Guru Besar Ilmu Hukum FH Universitas Pancasila Prof Agus Surono menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu diwajibkan untuk memiliki latar belakang hukum pidana.
“Perlu syarat wajib bahwa penyidik harus punya latar belakang hukum pidana, baik materiil maupun formil,” ujar Agus ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Selain itu, Agus juga menilai bahwa perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan intensif kepada calon penyidik secara reguler dan berjenjang.
Hal tersebut, lanjut dia, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) penyidik di KPK.
Menurut Agus, yang menjadi kelemahan SDM KPK saat ini adalah tidak semua penyidik KPK berlatar belakang hukum pidana.
Agus menyoroti Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, di mana tertuang bahwa penyidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus untuk undang-undang, dan penyelidik KPK.
Persyaratan tersebut, ucap dia, sama sekali tidak mewajibkan penyidik KPK untuk berlatar belakang hukum pidana.
“Padahal, itu (hukum pidana) sangat penting karena mereka harus paham soal hukum acara pidana,” ucapnya
Selain peningkatan SDM melalui persyaratan latar belakang hukum pidana, Agus juga menilai KPK perlu belajar dengan Kejaksaan Agung ketika menangani perkara korupsi yang berlangsung di sektor sumber daya alam.
“Korupsi sektor sumber daya alam, sebagaimana Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, tidak hanya berkaitan dengan kerugian keuangan negara tetapi dengan kerugian perekonomian negara,” tutur Agus.
Ia melanjutkan, KPK harus optimal untuk mengembalikan kerugian negara terkait kasus korupsi di sektor SDA.
“Kerugian perekonomian negara bisa disebabkan karena adanya kerusakan lingkungan, seperti terkait sektor tambang, perkebunan, dan lainnya,” ucap Agus.
Pandangan tersebut, ia sampaikan terkait dengan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh KPK untuk meningkatkan kinerjanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
“Perlu syarat wajib bahwa penyidik harus punya latar belakang hukum pidana, baik materiil maupun formil,” ujar Agus ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Selain itu, Agus juga menilai bahwa perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan intensif kepada calon penyidik secara reguler dan berjenjang.
Hal tersebut, lanjut dia, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) penyidik di KPK.
Menurut Agus, yang menjadi kelemahan SDM KPK saat ini adalah tidak semua penyidik KPK berlatar belakang hukum pidana.
Agus menyoroti Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, di mana tertuang bahwa penyidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus untuk undang-undang, dan penyelidik KPK.
Persyaratan tersebut, ucap dia, sama sekali tidak mewajibkan penyidik KPK untuk berlatar belakang hukum pidana.
“Padahal, itu (hukum pidana) sangat penting karena mereka harus paham soal hukum acara pidana,” ucapnya
Selain peningkatan SDM melalui persyaratan latar belakang hukum pidana, Agus juga menilai KPK perlu belajar dengan Kejaksaan Agung ketika menangani perkara korupsi yang berlangsung di sektor sumber daya alam.
“Korupsi sektor sumber daya alam, sebagaimana Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, tidak hanya berkaitan dengan kerugian keuangan negara tetapi dengan kerugian perekonomian negara,” tutur Agus.
Ia melanjutkan, KPK harus optimal untuk mengembalikan kerugian negara terkait kasus korupsi di sektor SDA.
“Kerugian perekonomian negara bisa disebabkan karena adanya kerusakan lingkungan, seperti terkait sektor tambang, perkebunan, dan lainnya,” ucap Agus.
Pandangan tersebut, ia sampaikan terkait dengan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh KPK untuk meningkatkan kinerjanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024