Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan terus melakukan pendalaman terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi atas kredit fiktif oleh salah satu Bank BUMN kepada PT Eastern Pearl Flour Mils (EPFM).
"Mengenai kredit fiktif di bank tersebut untuk saat ini dalam finishing perhitungan kerugian negara," ujar Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Dedi Supryadi di sela pengungkapan kasus korupsi di Mapolrestabes Makassar, Senin.
Saat ditanyakan dalam kasus ini apakah sudah ada tersangka, mengingat setelah ekspos kasus 28 Agustus 2024 tidak ada perkembangan berarti, apalagi jumlah kerugian negara ditaksir mencapai Rp55 miliar, kata dia, segera disampaikan perkembangannya.
"Nanti kita akan melaksanakan gelar perkara, penangkapan tersangka. Jadi, apa yang sudah disita kemudian uang sejumlah Rp1,7 miliar masih ada, dalam waktu dekat akan disampaikan," paparnya menanggapi pertanyaan wartawan.
Sebelumnya, Jajaran Subdit III Ditreskrimsus Polda Sulsel mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pemberian fasilitas kredit dengan nilai plafon sebesar Rp120 miliar oleh salah satu Bank BUMN kepada koperasi PT EPFM sejak 2018-2019.
Dalam kasus kredit fiktif ini, terdapat kerugian negara yang ditimbulkan ditaksir senilai Rp55 miliar lebih. Untuk terlapor ada tiga orang yakni inisial MN, RF, dan RHA. Selain itu, barang bukti disita uang kontan sebesar Rp1,7 miliar.
Selain uang tunai, penyidik juga menyita 13 unit kendaraan roda empat dengan empat merek, masing-masing delapan unit Toyota rush, dua unit Honda HRV, satu unit Toyota Voxy, satu unit Honda CRV Prestige, dan satu unit Toyota Inova.
Selanjutnya, 10 unit kendaraan roda 10 Dum Truck merek Hino, UD Truk dan Nissan. Delapan unit Forklip truk merek Sumitomo satu bundel hasil audit akuntan publik, 10 buah BPKB, satu unit ponsel, lima buah sertipikat yaitu tanah, ruko dan rumah.
Kemudian, tiga unit laptop, 10 buah buku tabungan, dengan nilai saldo yang diselamatkan Rp7,5 miliar lebih. Modusnya, mengajukan permohonan dan proses pencairan kredit diduga tidak sesuai.
Pelaku maupun orang yang terlibat mengajukan permohonan untuk proses pencairan kredit. Namun tetap dicairkan meski tidak sesuai dengan syarat pencairan bahkan menggunakan data fiktif, data ganda termasuk menaikkan nilai gaji pokok oleh bersangkutan.
Selain itu, tidak melalui analisis kredit dan tidak menjalankan prinsip asas kehati-hatian dalam proses pencairan kredit yang menjadi kewajiban dari perbankan.
Pencairan dana kredit yang diajukan digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak disalurkan sesuai dengan data pemohon yang ada. Pencairan ditransfer ke rekening koperasi, lalu ditransfer ke beberapa rekening calon tersangka.
Sejauh ini saksi yang telah diperiksa sebanyak 154 orang, termasuk 11 orang dari pihak Bank Mandiri, enam orang pengurus koperasi, 10 orang pengelola atau anggota koperasi dari total 120 anggota koperasi PT EPFM.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Mengenai kredit fiktif di bank tersebut untuk saat ini dalam finishing perhitungan kerugian negara," ujar Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Dedi Supryadi di sela pengungkapan kasus korupsi di Mapolrestabes Makassar, Senin.
Saat ditanyakan dalam kasus ini apakah sudah ada tersangka, mengingat setelah ekspos kasus 28 Agustus 2024 tidak ada perkembangan berarti, apalagi jumlah kerugian negara ditaksir mencapai Rp55 miliar, kata dia, segera disampaikan perkembangannya.
"Nanti kita akan melaksanakan gelar perkara, penangkapan tersangka. Jadi, apa yang sudah disita kemudian uang sejumlah Rp1,7 miliar masih ada, dalam waktu dekat akan disampaikan," paparnya menanggapi pertanyaan wartawan.
Sebelumnya, Jajaran Subdit III Ditreskrimsus Polda Sulsel mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pemberian fasilitas kredit dengan nilai plafon sebesar Rp120 miliar oleh salah satu Bank BUMN kepada koperasi PT EPFM sejak 2018-2019.
Dalam kasus kredit fiktif ini, terdapat kerugian negara yang ditimbulkan ditaksir senilai Rp55 miliar lebih. Untuk terlapor ada tiga orang yakni inisial MN, RF, dan RHA. Selain itu, barang bukti disita uang kontan sebesar Rp1,7 miliar.
Selain uang tunai, penyidik juga menyita 13 unit kendaraan roda empat dengan empat merek, masing-masing delapan unit Toyota rush, dua unit Honda HRV, satu unit Toyota Voxy, satu unit Honda CRV Prestige, dan satu unit Toyota Inova.
Selanjutnya, 10 unit kendaraan roda 10 Dum Truck merek Hino, UD Truk dan Nissan. Delapan unit Forklip truk merek Sumitomo satu bundel hasil audit akuntan publik, 10 buah BPKB, satu unit ponsel, lima buah sertipikat yaitu tanah, ruko dan rumah.
Kemudian, tiga unit laptop, 10 buah buku tabungan, dengan nilai saldo yang diselamatkan Rp7,5 miliar lebih. Modusnya, mengajukan permohonan dan proses pencairan kredit diduga tidak sesuai.
Pelaku maupun orang yang terlibat mengajukan permohonan untuk proses pencairan kredit. Namun tetap dicairkan meski tidak sesuai dengan syarat pencairan bahkan menggunakan data fiktif, data ganda termasuk menaikkan nilai gaji pokok oleh bersangkutan.
Selain itu, tidak melalui analisis kredit dan tidak menjalankan prinsip asas kehati-hatian dalam proses pencairan kredit yang menjadi kewajiban dari perbankan.
Pencairan dana kredit yang diajukan digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak disalurkan sesuai dengan data pemohon yang ada. Pencairan ditransfer ke rekening koperasi, lalu ditransfer ke beberapa rekening calon tersangka.
Sejauh ini saksi yang telah diperiksa sebanyak 154 orang, termasuk 11 orang dari pihak Bank Mandiri, enam orang pengurus koperasi, 10 orang pengelola atau anggota koperasi dari total 120 anggota koperasi PT EPFM.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024