Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta camat dan lurah se-Kota Pahlawan, Jawa Timur, untuk bergotong royong menurunkan prevalensi kasus bayi stunting pada tahun 2023.

"Ini yang namanya membangun Surabaya dengan hati dan gotong royong. Membangun itu tidak sedikit-sedikit pakai APBD, bisa lewat Baznas atau yang lain. Tapi, data ini harus tetap kami pegang semuanya," kata Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Jumat.

Selama tiga tahun terakhir, prevalensi stunting di Kota Surabaya mengalami penurunan signifikan, yakni pada tahun 2020 terdapat 12.788 kasus stunting, turun menjadi 6.722 di tahun 2021. Selanjutnya, hingga akhir Desember 2022, kembali turun menjadi 923 kasus. Bahkan, pada Januari 2023, jumlah kasus stunting di Surabaya turun menjadi 889.

Baca juga: Angka stunting di Sintang turun dari 38,2 persen menjadi 18,7 persen

Untuk mengejar target nol stunting pada tahun 2023, Eri meminta camat dan lurah agar melibatkan pemangku kepentingan dan masyarakat sekitar.

Menurut dia, selain intervensi melalui APBD Surabaya, pola gotong-royong dalam menangani bayi stunting juga bisa dilakukan. Untuk itu, pihaknya mengajak camat dan lurah untuk dapat menggugah hati dan nurani masyarakat, terutama mereka yang memiliki rezeki berlebih supaya peduli terhadap warga yang masih membutuhkan di sekitarnya.

"Membangun Surabaya ini harus melibatkan hati nurani masyarakat. Misalnya, ada perusahaan yang memiliki kelebihan harta, mereka bisa menjadi orang tua asuh untuk penanganan gizi buruk atau bayi stunting," kata dia.

Tidak hanya soal bayi stunting, Cak Eri menyebut penanganan terhadap anak putus sekolah, gizi buruk, atau risiko ibu hamil, juga dapat menerapkan pola gotong royong. Maka dari itu, setiap camat dan lurah juga harus tahu berapa jumlah warga di wilayahnya yang perlu mendapatkan intervensi.

"Makanya saya ingin setiap camat dan lurah itu tahu berapa jumlah warganya yang stunting, risiko ibu hamil, anak putus sekolah atau gizi buruk. Sentuh hati masyarakat yang mampu agar mau membantu," ujar dia.

Baca juga: Wabup ingin SDM Ketapang menjadi lebih berkualitas

Setidaknya ada beberapa kecamatan di Surabaya yang sudah menerapkan pola gotong royong dalam menangani bayi stunting atau gizi buruk, di antaranya Kecamatan Asemrowo dengan menggandeng pemangku kepentingan atau perusahaan setempat untuk menjadika anak asuh bayi stunting.

Selain itu, di Kecamatan Semampir dengan menerapkan program bantingan. "Ini bisa dicontoh oleh camat-camat yang lainnya. Inilah yang dinamakan guyub-rukun membangun Surabaya dengan gotong royong masyarakat. Saya ingin mengembalikan rasa gotong royong wong Suroboyo (orang Surabaya)," kata dia.

Baca juga: Dinkes Kalbar lakukan upaya pencegahan stunting dari jenjang SMP dan SMA
 

Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan meminta peran aktif para Tim Pendamping Keluarga (TPK) percepatan penurunan stunting, terutama kaum ibu, untuk terus melakukan pendampingan kepada keluarga dan ibu hamil.

"Sosialisasi dan pemahaman tentang pencegahan stunting ini jelas sangat penting, terutama untuk ibu-ibu hamil maupun yang melahirkan, juga terhadap anak-anak balita yang terindikasi stunting," kata Bahasan di Pontianak, Kamis.

Bahasan menjelaskan, penanganan stunting menjadi salah satu program prioritas Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Dalam hal ini, selain Dinas Kesehatan Kota Pontianak, keterlibatan seluruh perangkat daerah termasuk kader-kader PKK dan stakeholder mempunyai peran penting dalam menangani kasus stunting di Kota Pontianak.

Menurutnya, sebagai ujung tombak dalam upaya percepatan penurunan stunting, para Tim Pendamping Keluarga ini bisa memberikan penyuluhan serta melakukan langkah-langkah surveilans kepada keluarga berisiko stunting. Baca selengkapnya : Pemkot Pontianak dorong peran aktif TPK turunkan stunting

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023