Di Sekolah Dasar 11 Manado yang ramai di pinggiran kota, Tjahyani sedang menunggu anaknya di kantin SD itu. Sementara anaknya berada di ruang kelas, Tjahyani duduk di meja dekat tempat pegawai kantin yang sedang sibuk membersihkan ikan kakap segar.
Tjahyani memperhatikan dengan saksama bagaimana pegawai kantin itu dengan lihai memotong, membersihkan, lalu mempersiapkan ikan kakap itu untuk dimasak.
Hatinya tergugah oleh keindahan ikan tersebut. Bagian sisiknya yang mengilap dan warnanya yang cerah, membuatnya berpikir bahwa sisik ikan ini bisa diubah menjadi perhiasan yang indah.
Pikiran Tjahyani mulai melayang dan timbul ide di kepalanya. Dia berpikir, mengapa tidak mencoba membuat perhiasan menggunakan sisik ikan.
Ide yang menarik itu terus bergelora di dalam benak Tjahyani. Lalu, dia memutuskan untuk berbicara dengan pegawai kantin setelah anaknya selesai makan nanti.
Dia pun meminta sisik ikan kakap yang berserakan di lantai dapur kantin sekolah tersebut.
Pegawai kantin mempersilakannya mengambil semua sisik ikan yang biasanya hanya dibuang dan dianggap limbah oleh semua orang.
Tak lama kemudian, bel berbunyi tanda sekolah telah usai. Dengan semangat, Tjahyani langsung membawa anak-anaknya pulang dan ingin segera berkreasi dengan sisik ikan tersebut.
Sesampai di rumah, ibu yang biasa disapa Yanni ini segera membersihkan sisik ikan kakap dengan hati-hati, menggunakan sabun, sampai benar-benar bersih dan tidak menguarkan amis.
Dengan sisik ikan kakap dari kantin sekolah anaknya itu, ia mulai membuat perhiasan anting sederhana.
Beberapa hari kemudian, setelah Tjahyani selesai menghasilkan perhiasan, dia amat senang karena mampu mengubah limbah menjadi perhiasan yang cantik.
Walaupun produk awal masih belum sempurna, produk perdana itu menjadi titik awal dirinya untuk belajar terus untuk mendapatkan hasil terbaik.
Anting pertama itu menjadi perhiasan paling berharga baginya. Bukan hanya karena keindahannya, melainkan juga karena mengandung cerita yang indah tentang cinta dan penghargaan terhadap lingkungan.
Meski menurut hasilnya belum sempurna, ternyata anting dan gelang dari sisik ikan yang ia buat pertama diminati teman-temannya.
Bahan baku sisik ikan yang ia dapatkan dari kantin sekolah sudah habis. Karena peminat masih sedikit, ia terus pasarkan kepada saudara, teman, dan rekan di tempat tinggalnya.
Tjahyani berpikir untuk mendapatkan sisik kakap atau ikan kakatua, ia harus mencari di pasar.
Di tengah keramaian Pasar Bersehati Manado, Tjahyani mencari sisik ikan kakap dan kakatua yang dianggap sangat baik untuk dijadikan perhiasan.
Bau amis dari pasar tradisional menyelimuti udara, campuran antara aroma ikan laut yang segar dan bau limbah organik.
Namun, Tjahyani mengabaikan bau tersebut karena telah terbiasa dengan aroma pasar yang khas. Ia menganggapnya sebagai bagian tak terpisahkan dari pencariannya yang penuh tantangan.
Dengan bersemangat, ia menyusuri lorong-lorong sempit pasar, melintasi kerumunan penjual dan pembeli yang berlalu-lalang.
Berkat pengalaman dan ketelitiannya, Tjahyani dengan cermat bisa memilah sisik ikan kakap yang telah dibuang pedagang di pasar tersebut.
Meskipun bau amis mengganggu banyak orang, ia tetap fokus pada pencariannya untuk menemukan keindahan di tengah bau yang tidak menyenangkan.
Awalnya, ia merasa sedikit malu, seperti seorang pemulung yang mengumpulkan sampah. Namun, keinginan untuk sukses sebagai pengusaha memotivasi Tjahyani untuk melawan rasa malu tersebut.
Meski pasar rakyat penuh dengan kerumunan dan suasana riuh, ia menemukan ketenangan dan kepuasan dalam upayanya mencari kemilau sisik ikan kakap.
Setelah mendapatkan bahan baku sisik ikan kakap merah dan kakatua yang cukup banyak, pada tahun 2013 ia membuka usaha dengan nama Yannie Handycraft dengan harga awal setiap produk yang terjangkau bagi banyak orang.
