Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan 244 antropometri kit kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura di Provinsi Papua untuk mendukung pelaksanaan pengukuran fisik anak balita dalam upaya mendeteksi dini stunting.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara simbolis menyerahkan perangkat tersebut kepada perwakilan dari Posyandu Nolokla dan Nendali dalam acara yang berlangsung di Puskesmas Harapan, Kecamatan Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Rabu.

Pembagian antropometri kit yang mencakup timbangan digital, alat ukur tinggi badan, serta pita ukur lingkar lengan dan lingkar kepala bayi ditujukan untuk meningkatkan akurasi dalam pengukuran fisik anak balita guna memantau pertumbuhan anak dan mendeteksi dini risiko stunting, kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan kurang stimulasi.

Jika risiko stunting bisa dideteksi sejak dini maka upaya intervensi juga bisa dimulai sejak dini.

Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa pemerintah sedang berupaya menggeser fokus pelayanan kesehatan ke upaya promotif dan preventif.

"Lebih yang menjaga rakyat tetap sehat, bukan yang mengobati yang sakit. Lebih kepada puskesmas dan posyandu, bukan ke rumah sakit," katanya.

Ia mengemukakan bahwa sebagus apapun rumah sakitnya, tidak ada orang yang ingin berada di rumah sakit karena sakit.

"Kalau tidak mau sakit ya kita harus hidup sehat dengan menjaga kolesterol jangan tinggi, tekanan darahnya terkontrol, gula darahnya terkontrol, supaya jangan masuk rumah sakit," katanya.

"Saya ini menteri kesehatan bukan menteri kesakitan, sehingga tugas kita menjaga orang tetap sehat," katanya.

Menteri Kesehatan mengemukakan perlunya peningkatan peran puskesmas dan posyandu dalam mendukung upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan.

"Kita itu seharusnya cegah penyakit itu dari bawah seperti posyandu maupun puskesmas, jangan sudah parah tidak ditangani baik akhirnya dibawa ke rumah sakit," katanya.

Baca juga: Pj Bupati Jayapura sebut penanganan stunting implementasi nilai Pancasila
 

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) meminta orang tua untuk ikut mencegah pernikahan dini, terutama pada anak perempuan orang asli Papua, guna mengurangi terjadinya kasus stunting.

"Ideal usia untuk menikah pasangan bagi perempuan usia 21 tahun dan laki-laki usia 25 tahun, karena telah siap secara fisik maupun mental," ujar Kepala DP3AKB Johanna Nap di Biak, Rabu.

Disebutkan Johanna, pada usia ideal menikah untuk dapat lebih menjaga kesehatan ibu dan melahirkan bayi yang sehat.

Sedangkan usia ideal menikah bertujuan, lanjut Johanna, untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi di Indonesia khususnya di Tanah Papua.

"Pernikahan usia ini juga dianggap ideal untuk membangun pernikahan karena sudah mandiri secara finansial dan sudah matang dalam pola pikir-nya," kata Johanna.

Sedangkan bahaya anak menikah di bawah usia 20 tahun, menurut Johanna, memiliki berbagai risiko yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan nyawa seorang anak perempuan.

Apabila seorang anak perempuan menikah terlalu muda, lanjut Johanna, dapat berisiko mengalami pendarahan saat melahirkan. Baca juga: Orang tua diminta cegah pernikahan dini pada anak perempuan


 

Pewarta: Yudhi Efendi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023