Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas Hulu Kalimantan Barat mengajak semua pihak untuk meningkatkan komitmen dalam upaya penanggulangan dan pencegahan kekurangan gizi (stunting) hingga ke pelosok desa.
"Kami ingin mengajak semua pihak meningkatkan komitmen bersama untuk mengatasi persoalan stunting sampai tingkat desa," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kapuas Hulu Ade Hermanto, saat Rembuk Stunting di Kecamatan Mentebah Kapuas Hulu, Kamis.
Disampaikan Ade, persoalan stunting telah menjadi agenda pembangunan nasional, dan Kabupaten Kapuas Hulu menjadi salah satu kabupaten lokus dalam penanganan stunting di Indonesia.
Baca juga: Wabup Sambas sebutkan berbagai upaya telah dilakukan turunkan stunting
Baca juga: TPPS Bengkayang dampingi keluarga dengan anak risiko stunting
Baca juga: Seribu mitra jadi bapak asuh untuk mempercepat penurunan stunting di Kalbar
Menurutnya, kekurangan gizi tidak hanya memgenai pertumbuhan anak yang terhambat, namun juga berkaitan dengan perkembangan otak yang kurang maksimal.
Hal itu menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang di bawah rata-rata, dan bisa berakibat pada prestasi yang buruk.
"Tingkat prevalensi stunting yang masih tinggi, perlu segera kita atasi bersama, baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa, individu, komunitas, CSR, maupun swasta, harus bersinergi dan bersatu dalam upaya penanggulangan stunting," ucap Ade.
Baca juga: Sempena Harganas, BKKBN bantu keluarga stunting
Baca juga: AIMI Kalimantan Barat bersama kader Posyandu gencarkan sosialisasi PMBA
Baca juga: Satgas Percepatan Penurunan Stunting gelar konsolidasi dan koordinasi
Dia menjelaskan sesuai dengan strategi nasional dalam penanggulangan stunting, telah ditetapkan lima pilar pencegahan stunting yaitu komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah dan desa, kemudian ketahanan pangan dan gizi serta pemantauan dan evaluasi.
Disebutkan Ade, kunci pencegahan dan penanganan kasus stunting adalah di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sehingga perhatian kepada ibu hamil dan balita serta baduta, baik melalui intervensi gisi spesifik, maupun intervensi gizi sensitif, perlu terus diupayakan.
Perlu diketahui, kata Ade, intervensi tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga dilaksanakan oleh sektor yang lain. Karena tingkat keberhasilan program itu sangat dipengaruhi oleh sektor non kesehatan, dengan proporsi dukungan mencapai 70 persen.
Baca juga: Norsan minta Pemerintah Kabupaten Sambas maksimalkan upaya pencegahan stunting
Baca juga: Bantu cegah stunting, Mahasiswa perlu lakukan identifikasi masalah di desa
Baca juga: BKKBN gandeng perguruan tinggi di Kalimantan Barat cegah stunting
Sedangkan, salah satu pendukung pencegahan stunting diantaranya yaitu pembangunan sanitasi, air bersih, penyediaan pangan yang aman dan bergizi dan lebih utamanya pemahaman secara baik, serta kepedulian masing-masing individu, berikut masyarakat, untuk mengoptimalkan perannya, dalam upaya penanggulangan stunting.
Ade juga menekankan agar masalah gizi tetap harus menjadi prioritas yang tidak boleh kita abaikan.
"Pemerintah daerah tetap untuk menjamin kecukupan gizi masyarakat. Oleh karenanya seluruh stakeholder terkait untuk bisa melakukan inovasi-inovasi, agar upaya pemenuhan gizi masyarakat, utamanya bagi mereka yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita," katanya.
Baca juga: Dengan anggaran terbatas, BKKBN tetap beristiar turunkan angka stunting'
Baca juga: Kabupaten Bengkayang terus berupaya mengentaskan stunting
Baca juga: Dari Rp34 triliun, BKKBN dapat anggaran Rp810 miliar untuk tangani stunting
Selanjutnya, untuk tingkat desa, bidan dan petugas gizi puskesmas bersama-sama dengan kader di masing-masing desa untuk melakukan penelusuran, penemuan bayi dan balita yang berpotensi stunting.