Tidak hanya itu, ia juga mulai menitipkan dagangannya di sebuah toko oleh-oleh di Manado. Awalnya, ia hanya menitipkan beberapa item, dan pemilik toko setuju untuk mencoba menjualnya.
Keberhasilan pertama Tjahyani adalah ketika lima buah perhiasan yang ia titipkan berhasil terjual dengan cepat. Banyak turis yang tertarik dengan perhiasan unik berbahan dasar sisik ikan tersebut.
Keberhasilan ini memberi semangat baru bagi Tjahyani. Dia mulai memproduksi perhiasan dalam jumlah yang lebih banyak untuk memenuhi permintaan yang kian banyak.
Bahan baku memang masih menjadi masalah utama karena itu Tjahyani harus memastikan pasokan sisik ikan yang cukup untuk memproduksi perhiasan tersebut.
Jadi, ia harus bekerja sama dengan sejumlah pedagang ikan kakap di Pasar Bersehati, agar memberikannya sisik ikan tersebut.
Lewat sentuhan tangan dinginnya, sisik ikan yang tadinya anyir, berubah menjadi perhiasan cantik sekaligus mengalirkan cuan.
Dari hasil tersebut, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi, bahkan dua anak di antaranya bisa mengenyam pendidikan Teknik Informatika di Jerman.
Ibu empat anak ini terkenal karena kerajinan sisik ikan. Dari tangannya, sisik ikan menjadi kalung, anting, gelang, bros, dan lain-lain.
Dukungan pemerintah
Sebelum pandemi melanda Manado dan Sulawesi Utara, produk-produknya menjadi favorit para wisatawan, terutama dari China. Produk-produk tersebut dijual melalui berbagai toko oleh-oleh yang menjadi tujuan wajib bagi wisatawan asing tersebut.
Selain itu, kerajinan sisik ikan Tjahyani juga terkenal di tingkat nasional melalui berbagai kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Produk kerajinannya telah mengikuti banyak pameran yang tak terhitung jumlahnya. Dua pameran yang paling berkesan baginya adalah pada tahun 2014 di Bandung dan tahun 2019 di Jakarta.
Pada tahun 2014, Tjahyani mengikuti pameran di luar Manado untuk kali pertama dalam rangka perayaan Hari Koperasi Indonesia.
Sejak itu, ia sering mewakili Manado dan Sulawesi Utara dalam berbagai pameran. Ia juga mendapat dukungan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pariwisata Provinsi, dan kota. Hampir semua dinas di Sulut dan Manado mendukung usaha saya ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
Tjahyani memperhatikan dengan saksama bagaimana pegawai kantin itu dengan lihai memotong, membersihkan, lalu mempersiapkan ikan kakap itu untuk dimasak.
Hatinya tergugah oleh keindahan ikan tersebut. Bagian sisiknya yang mengilap dan warnanya yang cerah, membuatnya berpikir bahwa sisik ikan ini bisa diubah menjadi perhiasan yang indah.
Pikiran Tjahyani mulai melayang dan timbul ide di kepalanya. Dia berpikir, mengapa tidak mencoba membuat perhiasan menggunakan sisik ikan.
Ide yang menarik itu terus bergelora di dalam benak Tjahyani. Lalu, dia memutuskan untuk berbicara dengan pegawai kantin setelah anaknya selesai makan nanti.
Dia pun meminta sisik ikan kakap yang berserakan di lantai dapur kantin sekolah tersebut.
Pegawai kantin mempersilakannya mengambil semua sisik ikan yang biasanya hanya dibuang dan dianggap limbah oleh semua orang.
Tak lama kemudian, bel berbunyi tanda sekolah telah usai. Dengan semangat, Tjahyani langsung membawa anak-anaknya pulang dan ingin segera berkreasi dengan sisik ikan tersebut.
Sesampai di rumah, ibu yang biasa disapa Yanni ini segera membersihkan sisik ikan kakap dengan hati-hati, menggunakan sabun, sampai benar-benar bersih dan tidak menguarkan amis.
Dengan sisik ikan kakap dari kantin sekolah anaknya itu, ia mulai membuat perhiasan anting sederhana.
Beberapa hari kemudian, setelah Tjahyani selesai menghasilkan perhiasan, dia amat senang karena mampu mengubah limbah menjadi perhiasan yang cantik.
Walaupun produk awal masih belum sempurna, produk perdana itu menjadi titik awal dirinya untuk belajar terus untuk mendapatkan hasil terbaik.
Anting pertama itu menjadi perhiasan paling berharga baginya. Bukan hanya karena keindahannya, melainkan juga karena mengandung cerita yang indah tentang cinta dan penghargaan terhadap lingkungan.
