Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar, Heronimus Hero mengatakan bahwa untuk dapat memasukkan ternak babi ke Kalbar, pelaku usaha harus mengikuti prosedur untuk memastikan ternak tersebut aman dan sesuai ketentuan.

"Akibat penyakit African Swine Fever (ASF) terjadi penurunan drastis ternak babi," katanya di Pontianak, Selasa.

Ia mengatakan, untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga daging babi  di Kalbar diberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memasukkan babi,  namun harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Ia menjelaskan bahwa pelaku usaha yang ingin memasok babi dari luar di antaranya harus mempunyai surat rekomendasi pemasukan dan memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan. 

"Adapun persyaratan teknis kesehatan hewan mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 17 tahun 2023 tentang Tata Cara Pengawasan Lalu Lintas  Hewan, Produk Hewan dan Media Pembawa Penyakit Hewan Lainnya di Dalam NKRI. Dalam aturan itu sudah jelas dan harus diikuti," ucap dia.

Ia menyebutkan untuk jalur pemasukan babi ke Kalbar bisa melalui pelabuhan dengan kapal untuk lalu lintas antar pulau atau melalui jalur darat antar provinsi dalam satu pulau.  

“Sejauh ini terkait sumber pemasukan babi dari Provinsi Bali masih aman dan sudah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis yang ditetapkan. Jika tidak dilengkapi dengan persyaratan tersebut artinya ilegal. Kejadian kematian ternak babi di provinsi lain mungkin juga disebabkan oleh ASF tapi tidak ada kaitannya dengan Kalbar,” katanya.

 Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar juga melakukan koordinasi dengan Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak dan berkolaborasi untuk bersama-sama melakukan pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya.

"Sesuai dengan kewenangan masing-masing, dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit hewan menular strategis di Provinsi Kalbar," jelas dia.

Menurut dia, penyakit ASF yang disebabkan virus yang sangat menular dan  menyebabkan kematian yang tinggi pada ternak babi dan belum ditemukan vaksin ataupun obatnya masuk di Kalbar pada 21 September 2021 sesuai hasil uji Laboratorium Balai Veteriner Banjarbaru Nomor 21001/PK.310/F.5.E/09/2021. 

Kejadian pertama kali terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu pada babi hutan dan penyakit tersebut menyebar secara cepat ke Kabupaten/Kota sekitar. 

Pada bulan Agustus sampai Oktober 2022 terjadi kasus penyakit ASF  yang menginfeksi Perusahaan Pembibitan Babi (PT. Fajar Semesta Indah) di Kota Singkawang dan kematian di peternakan tersebut mencapai kurang lebih 21.000 ekor.

Sampai saat ini (2023) total ada 11 kabupaten/kota sudah dinyatakan tertular oleh penyakit ASF kecuali Kabupaten Sambas, Kayong Utara dan Kota Pontianak. Jumlah ternak babi yang dilaporkan mati mencapai 93.691 ekor, meskipun kondisi di lapangan melebihi itu karena sebagian masyarakat tidak melaporkan kematian ternaknya,

Kesulitan pencegahan dan pengendalian ASF adalah karena penyakit ini sangat menular dan mematikan dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin maupun obatnya. Penyuntikan serum konvalesen yang telah dilakukan di wilayah yang terkena wabah juga tidak efektif mencegah kematian babi

Akibat dari penyakit ASF yaitu terjadinya penurunan populasi ternak babi secara drastis di Kalimantan Barat. Data tahun 2021 (sebelum wabah)  populasi babi di Kalbar mencapai 470.186 ekor dan data akhir tahun 2022 populasi babi hanya tinggal sekitar 67.809 ekor. 

 

Pewarta: Dedi

Editor : Evi Ratnawati


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023