Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia memulangkan enam orang calon pekerja migran Indonesia nonprosedural yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO ke daerah asalnya.
Enam orang korban TPPO yang dipulangkan tersebut adalah Putri Mufidah asal Purwakarta, Jawa Barat, Utami Anggraeni (Makassar, Sulsel), Maskanah (Sumbawa, NTB), Jasmi (Grobogan, Jateng), Mariani (Lombok Timur, NTB), dan Ai Komariah (Ciamis, Jabar).
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding dalam konferensi pers di Tangerang, Banten, Sabtu, menyampaikan bahwa calon pekerja migran nonprosedural ini telah dibawa dan ditempatkan sementara di Gedung Shelter BP3MI Banten untuk nantinya dikembalikan ke daerah asalnya masing-masing.
"Calon pekerja migran Indonesia nonprosedural ini adalah korban TPPO yang akan diberangkatkan ke Irak. Jadi, jumlah mereka ada enam orang dari beberapa daerah di Indonesia," jelasnya.
Kadir mengatakan para calon pekerja migran nonprosedural yang berhasil digagalkan aparat Kepolisian Jakarta Selatan tersebut diketahui akan diberangkatkan ke negara Timur Tengah, khususnya negara konflik Irak.
Enam orang korban TPPO itu semuanya merupakan perempuan berumur 30 sampai 40 tahun dengan daerah asal dari Provinsi Jawa Barat hingga Nusa Tenggara Barat.
"Ini kita lakukan karena kita menyadari pasti hal yang sama banyak terjadi, jadi banyak calon pekerja migran kita yang berangkat dengan modus tertentu, misalnya pakai visa umrah," ujarnya.
Dia mengungkapkan penggagalan aksi penyelundupan calon tenaga kerja secara nonprosedural ini menjadi perhatian penuh dari pemerintah.
Kementerian PPMI akan terus berupaya dan secara konsisten melakukan pemberantasan terhadap mafia atau oknum pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut
"Menurut undang-undang, pelaku akan dihukum paling tidak 10 tahun sangkaannya dan denda bisa sampai Rp5 miliar. Jadi, jangan main-main terhadap hal seperti ini," tegasnya.
Selain upaya pemberantasan, tambah Kadir, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama di daerah perdesaan yang menjadi sasaran para mafia TPPO.
"Ini harus kita lakukan bersama, butuh kerja sama banyak pihak, terutama syarat utama seseorang bisa berangkat secara prosedural harus ada izin keluarga, surat BPJS, kompetensi, harus melihat membaca ada kerjasama penempatan dan kontrak. Jadi, kita harus edukasi masyarakat karena saya yakin kejadian ini bukan ini saja," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
Enam orang korban TPPO yang dipulangkan tersebut adalah Putri Mufidah asal Purwakarta, Jawa Barat, Utami Anggraeni (Makassar, Sulsel), Maskanah (Sumbawa, NTB), Jasmi (Grobogan, Jateng), Mariani (Lombok Timur, NTB), dan Ai Komariah (Ciamis, Jabar).
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding dalam konferensi pers di Tangerang, Banten, Sabtu, menyampaikan bahwa calon pekerja migran nonprosedural ini telah dibawa dan ditempatkan sementara di Gedung Shelter BP3MI Banten untuk nantinya dikembalikan ke daerah asalnya masing-masing.
"Calon pekerja migran Indonesia nonprosedural ini adalah korban TPPO yang akan diberangkatkan ke Irak. Jadi, jumlah mereka ada enam orang dari beberapa daerah di Indonesia," jelasnya.
Kadir mengatakan para calon pekerja migran nonprosedural yang berhasil digagalkan aparat Kepolisian Jakarta Selatan tersebut diketahui akan diberangkatkan ke negara Timur Tengah, khususnya negara konflik Irak.
Enam orang korban TPPO itu semuanya merupakan perempuan berumur 30 sampai 40 tahun dengan daerah asal dari Provinsi Jawa Barat hingga Nusa Tenggara Barat.
"Ini kita lakukan karena kita menyadari pasti hal yang sama banyak terjadi, jadi banyak calon pekerja migran kita yang berangkat dengan modus tertentu, misalnya pakai visa umrah," ujarnya.
Dia mengungkapkan penggagalan aksi penyelundupan calon tenaga kerja secara nonprosedural ini menjadi perhatian penuh dari pemerintah.
Kementerian PPMI akan terus berupaya dan secara konsisten melakukan pemberantasan terhadap mafia atau oknum pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut
"Menurut undang-undang, pelaku akan dihukum paling tidak 10 tahun sangkaannya dan denda bisa sampai Rp5 miliar. Jadi, jangan main-main terhadap hal seperti ini," tegasnya.
Selain upaya pemberantasan, tambah Kadir, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama di daerah perdesaan yang menjadi sasaran para mafia TPPO.
"Ini harus kita lakukan bersama, butuh kerja sama banyak pihak, terutama syarat utama seseorang bisa berangkat secara prosedural harus ada izin keluarga, surat BPJS, kompetensi, harus melihat membaca ada kerjasama penempatan dan kontrak. Jadi, kita harus edukasi masyarakat karena saya yakin kejadian ini bukan ini saja," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024