Meski menurut hasilnya belum sempurna, ternyata anting dan gelang dari sisik ikan yang ia buat pertama diminati teman-temannya.
Bahan baku sisik ikan yang ia dapatkan dari kantin sekolah sudah habis. Karena peminat masih sedikit, ia terus pasarkan kepada saudara, teman, dan rekan di tempat tinggalnya.
Tjahyani berpikir untuk mendapatkan sisik kakap atau ikan kakatua, ia harus mencari di pasar.
Di tengah keramaian Pasar Bersehati Manado, Tjahyani mencari sisik ikan kakap dan kakatua yang dianggap sangat baik untuk dijadikan perhiasan.
Bau amis dari pasar tradisional menyelimuti udara, campuran antara aroma ikan laut yang segar dan bau limbah organik.
Namun, Tjahyani mengabaikan bau tersebut karena telah terbiasa dengan aroma pasar yang khas. Ia menganggapnya sebagai bagian tak terpisahkan dari pencariannya yang penuh tantangan.
Dengan bersemangat, ia menyusuri lorong-lorong sempit pasar, melintasi kerumunan penjual dan pembeli yang berlalu-lalang.
Berkat pengalaman dan ketelitiannya, Tjahyani dengan cermat bisa memilah sisik ikan kakap yang telah dibuang pedagang di pasar tersebut.
Meskipun bau amis mengganggu banyak orang, ia tetap fokus pada pencariannya untuk menemukan keindahan di tengah bau yang tidak menyenangkan.
Awalnya, ia merasa sedikit malu, seperti seorang pemulung yang mengumpulkan sampah. Namun, keinginan untuk sukses sebagai pengusaha memotivasi Tjahyani untuk melawan rasa malu tersebut.
Meski pasar rakyat penuh dengan kerumunan dan suasana riuh, ia menemukan ketenangan dan kepuasan dalam upayanya mencari kemilau sisik ikan kakap.
Setelah mendapatkan bahan baku sisik ikan kakap merah dan kakatua yang cukup banyak, pada tahun 2013 ia membuka usaha dengan nama Yannie Handycraft dengan harga awal setiap produk yang terjangkau bagi banyak orang.
Tidak hanya itu, ia juga mulai menitipkan dagangannya di sebuah toko oleh-oleh di Manado. Awalnya, ia hanya menitipkan beberapa item, dan pemilik toko setuju untuk mencoba menjualnya.
Keberhasilan pertama Tjahyani adalah ketika lima buah perhiasan yang ia titipkan berhasil terjual dengan cepat. Banyak turis yang tertarik dengan perhiasan unik berbahan dasar sisik ikan tersebut.
Keberhasilan ini memberi semangat baru bagi Tjahyani. Dia mulai memproduksi perhiasan dalam jumlah yang lebih banyak untuk memenuhi permintaan yang kian banyak.
Bahan baku memang masih menjadi masalah utama karena itu Tjahyani harus memastikan pasokan sisik ikan yang cukup untuk memproduksi perhiasan tersebut.
Jadi, ia harus bekerja sama dengan sejumlah pedagang ikan kakap di Pasar Bersehati, agar memberikannya sisik ikan tersebut.
Lewat sentuhan tangan dinginnya, sisik ikan yang tadinya anyir, berubah menjadi perhiasan cantik sekaligus mengalirkan cuan.
Dari hasil tersebut, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi, bahkan dua anak di antaranya bisa mengenyam pendidikan Teknik Informatika di Jerman.
Ibu empat anak ini terkenal karena kerajinan sisik ikan. Dari tangannya, sisik ikan menjadi kalung, anting, gelang, bros, dan lain-lain.
Dukungan pemerintah
Sebelum pandemi melanda Manado dan Sulawesi Utara, produk-produknya menjadi favorit para wisatawan, terutama dari China. Produk-produk tersebut dijual melalui berbagai toko oleh-oleh yang menjadi tujuan wajib bagi wisatawan asing tersebut.
Selain itu, kerajinan sisik ikan Tjahyani juga terkenal di tingkat nasional melalui berbagai kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Produk kerajinannya telah mengikuti banyak pameran yang tak terhitung jumlahnya. Dua pameran yang paling berkesan baginya adalah pada tahun 2014 di Bandung dan tahun 2019 di Jakarta.
Pada tahun 2014, Tjahyani mengikuti pameran di luar Manado untuk kali pertama dalam rangka perayaan Hari Koperasi Indonesia.
Sejak itu, ia sering mewakili Manado dan Sulawesi Utara dalam berbagai pameran. Ia juga mendapat dukungan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pariwisata Provinsi, dan kota. Hampir semua dinas di Sulut dan Manado mendukung usaha saya ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023