Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mendorong kesatuan negara-negara anggota Gerakan Non-Blok (GNB) untuk membantu melawan ketidakadilan yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Dorongan itu dia sampaikan selama pertemuan tingkat menteri GNB di sela-sela Sidang Majelis Umum (SMU) PBB di New York pada 23 September 2024, menurut keterangan Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan itu, Menlu Retno menekankan pentingnya pertemuan tersebut di tengah peningkatan jumlah korban tewas di Gaza yang telah melampaui 41 ribu orang.
"Ini bukan sekadar angka. Mereka adalah laki-laki, perempuan, dan anak-anak tak berdosa yang hidupnya tiba-tiba berakhir secara tidak adil akibat konflik," kata Menlu Retno.
Dia menambahkan bahwa selama berbulan-bulan PBB tetap lumpuh, sementara kebrutalan yang dilakukan Israel terus terjadi, bahkan semakin menyebar ke seluruh kawasan Timur Tengah.
Retno kemudian bertanya kepada para anggota GNB tentang kemungkinan upaya yang bisa dilakukan gerakan tersebut untuk menghentikan aksi kekerasan tersebut.
Menlu RI pun menekankan bahwa hal yang terjadi di Palestina bukan sekadar konflik, melainkan serangan terhadap fondasi sistem multilateral.
Penerapan hukum internasional yang selektif dan lingkungan yang penuh impunitas (kekebalan) telah membuat sebagian besar negara berkembang di belahan bumi selatan frustrasi, katanya.
Kesenjangan geopolitik di antara negara-negara besar telah memungkinkan terjadinya situasi di mana hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional diabaikan dan suatu negara dapat bertindak tanpa hukuman atau konsekuensi, ujar Retno.
Situasi semacam itu, menurut dia, tidak dapat ditoleransi.
"Menjelang peringatan 70 tahun Konferensi Bandung pada 2025, kita harus mengingat kembali Semangat Bandung, yaitu semangat solidaritas, perdamaian, dan kerja sama antarbangsa," katanya.
"Dalam semangat ini, Gerakan Non-Blok harus bersatu sebagai gerakan yang memperjuangkan sistem multilateral yang adil dan setara serta menghormati hukum internasional dan menjadi pelopor dalam bertindak sebagai kekuatan positif bagi keadilan dan kemanusiaan," tambahnya.
Lebih dari sebelumnya, menurut Retno, Gerakan Non-Blok harus menyalakan kembali Semangat Bandung untuk menghadapi ketidakadilan yang dilakukan terhadap Palestina, meningkatkan pengaruh multilateral gerakan tersebut, dan fokus pada pembangunan kembali Palestina.
Gerakan tersebut juga perlu memanfaatkan kekuatan kolektif untuk menuntut akuntabilitas, dan untuk menggalang pengakuan terhadap Negara Palestina, serta untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap solusi dua negara.
"Sudah saatnya bertindak dengan persatuan dan dengan tindakan yang berarti," ucap Menlu Retno.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Dorongan itu dia sampaikan selama pertemuan tingkat menteri GNB di sela-sela Sidang Majelis Umum (SMU) PBB di New York pada 23 September 2024, menurut keterangan Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dalam pertemuan itu, Menlu Retno menekankan pentingnya pertemuan tersebut di tengah peningkatan jumlah korban tewas di Gaza yang telah melampaui 41 ribu orang.
"Ini bukan sekadar angka. Mereka adalah laki-laki, perempuan, dan anak-anak tak berdosa yang hidupnya tiba-tiba berakhir secara tidak adil akibat konflik," kata Menlu Retno.
Dia menambahkan bahwa selama berbulan-bulan PBB tetap lumpuh, sementara kebrutalan yang dilakukan Israel terus terjadi, bahkan semakin menyebar ke seluruh kawasan Timur Tengah.
Retno kemudian bertanya kepada para anggota GNB tentang kemungkinan upaya yang bisa dilakukan gerakan tersebut untuk menghentikan aksi kekerasan tersebut.
Menlu RI pun menekankan bahwa hal yang terjadi di Palestina bukan sekadar konflik, melainkan serangan terhadap fondasi sistem multilateral.
Penerapan hukum internasional yang selektif dan lingkungan yang penuh impunitas (kekebalan) telah membuat sebagian besar negara berkembang di belahan bumi selatan frustrasi, katanya.
Kesenjangan geopolitik di antara negara-negara besar telah memungkinkan terjadinya situasi di mana hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional diabaikan dan suatu negara dapat bertindak tanpa hukuman atau konsekuensi, ujar Retno.
Situasi semacam itu, menurut dia, tidak dapat ditoleransi.
"Menjelang peringatan 70 tahun Konferensi Bandung pada 2025, kita harus mengingat kembali Semangat Bandung, yaitu semangat solidaritas, perdamaian, dan kerja sama antarbangsa," katanya.
"Dalam semangat ini, Gerakan Non-Blok harus bersatu sebagai gerakan yang memperjuangkan sistem multilateral yang adil dan setara serta menghormati hukum internasional dan menjadi pelopor dalam bertindak sebagai kekuatan positif bagi keadilan dan kemanusiaan," tambahnya.
Lebih dari sebelumnya, menurut Retno, Gerakan Non-Blok harus menyalakan kembali Semangat Bandung untuk menghadapi ketidakadilan yang dilakukan terhadap Palestina, meningkatkan pengaruh multilateral gerakan tersebut, dan fokus pada pembangunan kembali Palestina.
Gerakan tersebut juga perlu memanfaatkan kekuatan kolektif untuk menuntut akuntabilitas, dan untuk menggalang pengakuan terhadap Negara Palestina, serta untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap solusi dua negara.
"Sudah saatnya bertindak dengan persatuan dan dengan tindakan yang berarti," ucap Menlu Retno.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024