuannya, pembelian dari rantai yang panjang bisa menjadi pendek, karena dari petani bisa langsung ke pabrik melalui koperasi yang didirikan Apkasindo, sehingga harga yang didapat bisa sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar.

Maryanto menambahkan, Apkasindo Singkawang sangat mengharapkan kepada Pemkot Singkawang, untuk menghadirkan investor guna pengolahan industri hilir minyak kelapa sawit.

"Karena apabila dari CPO bisa diolah menjadi minyak goreng dan bisa dipasarkan untuk kebutuhan masyarakat di Kalbar, tentu akan sangat mendatangkan kemanfaatan serta dapat menambah PAD dan dapat menyerap tenaga kerja yang ada di daerah," katanya.

Salah satu petani sawit Kota Singkawang, H Waras mengatakan, adanya larangan ekspor minyak sawit oleh pemerintah pusat, tentunya sangat mengancam kesejahteraan para petani sawit.

"Karena lahan sawit yang merupakan penopang hidup terancam tidak terawat," kata dia.

Sehingga dirinya beserta para petani sawit lainnya datang ke Pemkot Singkawang untuk menyampaikan rasa kesedihan dengan harapan harga TBS bisa normal kembali.

"Sebelum adanya larangan tersebut harga TBS sekitar Rp3500 per kilogram, namun sejak adanya larangan tersebut harga TBS menjadi Rp1900 per kilogram," ujarnya.

Harga tersebut tentunya tidak bisa menopang kehidupan para petani sawit.

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022