"Untuk camat, diharapkan bisa memfasilitasi dan mengkoordinir desa. Pastikan kegiatan untuk penurunan dan pencegahan stunting di tingkat desa teralokasi lewat dana desa," pesan Ade.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Kami ingin mengajak semua pihak meningkatkan komitmen bersama untuk mengatasi persoalan stunting sampai tingkat desa," kata Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kapuas Hulu Ade Hermanto, saat Rembuk Stunting di Kecamatan Mentebah Kapuas Hulu, Kamis.
Disampaikan Ade, persoalan stunting telah menjadi agenda pembangunan nasional, dan Kabupaten Kapuas Hulu menjadi salah satu kabupaten lokus dalam penanganan stunting di Indonesia.
Baca juga: Wabup Sambas sebutkan berbagai upaya telah dilakukan turunkan stunting
Baca juga: TPPS Bengkayang dampingi keluarga dengan anak risiko stunting
Baca juga: Seribu mitra jadi bapak asuh untuk mempercepat penurunan stunting di Kalbar
Menurutnya, kekurangan gizi tidak hanya memgenai pertumbuhan anak yang terhambat, namun juga berkaitan dengan perkembangan otak yang kurang maksimal.
Hal itu menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang di bawah rata-rata, dan bisa berakibat pada prestasi yang buruk.
"Tingkat prevalensi stunting yang masih tinggi, perlu segera kita atasi bersama, baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa, individu, komunitas, CSR, maupun swasta, harus bersinergi dan bersatu dalam upaya penanggulangan stunting," ucap Ade.
Baca juga: Sempena Harganas, BKKBN bantu keluarga stunting
Baca juga: AIMI Kalimantan Barat bersama kader Posyandu gencarkan sosialisasi PMBA
Baca juga: Satgas Percepatan Penurunan Stunting gelar konsolidasi dan koordinasi
Dia menjelaskan sesuai dengan strategi nasional dalam penanggulangan stunting, telah ditetapkan lima pilar pencegahan stunting yaitu komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah dan desa, kemudian ketahanan pangan dan gizi serta pemantauan dan evaluasi.
Disebutkan Ade, kunci pencegahan dan penanganan kasus stunting adalah di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sehingga perhatian kepada ibu hamil dan balita serta baduta, baik melalui intervensi gisi spesifik, maupun intervensi gizi sensitif, perlu terus diupayakan.
Perlu diketahui, kata Ade, intervensi tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga dilaksanakan oleh sektor yang lain. Karena tingkat keberhasilan program itu sangat dipengaruhi oleh sektor non kesehatan, dengan proporsi dukungan mencapai 70 persen.
Baca juga: Norsan minta Pemerintah Kabupaten Sambas maksimalkan upaya pencegahan stunting
Baca juga: Bantu cegah stunting, Mahasiswa perlu lakukan identifikasi masalah di desa
Baca juga: BKKBN gandeng perguruan tinggi di Kalimantan Barat cegah stunting
Sedangkan, salah satu pendukung pencegahan stunting diantaranya yaitu pembangunan sanitasi, air bersih, penyediaan pangan yang aman dan bergizi dan lebih utamanya pemahaman secara baik, serta kepedulian masing-masing individu, berikut masyarakat, untuk mengoptimalkan perannya, dalam upaya penanggulangan stunting.
Ade juga menekankan agar masalah gizi tetap harus menjadi prioritas yang tidak boleh kita abaikan.
"Pemerintah daerah tetap untuk menjamin kecukupan gizi masyarakat. Oleh karenanya seluruh stakeholder terkait untuk bisa melakukan inovasi-inovasi, agar upaya pemenuhan gizi masyarakat, utamanya bagi mereka yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita," katanya.
Baca juga: Dengan anggaran terbatas, BKKBN tetap beristiar turunkan angka stunting'
Baca juga: Kabupaten Bengkayang terus berupaya mengentaskan stunting
Baca juga: Dari Rp34 triliun, BKKBN dapat anggaran Rp810 miliar untuk tangani stunting
Selanjutnya, untuk tingkat desa, bidan dan petugas gizi puskesmas bersama-sama dengan kader di masing-masing desa untuk melakukan penelusuran, penemuan bayi dan balita yang berpotensi stunting.
"Untuk camat, diharapkan bisa memfasilitasi dan mengkoordinir desa. Pastikan kegiatan untuk penurunan dan pencegahan stunting di tingkat desa teralokasi lewat dana desa," pesan Ade.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022