Pakar gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Anna Vipta Resti Mauludyani, SP, M.Gizi membagikan kiat bagi orang tua dalam menyiapkan bekal bergizi untuk anak, terutama anak usia dini, dengan memerhatikan porsi, tampilan, serta gizi seimbang.
Menurut Anna, konsep bekal sebetulnya merupakan makanan untuk selingan sehingga sebaiknya orang tua jangan menyiapkan bekal dalam porsi penuh atau besar. Dia juga mengingatkan bahwa bekal bukan lah pengganti sarapan sehingga sebaiknya sarapan tetap dilakukan di rumah sebelum anak berangkat ke sekolah.
Baca juga: Ketua TPPS Sambas sebutkan anak TKI tidak maksimal dapatkan gizi
Baca juga: BKKBN tidak pernah melarang orang untuk menikah
“Saya ingin kasih tips buat ayah bunda yang akan menyiapkan bekal untuk anaknya. Siapkan saja dengan porsi kecil. Kembali lagi bekal adalah snack (selingan), jadi anggapannya bekal adalah snack. Seperti halnya snack, tidak terlalu banyak (porsinya),” kata Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB itu dalam bincang virtual yang disiarkan langsung di Instagram, Jumat.
Dengan memahami bahwa bekal sebagai makanan selingan, Anna menjelaskan porsi yang disajikan dalam bekal hanya 10 persen dari total kebutuhan kalori anak dalam sehari. Sebagai contoh, anak memiliki total kebutuhan kalori sebanyak 1.400 kkal, dengan demikian porsi bekal hanya mencakup 140 kkal saja.
“140 kkal sebanyak apa, sih? Mungkin kalau kita bayangkan pakai nasi, kalau nasi itu kira-kira hanya setengah centong sebelum ditambah lauk-pauk, sayur, dan buah. Dengan setengah centong nasi saja itu sudah cukup sebetulnya, jadi tidak perlu sampai memenuhi tempat bekal,” kata Anna.
Dengan porsi kecil dan sesuai dengan kebutuhan anak, Anna mengatakan anak-anak akan merasa menikmati bekal yang mereka bawa dan bukan malah terpaksa untuk menghabiskan karena porsi berlebih.
Baca juga: Wagub Kalbar menilai penyebab Stunting karena anak kekurangan asupan gizi
Baca juga: PLN bantu pencegahan stunting di Jayawijaya
Selain porsi, orang tua juga disarankan untuk membuat bekal dengan tampilan menarik dengan cara mempertimbangkan pemilihan warna makanan. Anna mengingatkan, warna menarik bukanlah warna yang mencolok dan warna menarik ini bisa didapatkan dari bahan makanan alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kemudian, orang tua dianjurkan untuk menyiapkan tempat bekal yang juga menarik bagi anak-anak. Dengan begitu, imbuh Anna, mereka akan merasa semangat dan menambah rasa kepercayaan diri untuk memakan bekal yang dibawa.
“Kita bisa berguru sama makanan atau bento-bento yang dari Jepang. Jadi kita bisa menambah variasi nasi tidak hanya dibiarkan begitu saja, bisa dibuat bulat-bulat, ada cetakan segitiga,” ujar dia.
Anna mengatakan biasanya banyak orang tua yang menemui masalah pada anak mereka yang tidak menyukai makan sayur-sayuran. Mengenai hal ini, orang tua dapat menyiasatinya dengan memilih jenis sayur yang memang disukai anak terlebih dahulu sambil memperkenalkan sayuran yang lain.
Orang tua juga dapat melakukan modifikasi pengolahan sayuran yang disukai anak seperti memasukkan sayur ke dalam nugget, risol, atau pangan olahan lain. Dengan cara ini diharapkan dapat mengatasi bekal sayur yang biasanya tidak dimakan oleh anak.
“Itu bisa kita lakukan juga. Kalau dia tidak suka (sayur) itu benar-benar tidak dimakan, jangan sampai seperti itu. Tapi kalau seandainya olahannya sudah menarik dan dia suka suka makanan olahannya dari sayur tersebut, nanti dia akan makan,” kata Anna.
Baca juga: Pemkab Kapuas Hulu gerakan kader posyandu perbatasan tangani kekurangan gizi
Baca juga: Ibu hamil dan bayi harus cukup asupan gizi agar terhindar dari stunting
Baca juga: Rutin konsumsi ikan kurangi risiko kardiovaskuler
Ahli teknologi pangan Hindah Muaris mengatakan salah satu cara untuk meningkatkan gizi dan menurunkan stunting masyarakat adalah melalui makanan tradisional yang saat ini sudah ditinggalkan karena dianggap kurang praktis.
"Strategi gastronomi dengan menu gizi seimbang dari bahan pangan lokal yang diolah menjadi berbagai hidangan yang enak dan menyehatkan dapat memperbaiki gizi anak dan menurunkan stunting," ujar lulusan Teknologi Pangan Gizi dari Institut Pertanian Bogor itu dalam "Deklarasi Konsensus Nutrisi dan Hidrasi Berbasis Makanan Tradisional" di Jakarta, Senin.
Hindah mengatakan makanan tradisional saat ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap tidak praktis dalam hal penyajian. Padahal dalam semangkuk kuliner, tercukupi berbagai macam kebutuhan gizi. Baca selengkapnya: Makanan tradisional meningkatkan gizi dan turunkan stunting
Baca juga: Karolin sosialisasikan makanan bergizi di Desa Dange Aji
Baca juga: Kapuas Hulu kembangkan pekarangan lestari untuk mengatasi stunting
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
Menurut Anna, konsep bekal sebetulnya merupakan makanan untuk selingan sehingga sebaiknya orang tua jangan menyiapkan bekal dalam porsi penuh atau besar. Dia juga mengingatkan bahwa bekal bukan lah pengganti sarapan sehingga sebaiknya sarapan tetap dilakukan di rumah sebelum anak berangkat ke sekolah.
Baca juga: Ketua TPPS Sambas sebutkan anak TKI tidak maksimal dapatkan gizi
Baca juga: BKKBN tidak pernah melarang orang untuk menikah
“Saya ingin kasih tips buat ayah bunda yang akan menyiapkan bekal untuk anaknya. Siapkan saja dengan porsi kecil. Kembali lagi bekal adalah snack (selingan), jadi anggapannya bekal adalah snack. Seperti halnya snack, tidak terlalu banyak (porsinya),” kata Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB itu dalam bincang virtual yang disiarkan langsung di Instagram, Jumat.
Dengan memahami bahwa bekal sebagai makanan selingan, Anna menjelaskan porsi yang disajikan dalam bekal hanya 10 persen dari total kebutuhan kalori anak dalam sehari. Sebagai contoh, anak memiliki total kebutuhan kalori sebanyak 1.400 kkal, dengan demikian porsi bekal hanya mencakup 140 kkal saja.
“140 kkal sebanyak apa, sih? Mungkin kalau kita bayangkan pakai nasi, kalau nasi itu kira-kira hanya setengah centong sebelum ditambah lauk-pauk, sayur, dan buah. Dengan setengah centong nasi saja itu sudah cukup sebetulnya, jadi tidak perlu sampai memenuhi tempat bekal,” kata Anna.
Dengan porsi kecil dan sesuai dengan kebutuhan anak, Anna mengatakan anak-anak akan merasa menikmati bekal yang mereka bawa dan bukan malah terpaksa untuk menghabiskan karena porsi berlebih.
Baca juga: Wagub Kalbar menilai penyebab Stunting karena anak kekurangan asupan gizi
Baca juga: PLN bantu pencegahan stunting di Jayawijaya
Selain porsi, orang tua juga disarankan untuk membuat bekal dengan tampilan menarik dengan cara mempertimbangkan pemilihan warna makanan. Anna mengingatkan, warna menarik bukanlah warna yang mencolok dan warna menarik ini bisa didapatkan dari bahan makanan alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kemudian, orang tua dianjurkan untuk menyiapkan tempat bekal yang juga menarik bagi anak-anak. Dengan begitu, imbuh Anna, mereka akan merasa semangat dan menambah rasa kepercayaan diri untuk memakan bekal yang dibawa.
“Kita bisa berguru sama makanan atau bento-bento yang dari Jepang. Jadi kita bisa menambah variasi nasi tidak hanya dibiarkan begitu saja, bisa dibuat bulat-bulat, ada cetakan segitiga,” ujar dia.
Anna mengatakan biasanya banyak orang tua yang menemui masalah pada anak mereka yang tidak menyukai makan sayur-sayuran. Mengenai hal ini, orang tua dapat menyiasatinya dengan memilih jenis sayur yang memang disukai anak terlebih dahulu sambil memperkenalkan sayuran yang lain.
Orang tua juga dapat melakukan modifikasi pengolahan sayuran yang disukai anak seperti memasukkan sayur ke dalam nugget, risol, atau pangan olahan lain. Dengan cara ini diharapkan dapat mengatasi bekal sayur yang biasanya tidak dimakan oleh anak.
“Itu bisa kita lakukan juga. Kalau dia tidak suka (sayur) itu benar-benar tidak dimakan, jangan sampai seperti itu. Tapi kalau seandainya olahannya sudah menarik dan dia suka suka makanan olahannya dari sayur tersebut, nanti dia akan makan,” kata Anna.
Baca juga: Pemkab Kapuas Hulu gerakan kader posyandu perbatasan tangani kekurangan gizi
Baca juga: Ibu hamil dan bayi harus cukup asupan gizi agar terhindar dari stunting
Baca juga: Rutin konsumsi ikan kurangi risiko kardiovaskuler
Ahli teknologi pangan Hindah Muaris mengatakan salah satu cara untuk meningkatkan gizi dan menurunkan stunting masyarakat adalah melalui makanan tradisional yang saat ini sudah ditinggalkan karena dianggap kurang praktis.
"Strategi gastronomi dengan menu gizi seimbang dari bahan pangan lokal yang diolah menjadi berbagai hidangan yang enak dan menyehatkan dapat memperbaiki gizi anak dan menurunkan stunting," ujar lulusan Teknologi Pangan Gizi dari Institut Pertanian Bogor itu dalam "Deklarasi Konsensus Nutrisi dan Hidrasi Berbasis Makanan Tradisional" di Jakarta, Senin.
Hindah mengatakan makanan tradisional saat ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap tidak praktis dalam hal penyajian. Padahal dalam semangkuk kuliner, tercukupi berbagai macam kebutuhan gizi. Baca selengkapnya: Makanan tradisional meningkatkan gizi dan turunkan stunting
Baca juga: Karolin sosialisasikan makanan bergizi di Desa Dange Aji
Baca juga: Kapuas Hulu kembangkan pekarangan lestari untuk mengatasi stunting
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022